Home / Romansa / Meet With Mr. Mafia / Bab [05] Strange

Share

Bab [05] Strange

Author: Eeeellllaaaaa
last update Last Updated: 2024-05-29 10:11:57

Jam makan siang sudah tiba. Suasana kantin pun sangat ramai. Bersama dengan Alissa, Rheanne duduk dan menyantap makan siangnya. Kantin perusahaan berada di lantai tiga, sementara ruangan Rheanne berada di lantai tujuh. Itu artinya dia harus turun melewati empat lantai. Jika bukan paksaan dari gadis di depannya ini sudah pasti Rheanne memilih untuk tinggal di ruangannya dan makan siang di sana.

Di sela itu, Rheanne kembali mengingat kejadian tempo hari. Rheanne mendengus saat melirik Alissa yang justru sibuk dengan memotret makanan di depannya. Ck, dasar. Selalu saja begini jika dirinya pergi makan bersama dengan Alissa, pasti gadis itu akan selalu memotret apapun hal yang menurutnya menarik.

Berdehem sejenak, Rheanne pun mulai berucap, “Em, Ally, apa menurutmu Mr. Melvi adalah pria yang normal? Maksudku dia bukan seorang kriminal, kan?” Dengan sedikit ragu Rheanne bertanya.

Rheanne terlalu curiga dan penasaran dengan latar belakang dari Bossnya itu. Rheanne bertanya pada Alissa karena gadis itu pasti mengenal Justin lebih lama sebab Alissa sudah sangat lama bekerja di perusahaan ini.

Alissa menghentikan kegiatannya. Dia lalu menoleh pada Rheanne dengan kerutan samar di dahinya. “Hah? Apa maksudmu?”

Rheanne menggaruk hidungnya sejenak lalu mengangguk samar. “Iya itu, Mr. Melvi. Dia bukan seorang kriminal kan?” tanya Rheanne lagi.

Plak!

“Awh, Alissa!” pekik Rheanne.

Alissa melotot lebar lalu tanpa beban gadis itu langsung memukul bibir Rheanne hingga membuat Rheanne memekik kesal sekaligus kaget.

“Mulutmu itu! Bagaimana jika ada yang dengar?! Bisa mati kita!” sahut Alissa berdecak keras. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan berharap tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka berdua. Bisa gawat jika ada yang mengadu pada Boss mereka itu.

Rheanne mendengus pelan. “Aku hanya bertanya. Tidak perlu memukulku!”

Alissa hanya mendelik malas. “Itu pertanyaan bodoh!” ejek Alissa.

“Lagipula kenapa kau bertanya begitu?” tanyanya.

Rheanne terdiam. Jika dia memberitahu semuanya apa Alissa akan percaya. Tentang dia yang mendapati senjata di balik jas milik Justin, lalu saat dia melihat noda darah di jas milik Justin. Apa Alissa akan percaya padanya? Tapi Rheanne tidak yakin jika gadis di depannya ini akan percaya.

“Tidak, hanya iseng bertanya,” kilah Rheanne menggeleng pelan.

“Aneh. Tidak ada kriminal yang setampan dan keren seperti Mr. Melvi,” cibir Alissa.

“Iya-iya aku percaya.”

“Walaupun Mr. Melvi sedikit kejam, dia tidak mungkin menjadi seorang kriminal,” imbuh Alissa seraya meneguk minuman sodanya.

Seketika Rheanne berhenti mengunyah. Dia menoleh pada Alissa. “Kejam? Maksudmu?” tanya Rheanne. Mendengar kata ‘kejam’ membuatnya sedikit resah.

Alissa mengangguk singkat. “Iya, sedikit.”

Rheanne diam seraya mendengarkan Alissa yang akan kembali berucap. Rheanne penasaran, kejam dalam hal apa. Membunuh, menghajar atau apa?!

Alissa menghela napas lalu mengembuskannya. “Saat itu ada orang yang korupsi uang perusahaan. Dan berita itu terdengar sampai telinga Mr. Melvi. Karena Mr. Melvi membenci seorang yang berkhianat padanya, jadi dia murka dan marah.” Alissa menjeda sejenak ucapannya.

“Walaupun Mr. Melvi tahu alasan Tuan Cedric melakukan korupsi, tapi itu tetap tidak bisa ditolerir. Mr. Melvi marah dan memecat Tuan Cedric. Aku tidak tahu apa yang terjadi setelahnya, tapi beberapa bulan kemudian kami mendapat kabar jika Tuan Cedric telah tewas. Diduga dia bunuh diri karena gila,” terang Alissa menjelaskan.

Kejadian itu memang sudah cukup lama, tapi masih berbekas.

Rheanne terhenyak di tempatnya. “Kau … Serius?”

Alissa mengangguk. “Iya.”

“Kau yakin dia bunuh diri? Bagaimana jika itu ulah dari Mr. Melvi?” ucap Rheanne menduga. Apalagi ketika dirinya mengingat kembali kejadian tempo hari. Itu masuk akal kan? Bisa saja senjata yang Justin miliki untuk membunuh orang.

“Ck, berhenti berpikiran buruk, Rheanne. Lagipula mana mungkin Mr. Melvi melakukan hal itu?” sahut Alissa berdecak.

“Itu mungkin saja,” gumam Rheanne lirih.

Alissa mendengus pelan. Pada akhirnya mereka pun kembali terdiam. Alissa maupun Rheanne saling fokus pada makan siang mereka. Namun, kemudian Rheanne tersadar dan tersentak saat tanpa sengaja melirik jam tangan miliknya.

“What?! Sh*t!” umpat Rheanne pelan. Dengan buru-buru dia meraih gelas minuman miliknya dan langsung meneguknya hingga tandas.

Alissa yang melihat itu menatap heran pada teman barunya itu. “Hey, hey. Calm down. Kenapa buru-buru begitu?”

“Look this! Sial, aku terlambat Alissa! Mati aku!” gerutu Rheanne merutuki dirinya sendiri.

Karena terlalu larut mengobrol dan bergosip dengan Alissa, Rheanne jadi melupakan jika jam masuk kantor sudah lewat. Ini bahkan sudah hampir satu jam dia terlambat. Rheanne benar-benar merutuki dirinya sendiri. Dasar ceroboh kau Rheanne!

Aliss tertawa. “Ups, maaf." Gadis itu menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Rheanne hanya melirik sinis. Dia masih harus menyelesaikan makan siangnya yang tinggal sedikit lagi.

“Santai saja, paling kau hanya mendapat omelan Mr. Melvi.”

“Alissa!”

Alissa terkekeh. “Maaf, tapi aku serius. Mr. Melvi tidak akan memecatmu. Tidak perlu terburu-buru seperti ini."

Rheanne menggeleng keras. Setelah itu beranjak pergi meninggalkan Alissa. Bahkan Rheanne berlari kecil untuk segera sampai di ruangannya. Melihat itu hanya membuat Alissa geleng-geleng.

***

Rheanne berjalan cepat menuju ruangan miliknya. Kembali memaki, Rheanne lupa jika hari ini ada pertemuan dengan klien. Sial sekali, dengan segera Rheanne mengambil berkas di atas meja kerjanya lalu melangkah pergi dari sana. Kini gadis dengan kemeja putih dan rok hitam itu-berdiri di depan pintu ruang rapat. Sejenak Rheanne menarik napasnya lalu membuangnya. Setelah dirasa cukup, Rheanne pun mengetuk tiga kali pintu itu lalu berjalan masuk dengan langkah cepat.

“Maaf Sir, aku-akh!” Belum sempat Rheanne berucap, dia sudah berteriak kaget.

Karena terburu-buru, Rheanne jadi tidak memperhatikan langkah kakinya. Alhasil dia jadi limbung dan terjatuh, tapi bukan itu masalahnya, Rheanne terjatuh bukan pada tempatnya. Kedua tangan Rheanne tanpa sengaja menarik kerah jas milik Justin. Gadis itu terduduk tepat di atas pangkuan Justin. Manik mata milik Rheanne bersibobrok dengan mata tajam milik Justin. Untuk sesaat mereka saling beradu pandang, hingga kemudian Rheanne tersadar dan melotot lebar. Sedangkan dua rekan kerja Justin hanya saling pandang dalam diam.

Dengan cepat Rheanne berdiri dan menunduk. “M-maaf Sir, maafkan aku. A-aku tidak sengaja,” ujar Rheanne tanpa berani menatap Justin yang melirik padanya.

Justin hanya berdehem lalu mengalihkan pandangannya pada dua orang di depannya. Sementara Rheanne mati-matian menahan malu dan terus merutuki dirinya sendiri.

“Ekhm, kalau begitu kami pamit undur diri,” intruksi pria itu. Kedua pria itu pun bangkit berdiri. Diikuti dengan Justin.

Mendengar itu sontak Rheanne melongo tidak percaya. Apa? Rapatnya sudah selesai? Rheanne menggerutu dalam hatinya. Setelah ini dia pasti dalam masalah.

“Senang bisa bekerja sama denganmu.” Pria itu menjabat tangan Justin.

“Jangan lupa untuk menghadiri pesta kali ini. Karena kehadiranmu adalah kehormatan untuk kami,” ucapnya.

“Aku usahakan,” balas Justin singkat.

Setelah kepergian dua pria itu, keadaan ruangan pun hening. Hanya ada Justin dan Rheanne yang sejak tadi terus terdiam di tempatnya. Justin melirik pada sekretarisnya sejenak, lalu setelah itu melenggang pergi tanpa kata. Tersadar, sontak Rheanne bergegas menyusul Justin dengan langkah cepat.

“Sir, maafkan aku,” seru Rheanne. Dia berjalan di belakang Justin dan menatap punggung tegap itu yang berjalan di depannya. Rheanne terus mengikuti langkah Justin.

Rheanne mendesah pelan. “Aku benar-benar tidak sengaja. Aku lupa jika hari ini ada rapat dengan klien. Tolong jangan pecat aku Sir,” ujar Rheanne dengan pelan.

Rheanne takut jika kecerobohannya membuat Justin malah memecat dirinya. Justin menghentikan langkah kakinya lalu berbalik badan, menghadap pada Rheanne. Spontan Rheanne memundurkan langkahnya agar sedikit menjaga jarak dari pria itu. Justin hanya menatap Rheanne dengan pandangan lurus. Tidak ada ekspresi apapun di wajahnya. Entah itu marah atau kesal, tidak ada yang bisa menebak.

“Kembali ke ruanganmu sekarang,” titah Justin tegas.

Dengan patuh Rheanne hanya mengangguk. Dia melangkah lesu ke dalam ruangannya. Duduk dengan lesu di kursi kerja miliknya. Kepalanya ia taruh miring di atas meja, kedua matanya menatap pada ruangan Justin di sampingnya.

“Stupid!” 

Rheanne menelungkupkan kepalanya pada lipatan tangan. Menghentak kasar kedua kakinya. Rasanya dia ingin menangis sekarang juga.

“AH! Aku maluu!” pekik Rheanne tertahan.

Sementara Justin hanya menggeleng pelan. Suara Rheanne cukup terdengar ke dalam ruangannya, bahkan hentakan kaki dari gadis itu pun terasa hingga ke ruangan Justin.

...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Meet With Mr. Mafia   Bab [25] Fight

    Seorang pria baru saja menutup pintu kamar dengan helaan napas panjang. Kakinya melangkah pergi melewati lorong panjang ini dengan senyuman yang mengembang. Dia bersiul penuh riang seraya merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan. Suasana yang hening berubah berisik saat langkahnya menginjak lantai bawah. Suara musik disko yang menggema dengan aroma alkohol yang menyengat adalah hal pertama yang ia tangkap. Namun begitu, pria itu yang tak lain adalah Veer begitu senang dan menikmatinya. Kemudian netra tajam dari matanya menangkap sosok anak buahnya yang justru tengah bermesraan dengan wanita asing di sana. “Bos,” cicitnya pelan ketika melihat sosok pria itu berdiri menjulang dengan wajah datar. “Aku menyuruhmu ke sini bukan berarti kau bermesraan dengan jalang ini!” serunya kasar.Pria itu menunduk dalam dan segera mendorong kasar wanita yang berada di pangkuannya. “Maaf Bos.”Veer mendengus kasar. Dengan berkacak pinggang dia menatap datar anak buahnya. “Siapkan mobil!” titah

  • Meet With Mr. Mafia   Bab [24] Hi, Mother In Law

    Setelah penyerangan yang terjadi semalam, Justin semakin memperketat penjagaan dengan menambah lagi beberapa soldier. Semua itu ia lakukan untuk antisipasi dari serangan yang mungkin terjadi lagi. Rheanne melirik beberapa mobil hitam yang mengikuti mobilnya dan Justin. Rasanya terlihat sangat berlebihan, tapi juga ini dilakukan untuk keamanan mereka. Terlebih penyerangan yang terjadi di hotel semalam membuat Rheannemengamalami sedikit trauma. Ya, bagaimana tidak trauma? Tiba-tiba saja sebuah peluru asing menyasar ke kamar hotel mereka. Hingga tak berselang lama mobil mereka tiba di bandara. Tampak sebuah jet pribadi sudah terparkir apik di bandara yang luas itu. Walaupun Rheanne sudah pernah merasakannya, tapi tetap saja dia masih terkagum dengan bagaimana mewahnya pesawat ini. Sedikit kening Rheanne mengernyit saat cairan berwarna merah itu masuk dan mengalir melewati kerongkongannya. Rheanne menatap minuman itu di tangannya kemudian menyimpan lagi di atas meja kecil di depan

  • Meet With Mr. Mafia   Bab [23] Attack

    Sejak awal pesta bahkan di penghujung pesta sekalipun, Rheanne masih bersikap ketus pada Justin. Selama di mobil pun setiap Justin mengajak bicara hanya dibalas kebungkaman oleh Rheanne.Astaga! Wanita dengan segala sifat rumitnya."Rheanne ..." panggil Justin seraya menggapai tangan Rheanne dan hendak untuk menciumnya, namun segera Rheanne tepis dengan delikan sinis yang ia berikan. "Don't touch me!" seru Rheanne melipat kedua tangannya dan berpaling ke arah jendela. Justin mendengus kasar. Pria itu tampak sudah mulai geram sekaligus kesal dengan sikap kekanakan dari wanita itu. Walau begitu Justin sebisa mungkin menahan kesabarannya. Sungguh, Justin lebih memilih menghadapi ribuan musuh dari pada harus menghadapi satu wanita dengan sikap rumitnya. Netra Rheanne terus bergulir dan memperhatikan seluruh hotel ini dengan sedikit termenung. Jadi, bangunan besar ini adalah hotel milik Justin? Rheanne tidak tau harus berkata apalagi saat satu-persatu aset-aset milik Justin mulai terun

  • Meet With Mr. Mafia   Bab [22] Bussines Trip

    Rheanne memandang dirinya di depan cermin. Mendengus kesal saat melihat begitu banyak bercak merah di sekitaran leher dan area dadanya. Ulah siapa lagi jika bukan Justin. Sejak lima belas menit yang lalu mereka baru menyelesaikan mandi mereka dan sejak itu Rheanne terus saja mendumel serta menggerutu pada Justin. Kedua tangan Rheanne perlahan mulai memasangkan sebuah syal rajut berwarna coklat pada lehernya. Hal itu tentu saja untuk menutupi hasil dari perbuatan Justin. Akan malu rasanya jika semua orang melihatnya. Ekor mata Rheanne melirik Justin melalui cermin. Lihat, wajah tidak berdosanya itu membuat Rheanne semakin jengkel. Dengan santai Justin memasang dasi dan bertelepon dengan seseorang. “Cantik,” puji Justin berjalan menghampiri Rheanne setelah selesai dengan teleponnya. Justin tersenyum samar lalu mencuri ciuman di bibir pink Rheanne. Menyesap dan sedikit menekannya. Ciuman itu semakin dalam dan hanyut sebelum Rheanne memberikan pukulan pada bahu keras milik Justin. Men

  • Meet With Mr. Mafia   Bab [21] Anger

    Nick berjalan dengan bersenandung kecil. Dia menghirup jarinya yang masih tercium aroma tubuh Rheanne di sana. “Hah … Harum sekali,” gumam Nick. Tiba-tiba pikiran liarnya keluar saat menghirup wangi wanita itu. Nick berjalan keluar dari mansion besar milik Justin. Hingga saat Nick hendak menggapai pintu mobil tiba-tiba dia merasakan pandangannya menggelap. Sesuatu menutup kepalanya hingga membuat Nick sesak napas. **“Lepaskan aku! Siapa kalian?!” teriak Nick memberontak. Apalagi saat dua orang itu menyeret dan membawa dirinya entah ke mana. Nick menghirup oksigen sebanyak-banyaknya saat kain yang menutupi wajahnya dibuka. Dia mengedarkan pandangan di tempat asing ini. Nick tidak tahu sekarang dia ada di mana. Terlebih tempat ini begitu aneh. Tidak ada pencahayaan di sini. Hingga netra Nick menangkap seseorang yang duduk membelakangi dengan kepulan asap dari bibirnya. “SHIT! Siapa kalian dan apa urusannya denganku?!” seru Nick marah. Nick melihat seseorang itu membuang batang r

  • Meet With Mr. Mafia   Bab [20] Dokter Gila

    Rheanne masih bergeming mendengar pengakuan dari Justin. Otaknya masih mencerna setiap kata yang Justin lontarkan. Rheanne menatap mata Justin. Kini mereka saling menatap satu sama lain. Setelah tatapan mereka terkunci untuk beberapa saat, Rheanne memilih untuk memutuskan pandangannya. Rheanne memalingkan wajahnya. “Omong kosong!” cibir Rheanne mencebik bibirnya. Justin menautkan alisnya mendengar jawaban dari Rheanne. “Kau tidak percaya?” “Tidak.”Percaya pada Justin? Itu sama saja menyesatkan diri. Lagipula ini masih terlalu cepat dari pertama kali mereka bertemu, dan Justin tiba-tiba mengatakan suka padanya. Ck, sangat sulit untuk dipercayai. “Tidak peduli. Aku tetap menyukaimu,” ujar Justin tegas. Dia meraih dagu Rheanne dan mencium rakus bibir wanita itu. Rheanne memukul keras dada Justin saat merasakan pasokan oksigen yang menipis. Namun Justin seolah tidak peduli. Pria itu terus memperdalam ciumannya dan enggan untuk melepaskan. Rheanne berhasil mendorong Justin dengan ti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status