“Axel…Angel!”
Miranda berteriak sembari melambaikan tangan pada kedua anak Elea. Si kembar pun menoleh dan membalas lambaian tersebut dengan senyuman.“Nenek!” balas Angel. Lalu, gadis cilik itu berlari kecil ke arah bibi Elea.Berbeda dengan Angel, Axel malah diam saja dan hanya berjalan santai dengan raut wajah datar. Namun, Miranda tidak merasa kaget ketika putra Elea berbuat seperti itu. Dirinya berpikir bahwa anak tersebut memiliki pikiran yang lebih dewasa dan realistis dibandingkan saudarinya.“Baiklah semuanya, ayo kita naik ke mobil. Hari ini, Nenek akan mengajak kalian makan siang di luar,” ajak Miranda dan dibalas sorakan oleh Angel seorang.Mereka bertiga pun segera naik ke mobil dan benda tersebut melaju menembus jalanan kota London yang terlihat senggang siang ini. Selama di perjalanan, keadaan mobil tidak hening sama sekali. Ada sesosok malaikat cantik yang bernyanyi dengan riangnya sambil melihat ke arah jendela.Beberapa detik kemudian, nyanyiannya itu malah berubah menjadi pekikan nyaring. Saat mobil yang ditumpangi Miranda dan kedua anak Elea melewati hotel ternama di London, netra hitam milik Angel tak sengaja melihat seseorang yang dikenalnya. Seorang pria yang dikaguminya sejak kemarin.“Itu paman tampan yang kemarin!” ujar Angel sambil menunjuk ke arah luar.Perkataannya itu sangat membuat Miranda penasaran. “Ha? Paman tampan siapa yang kau maksud itu, Sayang? Jangan sampai mommymu tahu kalau kau suka dengan pria tua,” godanya.Mendengar penuturan dari sang nenek barusan, bibir Angel langsung mengerucut. “Ih, Angel bukan suka yang seperti itu. Lagi pula, paman itu juga belum terlihat tua. Sangat tampan dan cocok menjadi daddyku,” celetuknya.Axel yang sedari tadi diam pun, langsung melempar tatapan tajam ke arah adiknya, “Dia sangat tidak cocok untuk menjadi kandidat itu. Dan yang terpenting, kita juga tidak butuh yang namanya daddy.”Miranda melunturkan senyumnya seketika. Netra ambernya kemudian menatap sendu ke arah kedua anak Elea lewat kaca spion. Belum lagi dengan raut wajah Angel yang menunjukkan kesedihan. Hatinya langsung seperti teriris belati.“Kakak menyebalkan! Aku benci!” teriak Angel tiba-tiba. Namun, Axel malah acuh tak acuh. Dia paling tidak suka jika ada yang membahas soal ayah.“Aduh, jangan bertengkar ya, Anak-anak. Tidak ada masalahnya jika kalian punya pikiran atau pendapat yang berbeda. Tapi ingat, jangan sampai salah tempat dan situasi dalam menggagaskan hal tersebut,” nasihat Miranda.Beberapa saat setelah itu, mobil yang mereka tumpangi akhirnya sampai di tempat tujuan. Hari ini Miranda ingin mengajak Axel dan Angel makan di restoran Italia. Angel pun kembali bersemangat setelah perang dingin dengan saudara kembarnya.Mereka bertiga berjalan beriringan saat masuk ke restoran dan duduk di meja yang berada di dekat jendela. Setelah itu, pramusaji pun datang dan memberikan menu untuk ketiganya. Miranda memesan spaghetti, Angel memesan pasta, dan Axel memesan daging stik.Sembari menunggu pesanan datang, Miranda pun berinisiatif mengajak kedua cucunya berbincang. “Bagaimana keadaan kalian di sekolah tadi? Apa semuanya baik-baik saja?” tanyanya.“Baik, Nek!”“Tidak,”Axel dan Angel berkata serempak. Namun, lagi-lagi pendapat mereka berbeda. Miranda pun jadi bingung setengah mati.“Ah, baiklah. Axel, apa yang kau lakukan di sekolah tadi?” tanya wanita itu kembali.“Melihat orang-orang sedang melakukan drama murahan” jawab Axel singkat.Mendengar itu, Miranda hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Kemudian, tatapannya beralih pada Angel, “Lalu, kalau Angel?”“Tadi aku menggambar dan mewarnai bersama Mia. Mia menggambar pemandangan yang indah. Gambarnya bagus sekali,” balas Angel sambil memuji temannya.Miranda pun mengulum senyum. “Oh, ya? Lalu, Angel menggambar apa? Bisa kau tunjukkan pada Nenek?” tanyanya.Dengan semangat, Angel segera membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah kertas berukuran F4. Kemudian, dia memberikan benda tersebut pada neneknya. Ditambah dengan sebuah senyuman lebar yang terukir di bibirnya. Miranda yakin bahwa gambaran Angel memiliki makna tersendiri.Sedetik kemudian, tatapan wanita itu mendadak kosong. Pada kertas yang dipegangnya, terdapat sebuah gambar keluarga bahagia yang lengkap. Di sana Angel juga menulis tentang daddy, mommy, Axel, Angel, dan grandma.“Nenek kenapa? Gambar Angel jelek, ya?” tanya Angel dan membuyarkan pikiran Miranda.Kemudian, wanita itu tersenyum kecil dan menggeleng pelan. “Tidak, Sayang. Gambarnu tidak jelek. Hanya saja…maknanya terlalu dalam,” ungkapnya.Kening gadis cilik tersebut seketika mengerut. Dia tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh neneknya. Namun karena gambarannya disebut bagus, dia jadi tidak memikirkan hal itu.Akan tetapi, pikirannya malah melayang ke arah yang lebih jauh lagi. Dia sebenarnya sudah menahan selama beberapa tahun untuk tidak bertanya. Angel berpikir, neneknya tidak akan merasa masalah jika dirinya bertanya mengenai hal yang agak sensitif.“Nek, daddyku itu orang yang bagaimana?” celetuknya tiba-tiba.Setelah mengatakan itu, keheningan pun langsung melanda. Tidak ada yang membuka suaranya. Bahkan, saat makanan sudah datang, Miranda memilih untuk mengalihkan pembicaraan dan tidak menggubris pertanyaan Angel.Sejujurnya, wanita itu sangat tidak tega dengan anak Elea yang ingin tahu soal daddynya. Akan tetapi, dia tidak mau jadi seorang pengkhianat yang ingkar janji. Dulu, Elea pernah meminta Miranda untuk menyembunyikan informasi apa pun mengenai daddy Axel dan Angel.Miranda sangat mengenal pria itu. Jangankan dia, hampir seluruh orang di benua Amerika dan Eropa pun mengetahuinya.“Axel dan Angel menginap di rumah nenek ya nanti. Mommy kalian mungkin akan pulang malam karena ada meeting lagi nanti malam,” ucap Miranda. Setelah mengatakan itu, dia jadi terdiam seribu bahasa.Dua puluh menit kemudian, mereka bertiga sudah menyelesaikan acara makan siang dan melanjutkan perjalanan menuju rumah. Setelah sampai, Miranda langsung masuk duluan karena dia lupa mengecek dapur. Tinggallah Axel dan Angel saja yang masih di dalam mobil.Tangan gadis itu mulai terulur ke gagang pintu mobil. Namun, sebuah suara yang menusuk tiba-tiba membuatnya mengurungkan niat.“Bisakah kau tidak bertanya apa pun pada orang lain soal orang itu? Aku jengah mendengarnya,” gerutu Axel sambil menatap tajam punggung adiknya. Kemudian, dia menarik napas dalam dan melanjutkan perkataannya, “Anggap saja pria itu sudah mati dan lupakan saja! Kita tidak butuh dia.”Jarum jam sudah menunjukkan pukul 19:30 tepat. Rombongan Elea pun sudah tiba di tempat tujuan, yaitu Glorious Restaurant milik keluarga McKenzie. Malam ini, wanita itu memakai gaun panjang tanpa lengan berwarna navy yang membentuk lekuk tubuhnya. Sementara itu, Teresa memakai gaun panjang berwarna hitam. “Wah, lebih cepat dari perkiraanku. Selamat datang di restoranku, Nyonya Spencer dan Nona Tere,” sambut Helton di pintu masuk ruangan VIP. Kebetulan pria itu juga baru datang. “Terima kasih atas sambutanmu, Tuan McKenzie. Aku sangat menghargai waktu. Lebih baik datang cepat daripada terlambat,” jawab Elea seraya tersenyum kecil. Helton pun membalas senyuman tersebut. Mata hazelnya sedari tadi tak berhenti menatap wanita yang ada di depannya kini. Sungguh, Elea malam ini sangatlah cantik dan memesona. Aura elegannya sangat terasa sekali. “Baiklah, mari masuk, Nona-nona!” ajak Helton, lalu membukakan pintu untuk Elea dan Tere. Setelah pintu terbuka, mata amber milik Elea langsung t
“Calm down, Dude. Aku pikir tidak baik jika membahas hal tersebut sekarang. Benar kan, Nyonya Spencer?” Helton mencoba untuk mengalihkan topik. Dia takut bahwa Elea akan tersinggung karena pertanyaan barusan. Selama dia mengenal wanita itu, dirinya tidak pernah tahu soal suaminya. Bahkan, banyak kabar bilang bahwa Elea tidak punya suami. Sementara itu, napas Elea mulai terasa sesak. Entah kenapa dunia ini sempit sekali. Dia tidak ingin seorang pun tahu soal kehidupan anaknya, khususnya Hugo. Wanita itu takut jika pria tersebut akan bertindak nekat setelah ini. “Ah, iya. Apakah aku boleh izin ke kamar mandi sebentar?” tanya Elea tiba-tiba untuk menghindari perdebatan yang akan terjadi. “Tentu saja. Silahkan,” balas Helton. Setelah mengatakan itu, Elea pun langsung pergi ke luar menuju toilet yang berada di ujung lorong. Dia mengunci dirinya di dalam toilet untuk meredakan perasaannya. Takut, sedih, marah, dan kenangan masa lalu bercampur aduk menjadi satu. “Bagaimana ini? Kenapa
“Oh, ya ampun, El. Selamat pagi, masuklah dulu,” sapa Miranda saat melihat Elea berada di depan rumahnya. Pagi ini, wanita itu ingin menjemput putra dan putrinya. Dia sudah berjanji untuk mengajak mereka berjalan-jalan ke taman. Ya, bisa dibilang sebagai family time. “Terima kasih, Bi. Ngomong-ngomong, apa si kembar merepotkanmu kemarin?” tanya Elea sambil melangkahkan kaki ke arah dapur, mengikuti Miranda. Mendengar hal tersebut, langkah wanita paruh baya itu seketika berhenti. Kemudian, dia menghadap ke arah Elea dengan tatapan sendu. Raut wajahnya juga mendadak berubah. “Mereka tidak merepotkan, El. Hanya saja…,” ujar Miranda sambil menggantung ucapannya, lalu meneruskannya kembali, “Angel menanyakan soal daddynya.”Napas Elea langsung tercekat. Dia sudah menebak akan ada hari di mana si kembar akan menanyakan soal pria itu. Akan tetapi, entah mengapa ketakutan tiba-tiba merasuki jiwanya. Terlebih lagi, kejadian kemarin masih membuatnya syok. Sementara itu, Miranda melihat per
“Tuan, ini adalah foto yang dikirimkan oleh seorang pengawal yang saya suruh. Dia melihat Nyonya El bersama dua orang bocah di taman.”Jay memberikan selembar foto yang ada di tangannya pada Hugo. Tadi pagi, dia menyuruh bawahannya untuk mengikuti Elea pergi. Dia agak terkejut saat mengetahui wanita itu sudah memiliki anak, kembar lagi. Sementara itu, wajah Hugo terlihat menegang saat melihat potret yang tersaji. Bahkan, tanpa sadar dia sudah meremas foto yang dipegangnya. Hatinya berdenyut sakit saat mengetahui fakta besar barusan. Dia tidak menyangka kalau Elea bisa secepat itu melupakannya. “Ke mana suaminya?” tanya Hugo dingin. Mendengar hal itu, tubuh Jay langsung meremang. Suasana di kamar hotel saat ini tiba-tiba jadi tidak mengenakkan. Apakah setelah ini akan ada acara banting-bantingan barang kembali?“Sa–saya belum menyelidiki soal itu, Tuan. Tapi, menurut informasi dari pengawal, Nyonya menjemput anak-anaknya di rumah bibinya. Saya berpikir, ayah si kembar tidak ada,” te
“Oh, ya ampun. Kalian sangat menggemaskan sekali! By the way, Bibi punya hadiah untuk kalian.”Anne memekik seraya memberikan paper bag yang dibawanya tadi pada Angel. Tanpa pikir panjang, gadis tersebut pun menerimanya dan mengucapkan terima kasih. Namun, Axel malah merasa bertambah janggal. Perasaannya tiba-tiba mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. “Orang ini sangat mencurigakan,” batinnya.“Wah, ada boneka dan mobil-mobilan! Kakak, ini untukmu,” pekik Angel sambil memberikan sebuah mobil-mobilan berwarna hitam pada Axel. Sayangnya, anak lelaki 5 tahun itu malah menepis tangan sang adik. “Aku tidak mau menerima barang dari orang yang tidak kukenal. Siapa tahu dia mau berbuat jahat lewat barang tersebut,” tuduh Axel. Seluruh orang yang berada di sana pun langsung terkejut, terutama Anne. Wanita itu tidak menyangka akan mendapat penolakan yang mengerikan seperti ini. Namun bukannya marah, pikirannya malah menerawang ke arah lain. Alhasil, bibirnya agak sedikit tertarik ke atas.
Mulut Jay langsung ternganga saat mendengar penuturan dari Hugo. Dia tidak mengerti kenapa pria itu sangat gegabah sekali. Bagaimana kalau kedoknya ketahuan dan berakhir di kepolisian? Bisa gawat!“Apa yang kau lakukan sebenarnya?” tanya Jay yang sudah merasa jengah. Hugo refleks melipat tangannya di depan dada. Lalu, matanya melirik ke arah sang asisten. “Ah, aku hanya ingin tahu rupa anak-anak sialan dari Elea. Siapa tahu juga, kita dapat bonus untuk mengetahui siapa ayah dari mereka,” ungkapnya. Mendengar itu, Jay lantas menepuk keningnya seraya berkata, “Kalau misal anak-anak itu tidak ada ayahnya, mereka sudah bisa dipastikan adalah anakmu.”Sayangnya, Hugo malah tertawa sumbang saat mendengar penuturan dari Jay. Egonya tidak percaya dengan hal tersebut. Namun, hati kecilnya malah berkata sebaliknya. “Kau gila? Elea bilang anakku itu sudah mati! Mereka pasti bukan anakku!” sergah Hugo. “Ck, jangan berkata yang tidak-tidak. Kita harus memastikannya terlebih dahulu untuk mengam
“Ah, maafkan aku, Cantik. Paman tidak tahu soal hal itu. Ngomong-ngomong, namamu siapa?”Sang pria misterius mencoba mengalihkan pembicaraan. Dia merasa tidak enak karena sudah membuat suasana hati Angel buruk. Namun ajaibnya, gadis cilik itu masih bisa tersenyum dengan manisnya. “Tidak masalah, Paman. Namaku Angel. Lalu, Paman namanya siapa?” tanya Angel sambil mengusap pelan air matanya yang hendak turun. Pria yang ditanyai itu tersenyum kecil. Lalu, matanya menatap Angel dengan lekat, “Namaku Jay.”Mulut mungil Angel ber-oh ria. “Apa nama lengkap Paman adalah Jayden?” tanyanya lagi. Jay pun terkekeh geli seraya menggelengkan kepalanya. “Tidak, mengapa kau bisa menduga seperti itu?” balasnya. “Karena di kelasku ada anak yang bernama Jayden. Dia sering kali menggangguku dan mengolok-olokku,” ungkap Angel lirih. Mendengar itu, Jay hendak berinisiatif mengelus puncak kepala gadis itu dengan pelan. Namun, hal tersebut diurungkannya karena tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ya, siapa lag
“Halo?” Elea kembali bertanya pada sang penelepon. Tiga menit sudah berlalu cepat. Namun, orang yang menelepon Elea tak kunjung memberi jawaban. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba panggilan ditutup secara sepihak. Alis Elea langsung tertaut sempurna. Mata ambernya menatap ngeri ke arah layar ponsel. “Mommy, ada apa?” tanya Angel yang ikut kebingungan saat melihat raut wajah sang ibu. Namun, lagi-lagi Elea mencoba menyembunyikan segalanya. “A–ah, tidak apa-apa, Sayang. Hanya orang yang salah sambung. By the way, bagaimana kalau hari ini kita pergi ke toko Bibi Alissa saja? Dia bilang kalau sedang membuat kue muffin blueberry,” ajak Elea mengalihkan pembicaraan. Netra Angel seketika berbinar. Kemudian, gadis cilik itu melompat-lompat kegirangan sambil menarik tangan ibunya. “Ayo, Mom! Aku sudah tidak lama pergi ke toko kue Bibi Alissa. Nanti kita kehabisan muffinnya…” rengek Angel. Elea pun terkekeh geli. Lantas, wanita itu segera menyuruh kedua anaknya untuk segera bersiap-siap.