"Andre, kamu menyukaiku, bukan?"Pertanyaan Wanda itu langsung dan berani.Daun telinga pria itu seketika memerah. Dia bertumpu pada meja teh dengan kedua tangannya, menundukkan kepala, dan bulu matanya yang panjang tampak bergetar ringan.Namun, tawa yang sulit ditahan sudah lebih dulu keluar dari tenggorokannya."Ya, aku menyukaimu."Saat mengucapkan kalimat itu, dia menatap langsung ke arah Wanda.Mata beningnya bercahaya seperti bintang-bintang di langit malam. Wanda menahan napas tanpa sadar, tak ingin melewatkan kilau indah dalam matanya.Andre menatapnya dengan pandangan lembut.Saat itu, seluruh dunia rasanya menjadi sunyi."Kamu tahu kapan aku mulai tertarik padamu?"Wanda memiringkan kepala sambil berpikir. "Saat aku, sebagai Luna, berhasil meraih juara pertama di setiap balapan?"Andre tersenyum dan berkata, "Saat kamu berdiri penuh semangat di podium Universitas Jinggara. Saat kamu melesat di lintasan balap dengan kecepatan penuh, saat kamu berani mengejar cinta tanpa ragu,
Beberapa hari kemudian.Wanda, Fabian, dan Irfan berkumpul di kantor lantai teratas Graha Nagasena.Gedung ini terletak di kawasan pengembangan baru Kota Jinggara. Dari balik jendela besar di lantai 66, dapat terlihat pelabuhan luas terbentang dan gerbang menuju lautan. Kapal-kapal kargo raksasa meluncur perlahan di permukaan laut yang tenang.Jas Fabian disampirkan begitu saja di sandaran sofa. Dia hanya mengenakan kemeja yang pas badan tanpa dasi, kerahnya dibiarkan terbuka, memperlihatkan kulit berwarna perunggu dan tulang selangka yang gagah.Lengan bajunya digulung hingga siku, memperlihatkan lengan bawah yang kekar dan berotot dengan garis-garis otot yang tegas dan penuh tenaga.Dia duduk dengan santai, kedua kakinya sedikit terbuka."Sentra Cipta di bawah namaku sudah ikut dalam persaingan untuk mengakuisisi Jinata Teknova. Tapi meskipun Sentra Cipta menawarkan harga lebih tinggi daripada Omica Tech, Sandy belum tentu akan memilih Sentra Cipta."Dalam waktu sesingkat ini, memaks
Dia menekan tombol jawab, lalu menempelkan ponsel ke telinganya."Bu Mitha, mohon maaf, saya baru saja menerima pemberitahuan dari atasan, dan diputuskan bahwa gelar 'Perempuan Teladan Nasional' sementara ini tidak akan diberikan kepada Anda."Bu Mitha merasakan dadanya menegang. Dia buru-buru bertanya, "Apa ada yang melaporkanku?!"Jangan-jangan, Wanda memang memegang bukti yang memberatkannya?Pikiran sang nenek berputar cepat. Wanda sudah bersembunyi selama tujuh tahun di keluarga Ferdian, mungkinkah dia diam-diam melakukan pekerjaan mata-mata?"Bu Mitha, anak Anda sudah dibawa polisi, dan netizen di internet menghujat Anda sebagai ibu mertua yang kejam. Mengingat opini publik yang berkembang, pihak kami di organisasi perempuan hanya bisa menarik diri dan menjaga jarak.""Pak Hu ... "Belum selesai dia bicara, telepon sudah diputus sepihak oleh lawan bicara.Saat Bu Mitha hendak menelepon balik, muncul lagi panggilan masuk di layar ponselnya.Kali ini dari staf Yayasan Palang Merah,
Jika Wanda masih menyandang status sebagai Nyonya Ferdian, dia pasti akan mengingatkan keluarga Ferdian untuk memperhatikan urusan hubungan masyarakat.Namun sekarang, semua yang terjadi adalah akibat ulah Harvey sendiri. Sekalipun terjadi guncangan besar di Perusahaan Ferdian, itu nggak ada sangkut pautnya dengannya.Wanda berdiri di depan ruang ICU, menatap Jojo yang terbaring di tempat tidur lewat kaca. Tubuh kecil itu hampir tenggelam di antara alat-alat medis dan selimut putih. Jika tidak diperhatikan dengan saksama, dia seolah tak terlihat.Di telinga Wanda seakan terdengar tangisan Jojo saat berusia dua atau tiga tahun. Kala itu di rumah sakit, dia menangis keras sambil memeluk pinggang Wanda, tubuh kecilnya bersandar erat dalam pelukannya.Saat itu, Wanda adalah segalanya bagi Jojo.Sandy datang menghampiri Wanda, dan Wanda langsung melirik dingin ke arah sabuk di tangan Sandy yang berlumuran darah segar."Pihak manajemen atas dari Omica Tech sudah mencariku. Mereka berharap ka
"Adik kecil, di dalam itu ruang isolasi steril, kamu nggak boleh masuk ya."Sasha bertanya kepada perawat, "Kapan Jojo akan sadar kembali?"Perawat menjawab dengan lembut, "Aku rasa, nggak akan lama lagi."Wanda berjalan mendekat dan melihat Sasha berjongkok di sudut dinding ruang ICU, memegang spidol warna dan menggambar sesuatu di atas kertas.Wanda melihat Sasha menempelkan kertas bergambar lentera harapan itu di pintu ruang rawat.Setelah selesai menggambar lentera harapan, Sasha menyatukan kedua telapak tangannya dan memejamkan mata, ekspresinya tampak penuh ketulusan.Tenggorokan Wanda terasa getir dan perih, emosinya membuncah."Aku berharap Jojo bisa segera sadar, hanya dengan begitu dia bisa meminta maaf pada Mama."Wanda mengusap wajah putrinya. Dia sendiri tidak begitu peduli apakah Jojo akan minta maaf padanya atau tidak, tapi bagaimanapun juga, Jojo adalah orang yang paling dekat dengan Sasha.Mereka saudara kembar. Dulunya begitu akrab tak terpisahkan. Ini adalah kali per
Bu Mitha segera menoleh begitu mendengar suara itu.Sasha juga melepaskan tangannya dari dasi Harvey.Gadis kecil itu berlari kecil mendekati dan melihat beberapa perawat mendorong ranjang pasien keluar dari ruang operasi.Langkah kaki Sasha langsung terhenti, tubuhnya membeku di tempat.Mata bulatnya yang hitam berkilau menatap lekat pada Jojo yang terbaring di atas ranjang dorong rumah sakit.Jojo memejamkan mata seperti sedang tertidur, sebagian besar wajahnya tertutup masker oksigen. Kepalanya, lengannya, dan kakinya dibalut kain kasa berlapis-lapis.Sasha hampir tidak bisa mengenali Jojo.Untuk pertama kalinya dia melihat Jojo dalam kondisi seperti itu. Rasa panik luar biasa melanda dirinya, seperti ada tangan besar yang tak terlihat, menutup mulutnya, membuat tubuh kecilnya gemetar tak terkendali.Tubuh Jojo dipasangi beberapa selang infus, dan seorang perawat tampak mengangkat tinggi botol infus di tangannya.Saat ini, Wanda bahkan tak sanggup mengalihkan pandangannya.Seakan ad