Share

Bab 4. Sebuah Lingerie

Penulis: Melisristi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-07 11:56:03

"Ya Allah ... apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus menggunakan baju ini?" tanya Kinara sembari menatap baju merah pekat tersebut. Baju yang kurang bahan, terdapat bolong-bolong di setiap inci baju tersebut. Bahkan jika dipakai pun terlihat sudah seperti tengah telanjang. 

Bagi Kinara yang setiap harinya memakai jilbab menutup seluruh tubuh jelas membuatnya uring-uringan sendiri. Antara mengiyakan permintaan Aarav atau mungkin ... mencari alasan agar malam ini tidak terjadi? 

"Ah! Apa yang harus aku lakukan?" Kinara frustasi sendiri. Dia meremas kepalanya dengan resah nan gelisah. Diusianya yang sudah berkepala tiga membuat dirinya semakin takut saja. Padahal seharusnya dia bersyukur karena sudah menikah, tidak dikatakan perawan tua lagi. Apalagi oleh para tetangga yang sukanya menjudge dirinya. 

Bukankah ini kesempatan bagus untuk menutup mulut mereka yang selama ini menghina dirinya? 

Tapi, membalas dendam pun bukanlah jalan terbaik. Karena yang jadi masalahnya ... 

Ia akan dilempar jauh oleh suami setelah dirinya melahirkan seorang anak! 

Argghh!

"Aku hanya perlu mencari alasan, kan?" gumam Kinara dengan pikiran yang berkecamuk. 

"Ya! Aku hanya perlu mencari alasan. Tapi, alasan apa?" Kini pikiran itu semakin membebani Kinara. Seakan beban itu ingin terus menumpuk di dalam otaknya membuat otak tersebut ingin pecah sudah. 

Kinara menatap wajah sang Adik yang sudah tertidur pulas. Ah, adiknya tidak tahu saja bahwa hidup kakaknya tengah dipertahurkan antara hidup dan mati. 

Pada akhirnya Kinara menghela nafas panjang lebih dahulu. Beranjak kemudian berdiri di depan cermin yang berukuran besar. Dia menatap pantulan dirinya sendiri. Kemudian mengangkat tinggi-tinggi lingerie merah pekat itu. 

Ingin rasanya Kinara menangis, menjerit dan melempar barang yang ada. Situasi ini benar-benar membuat jantungan hampir mau copot. 

"Tidak apa, Kinar. Semuanya akan baik-baik saja!" ucap Kinara meyakinkan dirinya. Dia mengepalkan kedua tangannya. 

"Yo Kinar. Kamu pasti bisa menolaknya untuk malam ini!" ucapnya kembali. 

Untuk kesekian kali Kinara menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. 

Tarikkk keluarkan ... tariikk keluarkan ... tarikkk keluarkan ... Tarikkkk---

Sebentar? Kok, jadi kayak melahirkan ya? 

Kinara menggeleng cepat. Bisa-bisanya ia seperti orang bodoh. Ish! 

"Ayo Kinar, semangat!"

Kinara menggenggam erat lingeri tersebut. Berjalan menuju kamar yang disuruh Aarav padanya. 

Tenggorokannya kering, bibirnya terkatup rapat. Kakinya bergetar begitu hebat. Tidak lupa, keringat membasahi pelipis, berjatuhan menuju pipi. Hingga saat keringat itu jatuh ke bibir dia menelannya tanpa tahu malu. 

"Eum, enak juga ternyata keringatku," celetuk Kinar yang kini sudah berdiri di ambang pintu. 

Ancang-ancang untuk membuka pintunya dia malah menempelkan telinganya di daun pintu. 

Tidak terdengar apapun, hanya suara jangkrik yang terdengar di jendela luar sana. Menambah ketegangan yang dirasa Kinara. 

"Huhhh ... okke, bismillah!"

Krrrriiiieeetttttttt

Suara derit pintu yang di putar seakan ikut tegang. Membuat atmosfer yang ada semakin mencengkam. 

Kinara yang sambil intip-intip di celah pintu menyipitkan matanya. Menatap ke depan untuk melihat keadaan di dalam. Yang mana tidak ada siapa-siapa, membuat jantung Kinara berpacu semakin cepat saja, apalagi kini pintu itu terbuka dengan sedikit lebar. 

Dengan pelan Kinara masuk ke dalam. Tidak lupa menutup pintu dengan gerakan paling pelan nan lambat. Sekarang ia yakin Aarav pasti sedang tidur dengan begitu malam ini ia akan selamat. 

Namun tepat saat ia berbalik badan ... 

"Ah, ternyata sudah datang ...."

Deg! 

Suara itu? 

Kinara yang membungkuk dengan kepala menunduk ke bawah menelan salivanya pelan. 

Tenggorokannya terasa makin kering saja, membuat bibirnya terkatup rapat-rapat. 

Namun sedetik kemudian Kinara menengadahkan kepala dengan gerakan pelan. Menatap sang pria di depannya ini dengan mata menyipit, takut-takut jika ia langsung di terkam habis-habisan malam ini. 

"Hm, saya akan ke sana."

Bersamaan hal itu mata Kinara jatuh pada Aarav yang tengah membelakanginya, tangannya memegang ponsel yang tersimpan di telinga. 

Huh, ternyata sedang menelfon toh! 

"Huh, selamat!" ucap Kinara di dalam hati. Dengan gerakan cepat dia berdiri tegap. Malu juga karena sebelumnya dia jalan dengan mengedap-ngedap seperti maling. Hanya karena ingin menghindari malam pertama ini, Kinara ingin mencari alasan untuk itu. 

"Baik, kabari saya nanti saja." Setelah mengatakan itu Aarav memutuskan sambungan telfonnya. Kemudian badannya membalik yang mana sudah ada Kinara. 

"Pa--pak?" 

"Saya ada urusan. Jika mau tidur kau boleh tidur lebih dahulu," ujar Aarav kemudian melengos melewati Kinara begitu saja. 

"P-pak? Sebentar?" Dengan cepat Kinara menarik kameja yang dikenakan Aarav membuat pandangan sang empu menggelap. 

"A--ah, maaf."

"Apa menarik-narik baju sudah menjadi kebiasaanmu?" sungut Aarav dengan muka datar bin dingin. Dia menatap Kinara tanpa ekspresi sama sekali. 

"Maaf, Pak. Tapi saya cuman ingin memberitahukan kalau jas Bapak ada di dalam," ujar Kinara sedikit menunduk. 

Aarav menatap tubuhnya yang memang tidak memakai jas. 

"Ambilkan!"

Tanpa menunggu lagi Kinara dengan cepat mengambil jas milik Aarav, menyerahkannya karena takut kena amuk lagi. 

Marahnya Aarav benar-benar seperti monster saja. 

"Saya pergi," ucap Aarav sebelum akhirnya menghilang di ambang pintu. 

"Hah! Akhirnya selamat juga ...," ucap Kinara mengelus dadanya. Untung pria itu pergi, membuat ia tenang karena malam ini tidak jadi malam pertama. Tapi, bagimana jika besok? Atau besoknya lagi? Besok, terus besoknya? 

Kinara bergidik. Memikirkannya saja sudah membuat bulu kuduknya meremang. Mau bagaimana pun ini adalah pengalaman pertama untuknya. Diusia 30 tahun Kinara yang sudah tidak memikirkan menikah malah menikah juga. 

Kinara berjalan menuju kamarnya. Menutup pintu kemudian menghempaskan bobotnya di atas ranjang. Sebuah lingerie yang semula dalam genggaman terlempar sudah entah ke mana. Ah, untuk saat ini pikirannya benar-benar kacau.

Teringat pula akan kejadian dirinya di kantor. Tentang Aarav yang sebenarnya tidak ia ketahui siapa pria itu. 

Sekilas tentang Aarav. 

Saat itu Kinara dibuat resah kala sang Ibu harus dioperasi, membuat Kinara ingin pinjam uang ke bagian pihak administrasi. Tapi saat itu sang pihak tersebut menyuruhnya untuk berbicara kepada sang atasan lebih dahulu. Mau bagaimanapun uang itu uang milik perusahaan. 

Kinara menurut, pergi ke receptions untuk meminta bantuan agar bisa bertemu dengan atasan.

Namun lagi, setelah berbicara dengan receptions tersebut dia di suruh untuk menemui CEO langsung. Kepala pimpinan perusahaan ini. Awalnya ia akan ditemui dengan Direktur Utama tapi malah jadi ke pimpinan atas langsung. Namun, mau tak mau Kinara menurut. Menemui sang CEO tersebut untuk meminjam uang. 

Perlu diketahui juga bahwa perusahaan Cavern sebelumnya tidak mengenal siapa CEO, karena bagi para karyawan yang bekerja di sana hanya tahu Direktur saja.

Dan untuk pertama kalinya, Kinara bertemu langsung dengan CEO tersebut. Namun yang jadi mengherankannya. 

Kenapa dia ingin anak dari dirinya? Mana di tawar dengan uang 500 juta lagi. Terus, dia menikahi dirinya kerap sang Ibu di ujung batas ajalnya. Tanpa memikirkan apapun dia langsung setuju untuk menikah. 

Ah, memikirkan sang Ibu membuat Kinara meneteskan air matanya. Namun dibalik itu ia bahagia. Bahagia karena bisa memberikan keinginan terakhir sebelum Ibunya benar-benar pergi. Hingga Ibunya tersenyum manis sebelum benar-benar pergi dari dunia ini. 

"Huammm ..." Kinara menutup mulutnya yang menguap. Berpindah tubuh untuk membaring di sisi ranjang. 

"Karena aku di suruh tidur duluan, ya sudah. Aku tidur duluan ah," gumam Kinara menarik selimutnya sampai batas dada. Kinara membalik menyamping. Memikirkan akan besok yang terjadi. 

Semoga, semuanya baik-baik saja. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Jajang Thile
bagus aku suka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter II

    “Assalamu'alaikum…?” Khalifa mengucap salam saat ia masuk ke dalam rumah, ah, bukan hanya Khalifa, Alby juga ada. Keduanya masuk dengan raut muka terlihat capek. “Kak, eum … aku mau mandi dulu ya, seharian kerja bikin aku gerah,” ucap Khalifa pada Alby. Alby tersenyum. “okke, tapi jangan lama-lama ya, udah malam soalnya. Ah iya, pake air hangat biar nggak kedinginan.”Khalifa terkekeh. “Aku bukan kamu yang harus pake air dingin kali, aku kan nggak alergi dingin,” timpal Khalifa menjawab. “Masalahnya kan udah malam, nggak baik buat kesehatan.”“Enggak bakal kak. Udah, lagian aku mandi bakal cepet kok. Dah ya, aku mau mandi dulu!” ucap Khalifa gegas berlari namun dengan cepat Alby menahannya lebih dahulu membuat Khalifa kembali berbalik menatap Alby. “Kalo udah mandi nanti turun ke bawah ya? Aku mau masakin kesukaan kamu. Kita makan bareng,” ucap Alby. Kebetulan sekali keduanya belum makan membuat Khalifa mengangguk antusias. “Cium dulu sini.” Alby menampilkan pipi kanannya. Ia men

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter

    Seminggu berlalu…Seorang wanita berjalan dengan menyeret kopernya. Tergesa-gesa sebab terlambat,bahkan saking tergesa-gesanya, wanita itu tanpa sengaja menabrak bahu seseorang membuat wanita itu menyeru minta maaf. “Ya ampun maaf, Mas. Saya enggak sengaja!” ucapnya sedikit menundukkan kepala, detik berikut kepala wanita itu mendongak. Namun… “Lho?” Sesaat pandangan keduanya bertemu. “Gama?”“Khanza?” Keduanya berseru secara berbarengan. Gama dengan pandangan mata menelisik, sedang Khanza menatap dengan tarikan napas. “Kukira siapa, taunya kamu,” ucapnya merubah raut wajah. Khanza menghela napas, tanpa sepatah kata apapun perempuan itu pergi begitu saja. Gama menaikan alisnya, namun sedetik kemudian ia mengedikkan bahu, ikut pergi dengan menyeret kopernya. Ia tahu yang dirinya tabrak, untuk itu tidak peduli baginya.Gama memilih duduk setelah melakukan check up,melalui maskapai yang telah memberitahukannya kini ia duduk menunggu antrian untuk masuk ke dalam pesawat. Gama menghel

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   END

    Pagi ini Khalifa bangun lebih awal, melihat sosok suaminya yang tertidur pulas. Ah, mungkin efek cairan infus yang masuk ke dalam tubuhnya, membuat pria itu terjaga dari tidurnya. Merasa pegal dibagian lengannya, Khalifa merenggangkan otot-ototnya. Tidur seranjang dengan Alby jelas membuatnya tak bergerak sana-sini, menjadikan ia merasakan pegal. Khalifa menghela napas, ia menunduk melihat pakaiannya yang kotor nan penuh darah, lupa, bahwa memang ia tak mengganti baju. Ah, jangankan untuk mengganti baju, justru hatinya saat itu resah memikirkan Alby. “Aku harus memberitahukan Bunda. Jika tidak mereka pasti khawatir.” Khalifa menatap terlebih dahulu Alby, mumpung pria itu masih tertidur membuat Khalifa gegas pergi. Selain merasa tak nyaman dengan pakaiannya ia juga tak nyaman dengan keadaan ini. Sungguh, walau ada perasaan lega melihat Alby selamat namun ada sisi lain yang membuatnya resah. Mengenai Khanza … Ia belum berani untuk menghadap padanya dan mengatakan yang sejujurnya. *

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 97

    Lihatlah, wajah Alby yang dulunya tampan kini banyak dipenuhi luka. Beberapa luka itu diperban, entah bagian kepala, rahang, maupun anggota tubuh lainnya. Tak kuasa melihat keadaannya seperti ini, Khalifa menunduk dengan hati penuh sesal. “Maafin, Alifa Kak… maaf ….” Khalifa terduduk di kursi yang berada di pinggir ranjang tersebut, menggenggam tangan Alby yang begitu kekar. Dulu, tangan inilah yang selalu siap siaga menggenggam tangannya. “Andai aku tidak menurutinya, andai kita kabur saat itu mungkin keadaan kamu enggak bakal separah ini Kak. Bodoh, harusnya aku menolak ajakanmu untuk melawan mereka. Bodoh!” Khalifa merutuk dirinya, menarik tangan Alby untuk ia kecup. “Sekarang aku baru menyadarinya, Kak. Kalau aku … benar-benar takut kehilangan kamu. Aku takut ….” Khalifa tak bisa lagi membendung tangis yang kian jatuh menimpa pipinya, bengkak sudah kedua matanya sebab terus menangis. “Setelah kehilangan Mama dan Papa, aku enggak mau kehilangan kamu, Kak. Boleh aku egois? Aku i

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 96

    Khalifa menunduk, semakin menangis tertahan dengan tangan yang masi menyentuh kepala Alby. “Kak … tolong … jangan tinggalin aku kayak gini … tolong bangunlah….”“Uhuk!”Sebuah semburat darah tiba-tiba keluar di bibir Alby tatkala pria itu terbatuk. “Kak Al?” Terkejut, Khalifa mendapati Alby membuka matanya dengan ringisan kecil yang keluar. “Khalifa….”Sudah menangis deras kini Khalifa menambah tangisnya tatkala suara lembut itu terdengar. Bergetar hatinya mendengar hal itu. “Kak Al….” Khalifa menangis, memeluk kepala Alby. “maafin aku, Kak. Maaf….”Alby memejamkan matanya menahan rasa sakit, ia menggeleng. “aku kembali untuk kamu, Alif….”Khalifa mengangguk, entah harus bagaiamana tapi ia benar-benar senang tatkala Alby kembali. Terbangun untuk menepati janjinya. Menggenggam erat tangan yang amat dingin itu Khalifa berucap, ““Kita harus ke rumah sakit dulu, Kak. Secepatnya luka kakak harus diatasi,” ucap Khalifa melihat keadaan Alby yang kian parah. “Kakak masih sanggup berdiri?

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 95

    “Kau akan mati ditanganku!” Bugh! Alby langsung menghindar saat orang itu hendak menendang, belati yang dirinya pegang ia tusukkan ke depan untuk mengenal tubuh Alby, namun dengan gesit, Alby menghindar secara agresif. Memilih melawan dari belakang, Alby bisa menghajarnya dari belakang tersebut. Seseorang itu terjatuh, mukanya makin memerah. Satu diantara mereka berjalan maju, membuat Alby harus melawan dua orang sekaligus. Ah tidak, bahkan satunya lagi ikut-ikutan maju, menambah orang yang harus Alby lawan. Cukup kewalahan sebab mereka memiliki senjata masing-masing, sedang Alby hanya menggunakan tangan kosong sebagai tameng dirinya. Satu kali dua kali ia mendapat pukulan yang tak bisa ia hindari, bahkan goresan belati pula harus terkena sampai kulitnya saking keagresifan mereka. Murka, mereka murka sebab merasa terkalahkan oleh Alby. Alby mengatur napasnya dalam-dalam. Melawan 10 orang sekaligus benar-benar menguras tenaganya. Apalagi tidak diberi jeda untuk berhenti se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status