"Aku kira apa tadi merah-merah di tengah danau. Ternyata bidadari yang jatuh dari surga. Apakah kau masih suci? Bolehkah aku merasakan surga dunia darimu?" Kata salah satu dari mereka.
"Jangan mendekat. Aku adalah selir kesayangan Pangeran Erwin. Jika kalian berani menyentuhku, Pangeran akan menghukum kalian. Tapi jika kalian membiarkanku pergi, aku akan membujuk Pangeran untuk memberikan kalian hadiah." Kataku berusaha membela diri.
"Hadiah apa yang lebih indah dari merasakan surga duniawi bersama selir kesayangan Pangeran angkuh itu. Menyentuhmu adalah cara terbaik untuk menghina dirinya."
Saat mereka mendekatiku, aku berusaha melawan. Aku memukul mereka sekuat yang aku bisa. Namun, mereka juga memukulku balik hingga aku jatuh tak berdaya di rerumputan. Aku menjerit dan meronta-ronta. Berusaha sekuat tenaga mengatupkan kedua pahaku. Namun, mereka berhasil membukanya. Kemudian, mereka menamparku dengan sangat keras hingga pandanganku kabur. Kepalaku sakit luar biasa Aku tak berdaya lagi.
"Erwin... Maafkan aku..." Pikirku.
Rasanya sakit luar biasa. Seharusnya aku memberikan "itu" pada Erwin, tetapi para pria ini mengambilnya terlebih dahulu. Mereka memegangi tangan dan kakiku. Mereka juga membekap mulutku dengan tangan mereka yang kotor. Mereka tampak cengengesan menunggu giliran.
"Erwin... Erwin tidak akan menerimaku lagi. Ia akan mengusirku dari istana. Segala hal tentang kami akan berakhir." Pikirku.
Kemudian, aku melihat Erwin dari kejauhan. Dibuangnya makanan yang ia bawa dan dengan segera ia berlari ke arah kami. Erwin kemudian memukul lelaki yang tadi berada di atas tubuhku.
"Apa-apaan ini. Hey, jika kau mau ikut bersenang-senang, kau harus mengantri sampai aku selesai."
"Bajingan..." Kata Erwin.
Erwin kembali meninju wajahnya hingga giginya rontok. Dan segera perkelahian delapan lawan satu terjadi. Antara Erwin dan para pemuda itu. Perkelahian yang dengan mudah dimenangkan Erwin. Empat terbunuh dan empat yang lainnya lari terbirit-birit.
"Nona... Oh tuhan, nonaku yang malang..." Kata Erwin.
Ia melepaskan mantelnya dan digunakannya untuk menutupi tubuhku. Setelah itu, ia membopongku dan kami kembali ke istana. Aku pingsan di tengah perjalanan.
Bangun-bangun, aku sudah berada di sisi Erwin, di kamarnya. Itu sudah malam hari.
"Erwin..." Kataku. Aku bangun dari posisi berbaring.
"Nona, bersandarlah dulu. Istirahat. Lihat, aku memetik buah delima kesukaanmu. Dan ada anggur Shiraz, keskul, baklava, susu almond, semua kesukaanmu ada di sini. Aku ambilkan, ya."
Aku meraih lengan Erwin dan meremasnya. Aku tak ingin ia pergi dulu.
"Erwin... Maafkan aku..." kataku.
Mataku memanas mengingat kejadian itu.
Air mata mengalir keluar dari mataku dengan sendirinya.
"Aku sangat menyesal." Kataku.
"Nona, seharusnya aku yang minta maaf. Aku tak dapat menjagamu."
"Aku sudah tidak suci lagi kan? Kau tidak akan menerimaku lagi."
"Tidak, nonaku tercinta. Itu tidak benar. Aku datang tepat waktu saat itu, nona. Mereka belum menyentuhmu sejauh itu."
"Benarkah? Tapi aku merasakan mereka...."
Sebelum kalimatku selesai, Erwin meletakkan jari telunjuknya di bibirku.
"Hushhh... itu tidak benar, nona. Kau masih suci sebagaimana kau dilahirkan. Dan jika pun tidak, apa yang berubah? Kau masih nonaku yang manis dan baik hati. Kehilangan kesucianmu tidak membuatmu lebih hina, nona."
Aku menangis mendengarnya.
Erwin kemudian mencium pipi kiriku pelan-pelan. Lalu pipi kananku. Lalu keningku. Hidungku. Dan terakhir bibirku. Itu membuatku tersenyum.
"Terima kasih, Erwin." Kataku.
"Tahukah kau bahwa aku mencintaimu?" Kata Erwin.
"Aku tahu. Aku juga cinta padamu." Balasku.
"Aku mencintaimu, Anna. Apapun bentuk, rupa, dan kondisimu, aku akan tetap mencintaimu. Aku adalah budak bagi hati dan jiwamu."
****
Setelah itu, kami berdua tertidur. Namun, aku terbangun di tengah malam. Aku masih memikirkan kejadian itu. Aku rasa mereka berhasil mengambil kesucianku. Buktinya, selangkanganku rasanya sakit luar biasa. Tapi mengapa Erwin berbohong? Tidak ada lelaki di luar sana yang mau menerima perempuan yang tidak suci lagi. Dan ia adalah seorang pangeran. Ia bisa mendapatkan wanita mana pun. Yang lebih suci dan cantik. Mengapa ia masih mempertahankanku? Satu-satunya jawaban adalah : ia benar-benar mencintaiku.
****
Pintu kamar kami tiba-tiba diketuk. Aku membangunkan Erwin.
"Erwin, seseorang nampaknya mengetuk pintu."
"Pasti sangat penting hingga mereka mengganggu di jam selarut ini." Erwin bangkit dan berjalan ke arah pintu.
Kemudian, ia membuka pintu. Ada seorang pria, nampaknya seorang prajurit. Aku bisa mendengar apa yang ia katakan.
"Jean? Ada kabar apa hingga kau harus datang selarut ini."
"Maaf mengganggu waktu istirahatmu, komandan. Ini kabar yang sangat baik. Adipati Ivan sudah berhasil ditangkap di tempat persembunyiannya. Kini, ia ada di penjara istana."
"Sungguh, kerja bagus, Jean." Kata Erwin dengan nada senang.
Ia memanggil Erwin dengan nama komandan, bukan Pangeran. Unik sekali.
Setelah itu, Erwin memerintahkan lelaki bernama Jean itu pergi. Dengan penuh senyuman ia kembali berbaring ke tempat tidur. Ia memegang tanganku erat-erat.
"Siapa Jean itu? Siapa Adipati Ivan?" Tanyaku.
"Jean adalah bawahanku, nona. Adipati Ivan itu adalah pemimpin pemberontakan daerah yang kemarin aku ceritakan. Ia bersembunyi selama ini. Dan kini, ia sudah tertangkap."
"Apa yang akan terjadi padanya?"
"Iya akan dieksekusi mati besok. Dengan cara dibakar hidup-hidup menggunakan api Frenya."
"Siapa lagi Frenya."
"Naga peliharaan keluargaku. Ia hibernasi bertahun-tahun yang lalu. Kini, ia punya alasan yang tepat untuk bangun lagi."
Aku terbelalak.
"Naga?"
"Iya."
"Naga sungguhan? Aku tak pernah melihat ada naga di sekitar sini sebelumnya."
"Memang hanya ada satu naga yang mungkin ada di muka bumi. Dan itu adalah milik keluargaku. Ikutlah besok pagi denganku. Kau akan melihatnya sendiri."
****
Keesokan harinya, selangkanganku masih sangat sakit, tetapi aku menahannya. Jika tidak begitu, Erwin akan memaksaku istirahat seharian. Aku ingin melihat naga hidup bersama Erwin.
Aku, Erwin, sang raja dan seluruh anggota keluarga kerajaan, sang terdakwa hukuman mati, para prajurit, dan lain-lainnya menuju ke sebuah padang rumput luas yang terletak di belakang istana. Aku sering melihat padang rumput ini dari jendela harem, tetapi tak pernah ada naga. Bukankah seharusnya ada gua atau semacamnya sebagai tempat tidur naga itu?
"Di mana naganya?" Kataku pada Erwin. Aku menggenggam erat tangannya.
"Sebentar lagi kau akan melihatnya, nona."
Si terdakwa hukuman mati dilepaskan dari rantai-rantai yang melilit tubuhnya. Setelah itu, ia diizinkan bicara :
"Jika kau punya kata-kata terakhir maka sekarang lah waktumu untuk mengatakannya." Kata sang raja.
"Yang mulia, aku memang bersalah. Aku mengakui kejahatanku. Tapi, putriku, Nona Arista, ia tidak terlibat sedikit pun dalam kejahatanku. Tadi siang, aku sudah setuju pada kesepakatan kita. Aku akan menyerahkan sepuluh ribu pasukanku yang tersisa asalkan kau mau menikahi putriku. Tolong, lindungi putriku. Tolong, lindungi dan jaga dirinya baik-baik. Kau tak perlu menjadikannya ratu utama. Yang paling penting adalah ia sehat dan bahagia. Aku titipkan putriku tersayang padamu."
Sang raja mengangguk.
"Jadi, di mana naganya?" Tanyaku lagi.
"Ini dia, nona."
Semua orang tiba-tiba melihat ke arah Erwin. Sang raja menganggukan kepalanya.
"Frenya !" Kata Erwin dengan lantang.
Tanah bergetar. Gempa kecil terjadi. Di hadapan kami, ada sebuah batu raksasa yang besarnya hampir menyerupai sebuah bukti. Batu itu ternyata bukan batu, tetapi naga yang tertidur dengan menelungkupkan sayap-sayap besarnya. Dan kini naga itu bangun dan berjalan ke arah kami."Kau takut, nona?" Tanya Erwin.Aku terdiam selama beberapa saat. Terbelalak melihat naga itu."Itu naga yang paling besar yang pernah aku lihat." Kataku pada Erwin setelah pulih dari ras kaget."Tunggu, kau pernah melihat naga sebelumnya?""Rasanya pernah. Mungkin dari buku-buku cerita.""Baguslah."Naga Frenya itu berwarna hitam legam sempurna. Tampak sangat menakutkan seperti monster dari neraka. Gigi taringnya berukuran setinggi badanku. Lehernya panjang sekali. Tampak seperti kadal dengan sayap.Ketika naga itu sudah dekat dengan kami, Erwin berjalan ke arahnya. Ia membelai kepala naga itu. Dan naga itu jinak seperti anak kucing.Si terdakwa hukuman mati di bawa ke hadapan naga itu. Semua orang mundur jauh ke
Saat ia hendak mengarahkan busur panah ke arahku, Naga Frenya memekik dengan sangat keras, membuat perhatiannya bubar. Lalu, kejadian yang tak pernah akan kami duga terjadi. Naga Frenya menyemburkan apinya ke arah sang raja. Beberapa putri di dekat sang raja juga terkena api itu. Bahkan, Erwin pun nampak kaget. Sang raja berguling-guling ke arah rumput untuk memadamkan api di tubuhnya.Erwin kembali menenangkan Frenya. Beberapa prajurit membantu memadamkan api yang membakar tubuh sang raja."Nona, ayo pergi dari sini." Kata Erwin.Ia membopongku. Dan dengan cepat, kami menaiki Flynn untuk sampai ke istana. Aku melihat Naga Frenya kembali ke posisi tidurnya. Telungkup menjadi batu.Setelah sampai di istana, Erwin membopongku menuju kamarnya. Kemudian, ia memanggil tabib. Saat tabib melepas rok yang aku kenakan, paha dalamku sudah merah karena darah. Erwin sampai memalingkan wajahnya. "Kau biasa menusuk dada musuhmu dengan pedang. Dan sekarang berpaling melihat darah di pahaku?""Sebab
"Kata-katamu itu bisa menjadi skandal, tuan. Kau tidak seharusnya mengatakan itu." Kataku."Maafkan aku, nona. Tapi begitulah kenyataannya. Aku tertarik padamu. Aku belum sepenuhnya melupakanmu. Dan kau tahu? Tak pernah kusangka Pangeran Erwin yang kukenal tak berhati, yang dengan entengnya mengorbankan banyak nyawa prajurit dan warga sipil demi menyelesaikan misi, bisa diperbudak oleh kecantikan wajahmu. Oh tidak, maksudku... Erwin diperbudak oleh naluri lelakinya. Naluri untuk mengawini perempuan yang ia anggap cantik telah menguasai jiwanya, sampai-sampai ia rela menerimamu walau kau sudah dinikmati lelaki-lelaki lain. Dia tidak sungguh-sungguh mencintaimu, nona. Dia hanya menjadikanmu budak pemuas nafsunya. Jika ia telah bosan menidurimu, aku akan menjadikanmu wanitaku. Tidak apa-apa, aku sudah biasa mendapatkan barang bekas di istana ini."Aku rasa semua ia berbohong. Ia tak tertarik padaku. Lewat sorot matanya, aku cukup yakin bahwa ia membenciku, walaupun aku tak tahu alasan me
"Kau punya tubuh yang indah." Kata Erwin pendek sebelum ia menarik selimut dan menutup mata."Lelaki memang makhluk yang aneh." Kataku.***Kata orang, saat kau tidur dalam kondisi demam, kau bisa memimpikan hal-hal aneh. Itu terjadi pula padaku. Mimpiku aneh sekali, tetapi indah dan amat nyata. Dan saat aku bermimpi itu, aku sadar bahwa aku sedang bermimpi. Alam mimpiku amat indah dan ajaib. Aku berada di sebuah padang rumput yang sangat luas, dengan sinar mentari yang hangat. Di tengah padang rumput itu, ada pohon besar yang daunnya bisa berubah menjadi burung-burung bersayap biru.Untuk bangun dari mimpi itu, aku mencoba mencubit lenganku. Namun, aku tetap berada di alam mimpi, tak terbangun sama sekali."Biasanya cubitan selalu berhasil. Ya sudah, aku rasa aku akan tamasya di alam mimpi ini." Pikirku.Aku pun menjelajahi alam mimpi. Dan banyak sekali kutemukan keanehan.Pertama, semua orang di sini berambut merah dan bermata ungu, seperti diriku.Kedua, orang-orang mewarnai mawar
Aku kembali ke kamar Erwin dalam keadaan kesal. Erwin belum juga kembali. Kepalaku kembali pusing dan sakit, bahkan lebih sakit dari yang sebelumnya. Aku mencoba menghilangkannya dengan tidur siang. Bahkan dalam tidur siangku, aku kembali ke alam mimpi. Sebagaimana sebelumnya, aku sadar bahwa aku sedang bermimpi. Dan aku tak bisa keluar dari alam mimpi itu dengan mencubit diriku sendiri. Aku tak bisa keluar dari alam mimpi dan terbangun dari tidurku semauku. Hargan, nama tempat di alam mimpiku, yang indah dan surgawi. Andai aku bisa mengajak Erwin ke sini. Aku terbangun di sore hari dengan tubuh yang berkeringat dingin. Aku melihat Erwin sedang duduk di kursi meja kerjanya."Kau mau makan malam?" Tanya Erwin ketika ia sadar aku bangun. Aku beranjak dari tempat tidur dan duduk di pangkuan Erwin."Apa kau akan menikahi Nona Arista?"Erwin memalingkan wajahnya."Aku tidak ingin, nona, tetapi mungkin itu akan terjadi. Grigori tadi membahas tentang itu.""Tadi aku bertengkar dengannya."Er
Sebagaimana tiap penyamaran yang ia lakukan, Erwin memakai mantel untuk menutupi rambut pirangnya. Aku mengenakan kerudung yang terhampar hingga ke bawah mataku. Akan jadi masalah jika mereka mengetahui aku punya mata berwarna ungu. Erwin dan aku mengunjungi sebuah kedai kopi dan memesan dua gelas kopi untuk kami berdua. Dan dengan basa-basi, ia mulai berbincang dengan para pengunjung kedai. Lalu, ia mulai mengarahkan perbicangan itu ke arah topik kematian sang raja."Syukurlah raja itu mati." Kata seorang tua yang duduk di hadapan kami. "Mari kita semua jujur, kita tersiksa saat ia menjadi raja." "Itu benar. Pangeran Erwin memang sombong, tetapi setidaknya ia berguna di medan perang. Yah, walaupun memerintah kerajaan itu sangat jauh berbeda daripada memenangkan perang. Klan Harlow juga sudah tidak bisa mengandalkan naga mereka lagi. Pasti akan terjadi pemberontakan yang lebih banyak." Aku tersenyum kecil mendengar mereka membicarakan hal baik tentang Erwin. "Erwin akan jadi raja y
"Melihat lelaki yang aku cintai mencium bibir perempuan adalah siksaan bagi mataku, madam." Kataku pada Madam Alisya saat ia bertanya mengapa aku memalingkan wajah. "Lihat, nona. Aku mohon, lihatlah." Katanya.Pelan-pelan, aku menoleh ke arah Erwin dan Nona Arista. Erwin tidak mencium bibirnya ! Ia mencium tangannya. Itu bukti kesetiaan yang berlebihan, tetapi aku sangat suka.Setelah itu, Erwin menoleh ke arahku dan tersenyum. Aku tersenyum balik. Bahkan ketika saat itu adalah upacara pernikahan Erwin dan Nona Arista, Erwin tetap mengingat diriku. Nona Arista pasti kesal setengah mati, sebab di upacara pernikahanku yang dilangsungkan tepat setelah upacara pernikahannya selesai, Erwin mencium bibirku. "Kau boleh mencium pengantin wanitamu."Dan Erwin segera mencium bibirku dengan mesra. Orang-orang banyak yang tidak bertepuk tangan, tapi aku tidak peduli. Terserah mereka mau tepuk tangan atau tidak.Setelah selesai upacara pernikahan kami berdua, malam itu juga, Erwin dimahkotai. Pe
Anna Point Of View :"Rasanya seperti ditusuk belati." Kataku dalam hati saat Erwin menanyakan bagaimana rasanya.Tak pernah kubayangkan bahwa bercinta yang katanya terasa seperti surga duniawi itu ternyata sedemikian menyakitkan. Erwin tampak sangat menikmatinya, tetapi aku seperti di neraka. Aku berdoa agar air mataku tidak jatuh karena rasa sakit di selangkanganku ini, agar Erwin tidak terganggu. Jika Erwin tahu ia menyakitiku, ia pasti menghentikannya."Lihat aku, nona." Kata Erwin.Aku menatap ke arahnya dan tersenyum sedemikian manis."Kapan kau selesai?""Aku baru mulai, nona."Aku kembali menatap langit-langit sembari menahan rasa sakit. Menunggu sampai Erwin selesai melampiaskan hasratnya. "Apakah sakit?" Tanyanya."Sedikit. Ah, Erwin. Tolong selesaikanlah dengan cepat."Setelah malam pertama itu selesai, Erwin berguling ke samping dengan napas satu-satu. Aku membalikkan badan dan menumpahkan air mataku."Nona, kau menangis." Kata Erwin."Aku menangis bahagia. Kita akan sege