Share

Bab 6. Panggil Saya Mas Sakti

Entah mengapa, setelahnya kami pun terdiam, hingga orang di lift sudah tinggal kami berdua.

Setelah sampai di lantai tujuan, aku mengikuti Pak Sakti menuju ke ruangan kami. Tiba-tiba, dia berhenti dan membalikkan badan ke belakang. 

"Kamu kenapa berjalan di belakangku? Kita jalan seperti bebek dengan anaknya!" selorohnya dengan tertawa kecil. Aku menatap wajahnya dan ikut tertawa setelah memastikan tidak ada apa-apa karena kejadian tadi.

"Kita jalan sambil berbincang. Ingat, kira rekan kerja bukan baginda raja dan bawahannya," ucapnya berjalan melambat mensejajari aku.

"Siap, Pak!" ucapku bersikap kembali seperti semula. 

Saat ini, aku masih menjajaki Pak Sakti. Apakah dia termasuk golongan seperti rekan kampusku dulu, yang melihat kami bukan berdasar gendre, atau seperti laki-laki pada umumnya.

"Bagus penampilanmu saat ini, daripada kemarin. Baju baru?" tanyanya, menoleh ke arahku.

"Ini karena sahabatku, Alysia namanya. Kami tinggal bersama dan dia di sini mempunyai butik. Karena itulah saya menjadi korbannya," jelasku.

"Oh karena dia. Akhirnya tinggi kita menjadi sama!" ucapnya dengan tersenyum miring seperti menyindir kejadian tadi.

"E-e, tadi itu. Maaf saya tidak sengaja." Dia tidak merespon perkataanku. Dia memasuki ruangan dan duduk di meja kerjanya. Beberapa saat, kami asik dengan aktifitas masing-masing.

"Litu! hari ini kita mulai kerja yang sebenarnya!" teriaknya, berdiri dan menghampiriku.

"Sebelumnya, kita harus clearkan tentang hubungan kita!" 

"Hubungan kita?!" ucapku mendongakkan kepalaku kepada Pak Sakti yang berdiri di seberang meja. 

"Litu! Kita adalah rekan kerja. Aku tidak menganggap atau melihatmu sebagai perempuan. Jadi jangan tersinggung atau sakit hati kalau saya bersikap atau berkata kasar kepadamu. Begitu juga kamu! Jangan sungkan kepadaku. Walaupun aku seniormu, disini kita mengembangkan kreatifitas, jangan sampai senioritas menjadi langkah kita terganggu. Mangerti!" terangnya dengan menatapku tajam. 

Aku langsung tersenyum lega. Akhirnya aku mendapatkan rekan kerja yang aku inginkan.

"Baik! Saya menerima dan sangat senang dengan hal ini. Jadi saya tidak canggung lagj dengan Pak Sakti. Ternyata bapak lebih asik daripada yang saya bayangkan!" ucapku sambil tertawa kecil.

"Huus! Satu lagi, kamu jangan panggil saya pak atau bapak. Aku tidak setua itu!" ucapnya dengan melempar penghapus pencil  ke arahku.

"Panggil saya Mas Sakti, kecuali ketika meeting dengan divisi lain atau bertemu costumer!" tambahnya.

"Siap, Mas Sakti!" teriakku senang.

*

Kami langsung berdiskusi tentang rancangan yang akan kami kerjakan ini. Perusahaan menginginkan kami menterjemahkan keinginan mendiang pimpinan. Beliau adalah kakek dari Pak Mahendra Haryanto.

"Itu tugas kita untuk itu. Arsitektur itu ibarat menulis. Kita harus menuangkan dalam rancangan bangunan. Sehingga nantinya ketika seorang melihatnya akan mengerti apa yang yang tersirat di sana!" jelas Sakti yang  mulai saat ini Mas Sakti.

"Iya saya mengerti!" 

"Karena itu, Mahendra memilih karyamu karena menilai kau mempunyai ide tidak terbatas!"

"Tetapi, kenapa Pak Mahendra seperti keberatan menerima saya?" tanyaku setelah mengerti prosesnya.

"Iya. Karena dia tidak tahu kalau yang dipilihnya seorang perempuan," jelasnya.

"Jadi dia memilihku berdasarkan portfolio saya, kan?"

"Iya betul. Dia menganggap kemampuan kamu bisa memperkuat team kami dan mengerti tujuan pembanguan ini!" 

"Iya begitulah Mas Sakti. Saya mengerti itu. Arsitektur bukan sekadar membuat tempat berteduh, melainkan tempat yang membuat kita tertarik dan berpikir jauh ketika melihatnya. Saya sudah siap," timpalku.

"Untuk konsep dasarnya, siang ini kita ada meeting dengan Mahendra. Dia akan menceritakan tentang keinginan kakeknya," kata Mas Sakti.

"Maaf, saya ingin tanya. Sebelum bertemu langsung dengan Pak Mahendra."

"Apa?"

"Ada masalah apa beliau tidak menyukai perempuan sebagai anggota teamnya?" Pertanyaan yang dari awal berputar di kepalaku, semenjak menginjakkan kaki di perusahaan ini 

"Iya itu, karena ada masalah pribadi. Dia pernah mempunyai masalah besar dengan salah satu manager perempuan di sini dan berakhir manager itu keluar dari sini. Sejak itu, karyawan yang berhubungan langsung dengannya tidak ada yang perempuan!"

"Sudah lama?"

"Lumayan lama. Kamu perempuan pertama setelah sepuluh tahun terkahir ini .... Kenapa?! Kamu takut menghadapinya?" tanyanya sambil memiringkan kepala.

Aku menggelengkan kepalaku. ini sebuah tantangan. Aku harus mematahkan pemikirannya. 

Treeet .... Treeet .... 

Interkom berbunyi dan langsung mengangkatnya.

"Halo, dengan Litu di sini. Bisa saya bantu?" 

"Halo, saya sekertaris Pak Mahendra. Memberitahukan, pertemuan diajukan.  Tolong ke ruangan ini sekarang," ucapnya dan menutup telponnya. 

Huuft, sekertaris dengan bos sama modelnya. Sama-sama kaku. Tidak ada basa-basi apa kek, langsung to the point. Mungkin model seperti ini yang disukai Pak Mahendra. Bisa aku bayangkan seberapa tidak asiknya dia.

Aku meletakkan gagang interkom dan berpaling ke arah Mas Sakti.

"Mas Sakti, kita di tunggu Pak Mahendra sekarang. Meeting diajukan," ucapku membuat dia berdiri dan tersenyum kepadaku sambil berkata, "Kamu sudah siap menghadapi singa perusahaan ini?"

Aku tersenyum dan mengangguk berusaha menguatkan dan menenangkan jantung yang berdetak kencang. Kucing kecil ini akan menunjukkan cakarnya di depan singa perusahaan ini.

'Semangat!'

*****

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bibiana Bili
nice cerita asyekkk dan menantang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status