Share

Merasa Familier

Author: Rearakaa
last update Last Updated: 2023-08-25 10:36:42

"Arggh, silau! Tutup tirai jendelanya...," rengek Hugo yang masih memejamkan matanya.

Sementara Jay, langsung menatap malas ke arah pimpinannya yang seperti anak kecil itu. Sejujurnya, dia agak jengah menghadapi pria itu. Seenaknya sendiri, otoriter, dan juga keras kepala.

Tadi pagi, Hugo bahkan melewatkan meeting penting bersama klien. Alhasil, dia pun kena peringatan dari Helton. Untung saja, pria itu mau memberinya kesempatan dengan meeting ulang di restoran malam ini.

"Tuan, lebih baik Anda segera bangun sekarang. Anda terkena peringatan dari Tuan Helton dan juga klien kita yang satunya lagi. Anda tidak mau merugi dalam kerja sama ini, kan?" ancam Jay.

Perkataan dari pria itu barusan tampaknya berhasil memengaruhi Hugo. Buktinya, dia pun langsung terbangun sambil memegangi kepalanya. Netra hitamnya lantas menatap ke arah sang asisten dengan tajam.

"Sialan, kenapa kau tidak membangunkanku?!" umpat Hugo.

Jay segera menarik napas dalam. "Saya sudah mencoba membangunkan Anda beberapa kali tadi. Bahkan, saya juga sudah menyiramkan air ke wajah Anda. Tapi, Anda tidur seperti orang mati," terangnya.

Setelah mengatakan itu, Hugo segera mengusap wajahnya kasar. Dalam hatinya dia merutuki temannya yang mengajaknya minum hingga lupa daratan kemarin. Kejadian ini sebenarnya tidak terjadi sekali, melainkan sudah dua kali. Tepatnya pada saat dirinya kehilangan separuh hatinya beberapa tahun lalu.

"Lebih baik Anda segera bersiap. Kita akan segera pergi untuk melakukan peninjauan proyek," pinta Jay seraya menaruh paper bag ke atas ranjang.

Sebelum dirinya berbalik dan meninggalkan atasannya, pria itu memberikan sebuah kartu nama pada Hugo. Alis Hugo pun langsung tertaut sempurna.

"Apa ini?" tanyanya penuh kebingungan.

"Tuan McKenzie menyuruh Anda untuk menghubungi nomor perusahaan dekornya dan segera meminta maaf. Beliau bilang bahwa Nyonya Spencer kecewa karena Anda tidak datang pagi ini. Bahkan, wanita itu mengancam akan menggantimu dengan yang lain jika kau tidak datang nanti," jelas Jay.

Mendengar itu, Hugo segera menggenggam kartu nama yang diberikan asistennya tadi dengan kuat. "Wanita sialan itu berani sekali denganku! Lihat saja, aku akan mempermalukannya nanti malam. Perusahaan tak seberapa seperti ini memang banyak tingkah sekali," desisnya mengerikan.

"Tuan, saya harap Anda jangan gegabah. Ingat pesan Tuan George sebelum kita berangkat kemarin lusa. Beliau berpesan agar Anda menjaga sikap saat berada di sini," nasihat Jay hingga membuat helaan napas keluar dari mulut Hugo.

Pria itu lantas tidak menjawab lagi. Dia langsung menuruti perintah Helton agar menghubungi pemilik perusahaan dekor yang akan bekerja sama dengan mereka. Ya, walau rasa bencinya terhadap wanita itu sangatlah besar.

Beberapa saat kemudian, telepon pun tersambung. Lalu, suara seorang wanita mulai menyapa pendengaran Hugo.

"Halo."

***

Sementara di tempat lain, Elea mengerutkan keningnya saat mendapat telepon dari nomor tak dikenal. Dia berpikir mungkin itu adalah nomor pemilik perusahaan lain yang akan menjadi investor. Ah, tapi mengapa perasaannya jadi tidak enak begini? Apalagi sapaannya barusan tidak dijawab oleh orang yang ada di seberang telepon.

"Halo? Siapa ini?" tanya Elea kembali. Namun sayang, hanya helaan napas saja yang terdengar dari ponselnya.

Mendengar itu, Elea langsung mengumpat dalam hati. "Maaf, jika tidak ada kepentingan, saya akan tut–" (ucapan wanita itu terpotong karena seseorang menyerobotnya).

"Saya pemilik perusahaan real estate yang akan bekerja sama dengan Anda. Sepertinya, McKenzie sudah memberitahumu tentang alasanku tidak ikut meeting pagi ini," potong Hugo cepat.

Elea langsung membeku di tempat saat mendengar suara pria itu. Suaranya sangat tidak asing di telinganya. Pikiran-pikiran buruk pun langsung menjalar ke otaknya. Namun, dia segera menepis hal itu demi keprofesionalannya dalam pekerjaan.

"Te–tentu Tuan, saya mengerti. Saya juga sangat prihatin dengan kondisi yang menimpa Anda. Tapi, saya harap nanti malam Anda bisa datang untuk mengikuti rapat," papar Elea.

"Tak perlu khawatir. Aku tahu itu," jawab Hugo singkat. Kemudian, dia memutuskan panggilan secara sepihak tanpa berbicara apa pun lagi.

"Dasar pria gila!" umpat Elea seketika. Suasana hatinya jadi memburuk sekali hari ini. Di telepon saja sudah menyebalkan begini, bagaimana jika bertemu langsung nanti?

"Nyonya, Anda tidak apa-apa? Apa Anda perlu beristirahat sebentar?" tawar Teresa tiba-tiba saat melihat wajah atasannya yang merah padam.

"No, Tere. I'm okay," jawab Elea seraya membuang napasnya kasar.

"Oh, ya. Bisakah kau membantuku mencari tahu tentang perusahaan Amerika yang akan bekerja sama denganku?" tanya wanita itu kembali. Dia sangat penasaran sekali dengan pria kurang ajar tak bersopan santun tadi.

"Maafkan saya, Nyonya. Tapi, Tuan McKenzie bilang bahwa saya tidak boleh memberitahu Anda mengenai hal itu. Katanya, itu rahasia. Lebih baik Anda bertemu dengannya langsung supaya dapat mengenal lebih jauh," ungkap Teresa.

Perkataan gadis itu membuat mulut Elea seketika menganga. Dia tidak menyangka kalau orang-orang yang akan bekerja sama dengannya sangatlah aneh. Yang satu tak mudah ditebak, yang satu lagi menyebalkan. Lengkap sudah!

"What the fu...peraturan macam apa itu?! Baru kali ini aku bekerja sama dengan orang-orang konyol," gerutu Elea. Sementara itu, Teresa ingin sekali tertawa. Namun, hal tersebut diurungkannya karena alasan kesopanan.

"Ekhem! Meski begitu, saya dapat informasi bahwa perusahaan yang akan bekerja sama dengan Anda adalah perusahaan ternama di negara Amerika. Keluarganya bahkan digadang-gadang memegang 70% aset perekonomian negara," jelas Teresa.

Kekesalan Elea langsung lenyap saat mendengar hal tersebut. Lidahnya kelu untuk berucap sekarang. Pikirannya hanya melayang ke satu hal, yaitu keluarga Cornelius.

Sejak Elea keluar dari tempat itu, dia tidak pernah mencari atau mau tahu soal keadaan keluarga Cornelius. Dia bahkan menutup akses saluran televisi Amerika agar anak-anaknya tidak menontonnya dan tahu soal Hugo. Itu adalah langkah awal untuk melenyapkan pria itu di kehidupan Elea. Ya, meski cara tersebut tak sepenuhnya berhasil.

"Nyonya, Anda tidak apa-apa?" tanya Teresa dan berhasil membuyarkan lamunan Elea.

Kesadaran wanita itu segera tertarik ke permukaan. Kemudian, netra ambernya menatap lekat sang asisten, "Ikutlah denganku nanti malam. Jaga aku dan segera sadarkan aku jika terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Melahirkan Pewaris Kembar untuk sang CEO Kejam   Larangan

    “Mommy! Mommy!”Angel berteriak sambil menangis karena tak melihat keberadaan Elea sama sekali di kamar. Teriakannya tersebut berhasil membuat Axel ikut terbangun. “Hei, ada apa denganmu?” tanya Axel yang masih mencoba mengumpulkan kesadarannya. Angel mengusap air matanya kasar. “Mom–Mommy tidak ada, Kak. Apa Mommy meninggalkanku?” balasnya, tapi malah balik bertanya.Axel pun berdecak pelan dan turun dari ranjang. Anak tersebut mencoba untuk mencari keberadaan Elea di luar. “Tunggu di sini dan jangan ke mana-mana! Aku akan segera kembali,” pinta Axel pada sang adik. Lantas, Angel pun membalasnya dengan anggukan kecil. Axel membuka pintu dengan perlahan dan mulai keluar dari kamar. Dia kemudian celingak-celinguk seperti orang kebingungan. Ya, bagaimana tidak kebingungan, kalau di sekitar kamar mereka ada 7 pintu lain yang tertutup rapat. “Ck, ini rumah atau hotel sebenarnya? Kenapa pintu kamarnya banyak sekali?” gerutu Axel dalam hati. Namun, anak laki-laki tersebut tetap melanj

  • Melahirkan Pewaris Kembar untuk sang CEO Kejam   Negosiasi

    “Di mana Elea?” Hugo berjalan mendekat ke arah Aria yang hendak pergi ke dapur. Kemudian, wanita itu memberi salam dan membungkuk dengan hormat pada tuannya. “Nyonya Elea sedang berada di kamar bersama anak-anak. Tadi saya sudah mengatakan bahwa beliau akan berada di satu kamar bersama Anda. Namun, nyonya menolaknya,” jelas Aria. Mendengar itu, Hugo hanya mengangguk pelan. Lalu, dia pun berlalu dari hadapan sang pelayan tanpa mengatakan apa pun. Baginya, hal tersebut tidaklah penting dan buang-buang waktu. Setelah berjalan beberapa saat, akhirnya Hugo sampai di depan kamar anak-anak Elea. Tanpa berpikir panjang, pria itu langsung menyelonong masuk. Elea yang sedang menata barang pun sontak terlonjak. Mata ambernya seketika menatap tajam ke arah Hugo. “Apa kau tidak bisa mengetuk pintu terlebih dahulu?” tanya Elea dengan kesal. Namun, Hugo tak menjawab pertanyaan tersebut. Dia malah balik bertanya. “Kenapa kau tidak mau tidur denganku?” serobotnya. Mulut Elea seketika menganga s

  • Melahirkan Pewaris Kembar untuk sang CEO Kejam   Sama Saja

    “Halo, bagaimana? Apa Elea sudah di mansion sekarang?” Hugo bertanya pada seseorang yang ada di seberang telepon. “Sudah, Tuan. Saya sudah menyuruh Tores untuk menjemput mereka tadi,” jawab Jay.Setelah mengatakan itu, tanpa aba-aba Hugo langsung menutup panggilannya. Pria tersebut lantas menyandarkan punggungnya ke kursi seraya menghela napas kasar. Sebenarnya, dia tadi ingin sekali menjemput Elea dan kedua anaknya. Hugo merasa rindu dengan mereka. Namun, ego dan dirinya sudah menyatu layaknya batang dengan akar. Sangat susah untuk terpisah. Di tengah kekalutannya, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan. Hugo langsung mengatur posisi menjadi siap sambil berkata, “Masuk!”Akhirnya, pintu pun terbuka dan menampilkan sosok Beatrice Migelda–sekretaris Hugo. Wanita itu mulai melangkahkan kaki jenjangnya untuk memasuki ruangan. Pakaian yang dikenakannya hari ini sangatlah tidak menunjukkan kesopanan sama sekali. Bagaimana bisa dia pergi ke kantor dengan mengenakan mini dres

  • Melahirkan Pewaris Kembar untuk sang CEO Kejam   Semua Karena Ego

    “Ayo, pulang. Ini sudah larut malam.”Hugo mengajak Elea dan Axel untuk meninggalkan rumah sakit dan pergi ke mansion. Kebetulan, Angel juga sudah tidur. Namun, Elea malah pergi ke sofa sambil menggendong Axel. Dia tidak menghiraukan ucapan Hugo barusan. Hal ini membuat mood pria itu semakin bertambah buruk. “El …” panggil Hugo pelan. Namun, sang empunya yang dipanggil masih tidak menjawab. “Jika kau tidak mau pulang, terserah! Tapi, biarkan aku membawa Axel untuk pu–“ ucapan Hugo terpotong karena Elea tiba-tiba menatapnya dengan tajam. Wanita itu menaruh sebentar Axel yang sudah pulas ke atas sofa. Setelah itu, dia berjalan mendekat ke arah Hugo dengan langkah tegas. “Kenapa kau yang malah jadi sibuk sendiri dengan anak-anakku? Aku ibunya! Jangan berlagak sok jadi ayah ketika kau sendiri sebenarnya tidak mau menerima putra dan putriku!” sembur Elea. “Hentikan sandiwaramu sekarang juga!” imbuhnya lagi. Mendengar hal tersebut, rahang Hugo pun mengeras. Dia mengepalkan tangannya e

  • Melahirkan Pewaris Kembar untuk sang CEO Kejam   Rencana Besar

    “Kemarilah, ikut aku!”Elea menggeret tangan Hugo dengan paksa. Dia kemudian membawa pria itu menuju ke luar ruangan supaya anak-anaknya tidak melihat hal yang tidak seharusnya mereka lihat. Sesampainya di tempat yang aman dan cukup sepi, barulah Elea meledakkan seluruh emosinya yang sempat tertahan. “Kenapa bisa aku sampai tertangkap oleh paparazi begitu?! Apa kau tidak memerintahkan pengawalmu dengan benar?!” berang Elea. Namun, kening Hugo malah mengernyit. Dia tidak tahu, kenapa wanita itu protes seperti tak terima begini? “Memang apa salahnya? Kau istriku,” balas Hugo singkat. Mendengar itu, emosi Elea semakin bertambah besar. Dia bahkan memukul lengan Hugo dengan keras tanpa sadar. Ya, meski itu tidak akan memberi efek apa pun padanya. “Aku bukanlah istrimu! Aku hanyalah wanita yang menjadi tawananmu!” sergah Elea. Lantas, wanita itu maju selangkah dan mengatakan sesuatu kembali, tepat di depan wajah Hugo. “Jikalau kau tidak mengancam dengan menggunakan anak-anakku, maka ak

  • Melahirkan Pewaris Kembar untuk sang CEO Kejam   Skandal Baru

    “Putra? Kau!” Tanpa aba-aba lagi, George langsung melayangkan pukulan pada pipi kanan putranya. Sementara itu, Hugo yang tidak siap pun langsung tersungkur ke lantai. “George! Apa yang kau lakukan? Hentikan!” teriak Melda, lalu segera menghampiri sang putra yang tengah terduduk di lantai. Wanita itu pun membantunya untuk berdiri. Axel hanya bergeming saja melihat kejadian barusan. Lalu, netra ambernya tak sengaja bersitatap dengan netra hijau George. Anak tersebut tiba-tiba langsung berlari dan bersembunyi di balik punggung Hugo. “Hei, ada apa?” tanya Hugo kebingungan. “Aku takut …” cicit Axel pelan. Mendengar itu, Hugo jadi merasa tak enak sendiri. Akhirnya, dia pun berdiri dan langsung meraih sang putra ke dalam gendongannya. Pemandangan tersebut tak luput dari sorotan kedua orang tua Hugo. “Baiklah, mari kita pergi dari sini. Kita akan menjenguk adikmu ke rumah sakit,” ajak Hugo pada Axel, tapi masih bisa terdengar oleh telinga Melda. Wanita itu segera mencegat langkah Hugo

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status