"Mommy melihat Xander?" Sera menghampiri Angeline. Bertanya pada ibu mertuanya itu. Ketika keluar dari kamar mandi, ia sudah tidak melihat Xander yang awalnya masih tidur di ranjang.Angeline yang sedang mengeluarkan sesuatu dari dalam wadah menoleh. "Xander sedang berkuda dengan Daddy mu," jawabnya.Sera mengernyit. "Pagi-pagi begini?" "Iya. Sekalian berolahraga katanya. Daddy mu yang memaksa Xander untuk ikut, karena tidak mau sendirian. Xander awalnya tidak mau. Tapi setelah dijanjikan Ferrari p4/5, anak itu langsung bersemangat," jelas Angeline.Sera terkekeh. Pantas saja Xander mau bangun pagi hanya untuk sekedar berolahraga. Suaminya itu paling malas jika disuruh olahraga, tapi meski begitu badannya tetap bagus. Ternyata Xander dijanjikan sebuah mobil yang memang sangat diinginkannya.Sera tahu mobil itu hanya diproduksi satu unit di dunia. Dan kalah cepat dengan daddynya yang sudah membelinya lebih dulu. Ayah dan anak itu memang sering bersaing untuk mendapatkan barang-barang
"Aku...sebelumnya tinggal di Galaxy club." Bibir Tania terlalu sulit berkata bohong sehingga kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya. Padahal ia sudah berencana tidak akan mengatakannya. "Apa?" Angeline menatapnya bingung."Bukankah itu tempat para pel–" Alex ikut bertanya. Tapi perkataannya belum selesai ketika ia kembali mengatupkan bibir."Tania tinggal di rumah yang berada didekat Galaxy club, Mom, Dad. Bukan di Galaxy Club-nya. Dia pasti salah berbicara." Sera menyahut dengan kekehan garing. "Benar kan, Tania?"Tania mengangguk kaku. Angeline diam dengan kernyitan di dahi sebelum ikut terkekeh. "Oh, jadi seperti itu."Suasana kemudian menjadi hening. Hanya ada suara sendok yang beradu dengan piring. Hingga suara batuk seseorang memecah keheningan. Semua orang menoleh pada Tania yang terbatuk hebat dengan tangan memegangi leher.Xander dengan gerakan tidak kentaranya mendorong gelas berisi air ke arah Tania. Lelaki itu duduk di depan Tania.Tania yang memang butuh minum lan
Keluar dari lift, Tania menghampiri pelayan yang terlihat sedang mengelap meja di ruang tamu. "Halo Lyla," sapanya dengan senyum tersungging di bibirnya."Nona? Nona sudah sembuh?" tanya Lyla. Ia tidak ke kamar Tania karena Angeline melarangnya. Nyonya besarnya itu yang berkata akan merawat Tania sendiri."Sudah," jawab Tania. Hanya ruam kemerahan di kulitnya akibat alergi saja yang masih tersisa. Tapi sudah tidak terlalu gatal seperti sebelumnya."Saya melihat Nona sepertinya sangat senang? Karena sudah sembuh ya?"Tania yang wajahnya berseri, tampak semakin berseri lagi. Wanita itu tersenyum sangat lebar. Ia memang senang karena sudah tidak merasa sesak napas dan demam lagi, kulitnya juga tidak terlalu gatal. Tapi ada yang membuat Tania lebih merasa senang. Yaitu orang yang merawatnya hingga sembuh seperti ini.Tania merasa dipedulikan, diperhatikan oleh ibunya. Angeline memang bukan ibunya. Tapi bolehkah Tania menganggapnya sebagai ibunya? Tania terlalu senang mendapatkan sesuatu y
Tania keluar dari mobil setelah dibukakan pintu oleh Jonathan. Lalu berjalan bersisian melewati lorong rumah sakit. Setelah 'bergosip' tentang Xander, Jonathan mengajak Tania untuk jalan-jalan. Tania menerimanya karena ia tidak ada pekerjaan di rumah. Tania merasa bosan.Niat awal memang untuk berjalan-jalan. Tapi saat di perjalanan, Jonathan tiba-tiba menerima telepon dari rumah sakit. Jadilah mereka di sini sekarang."Kau mau menunggu di ruangan ku?""Aku ingin berkeliling sekitar rumah sakit saja. Apakah boleh?""Boleh, terserah padamu. Aku mengajakmu jalan-jalan, tapi malah berakhir di sini. Maaf ya," ucap Jonathan tidak enak hati. Tapi pasiennya tidak bisa ditinggalkan."Tidak apa-apa." Tania tersenyum tidak masalah."Aku akan menyelesaikan pekerjaanku dengan cepat. Lalu kita pergi ke tempat yang kau inginkan."Tania mengangguk. Jonathan mengacak rambutnya, kemudian pergi ke ruang operasi. Mereka berdua memang langsung akrab secepat itu. Karena Tania melihat Jonathan sebagai oran
"Dari mana saja kau?!"Tania baru memasuki pintu masuk mansion saat teriakan Xander itu membuatnya berjengit kaget."Kau dari mana? Kenapa tidak memberitahu jika ingin pergi?" Sera bertanya pada Tania. "Dia pergi bersamaku. Bukankah pelayan sudah memberitahumu?" Jonathan yang baru masuk menyahut. Saat ia mengajak Tania pergi, Xander dan Sera sedang tidak ada. Tapi ia sudah memberitahu pelayan agar mengatakannya pada mereka."Apa ada yang mengizinkanmu membawanya?" ujar Xander datar. "Kau bisa memberitahuku atau Sera terlebih dahulu. Dia panik mencarinya.""Sera yang panik, atau dirimu X?"Sera mengerutkan kening. "Kau berbicara tidak jelas lagi," ucapnya dengan memutar bola matanya. "Xander tentu saja juga panik. Tania tidak bisa ditemukan, sementara dia membawa anak kami di perutnya.""Baiklah, baiklah, aku minta maaf karena mengajak Tania pergi tanpa memberitahu kalian dulu." Jonathan mengalah.Xander melihat Tania yang menunduk. "Apa kau tidak bisa mengabari barang hanya sebentar?
Tania bergerak gelisah dalam tidurnya. Tubuhnya ia baringkan dengan posisi miring ke kiri. Sebentar kemudian berubah menjadi ke kanan. Lain menjadi terlentang.Tania membuka matanya sembari memegangi perut sebelum kemudian duduk. Ia mengucek matanya, lalu melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua pagi.Tidur Tania sudah sangat nyenyak sebelumnya. Tapi dibangunkan oleh rasa lapar di perutnya. Ia sudah mencoba menahan dan berusaha untuk kembali tidur, tadi tidak bisa.Tania akhirnya turun dari ranjang dan berjalan keluar kamar. Suasana di sekitarnya tampak sepi dan gelap. Semua orang pasti sudah tidur. Pintu kamar Xander dan Sera juga tertutup rapat.Tania pergi ke dapur. Tanpa menyalakan lampu, ia masuk ke dalam. Mencari makanan yang bisa dimakan di dalam kulkas. Tapi tidak terdapat apapun. Hanya ada bahan makanan mentah. Tania tidak bisa menunggu untuk memasaknya terlebih dahulu.Tania beralih ke lemari pantry, dan ia menemukan sesuatu di sana. Sebuah toples berisi
Tania memejamkan mata menikmati udara yang berhembus di wajahnya. Wanita dengan blus putih itu duduk di atas rerumputan taman. Tangannya memegang bunga daisy yang dipetiknya.Tania membuka mata, menghela napas. Merasa bosan. Ia ingin mengajak setidaknya satu pelayan untuk bermain, tapi tidak ada yang bisa. Mereka harus mengerjakan pekerjaannya. Ketika Tania ingin membantu pekerjaan mereka, itu juga tidak diperbolehkan. Gadis seusia Tania masih senang-senangnya untuk bermain, bercanda dan mengobrol banyak hal dengan teman-temannya. Tapi ia tidak pernah bisa merasakan kesenangan itu. Tania tidak memiliki teman. Hidupnya selalu terkurung sejak kecil. Tidak ada kata bermain. Hanya bekerja dan bekerja. Lalu ketika Tania sudah merasa bebas sekarang, tidak lagi harus dipaksa setiap harinya, ia tetap tidak bisa merasakan kesenangan itu. Geraknya dibatasi karena bayi yang ada di perutnya.Tania menggulirkan bola matanya saat melihat sebuah kupu-kupu dengan sayap berwarna hitam dan putih terb
"Jingle bells, jingle bells, jingle all the way...."Alunan lagu natal memenuhi seisi mansion. Semua orang bergembira. Tania, hingga para pekerja yang tampak sangat bersemangat.Tania tampak sangat gembira. Wanita yang tidak pernah merasakan bagaimana perayaan natal itu tidak melunturkan senyum sejak tadi. Ia bahkan yang terlihat paling bersemangat.Lain halnya dengan Xander. Lelaki itu sepertinya mulai bosan dengan natal yang setiap tahun selalu dirayakan itu. Ia hanya duduk di sofa. Sibuk dengan ponselnya di saat yang lain tengah bergembira di sekitarnya."Apa aku ketinggalan?" Sera yang baru muncul dari pintu utama melepaskan mantel tebalnya. Sedikit merasa menggigil karena udara dingin di luar mansion."Sera!" Tania berlari kecil menghampiri Sera. Meraih tangan wanita itu dengan senyum di bibirnya. "Kau lama sekali pulangnya," katanya dengan bibir yang berubah mencebik. Seharian Sera tidak ada di rumah. Ia menghadiri sebuah charity dan baru sekarang kembali.Sera terkekeh. Ia kemu