Share

Bab 5

Author: Amrita
Nadya turun dari motor modifikasi sambil menenteng kantong kertas.

Melihat wanita yang mengenakan celana yoga ketat, mata satpam itu langsung terbelalak.

Nadya dengan santai mengibaskan rambut panjangnya yang terurai, menyapa satpam itu, lalu masuk ke dalam taman kanak-kanak.

Dia sudah mencari tahu sebelumnya kelas tempat Jojo belajar. Begitu melihat wali kelasnya, Nadya tersenyum dan mendekat.

"Halo, aku bawakan permen karet untuk Jojo. Aku dengar permen yang dia bawa sangat disukai anak-anak lain."

Wali kelas itu menatap Nadya. "Jadi, Anda yang menyuruh Jojo membawa permen itu ke sekolah?"

Nadya tersenyum lebar. "Ya! permen karet ini buatan temanku, bahan dasarnya berkualitas tinggi ...."

"Jadi ini ulahmu! Anakku hampir mati tersedak gara-gara permen itu!!"

Teriakan keras meledak dari belakang Nadya. Begitu dia berbalik, sebuah tamparan mendarat tepat di wajahnya.

Pandangan Nadya langsung berputar, kepalanya pening.

"Kenapa kamu main tangan?!"

"Memang kamu pantas ditampar, dasar pembawa sial!"

Nadya bukan tipe orang yang bisa dipermainkan begitu saja. Dia menjilat bibirnya yang berdarah, lalu langsung melawan para orang tua murid yang menyerangnya.

....

Saat jam pulang sekolah, Wanda datang menjemput Sasha dan mendengar anaknya menceritakan dengan penuh semangat bagaimana Nadya dipukul.

Nadya dihajar habis-habisan. Jojo ingin membantunya, tetapi Sasha menarik kerah baju Jojo dan menyeretnya pergi.

Dengan wajah babak belur, Nadya membawa Jojo untuk mengajukan izin pulang lebih awal pada guru.

Orang tua murid lainnya langsung mengenali Nadya dan melontarkan kata-kata kasar padanya. Sasha tidak paham apa yang mereka katakan, namun jelas kata-kata itu terdengar sangat buruk.

Sasha duduk di kursi anak-anak, menatap ke luar jendela, melihat pemandangan jalanan yang sudah akrab baginya.

"Mama, kita mau pulang ke rumah?"

Cahaya di mata Sasha langsung redup.

Wanda menjawab, "Ini terakhir kalinya kita pergi ke rumah keluarga Ferdian."

....

"Bu Wanda, Non Sasha, kalian sudah pulang!"

Melihat Wanda, Bu Warti merasa lega.

Wanda baru satu hari satu malam meninggalkan rumah keluarga Ferdian, tetapi para pelayan di sana sudah kewalahan.

Wanda berkata, "Aku dan Sasha pulang untuk beres-beres."

Bu Warti tidak banyak bertanya, hanya mengingatkan, "Nona Nadya ada di rumah."

Wanda menggandeng tangan Sasha dan masuk ke ruang tamu. Begitu masuk, dia mendengar Nadya sedang memaki.

"Dasar perempuan-perempuan gendut sialan itu, aku malas saja meladeni mereka! Kalau aku benar-benar melawan, aku bisa bikin organ dalam mereka hancur lebur! Ah! Harvey, pelan-pelan dong!"

Nadya duduk di sofa, sementara Harvey sedang mengobatinya dengan kapas obat.

Jojo bertanya dengan cemas, "Kak Nadya, sakit nggak?"

"Kulitku tebal, nggak sakit! Aih! Harvey, jangan kasar begitu!"

Nadya meringis, lalu mengangkat kakinya, hendak menendang paha Harvey.

Pria itu mendengus pelan. "Duduk yang benar!"

Melihat wajah Nadya penuh luka, Jojo merasa makin bersalah.

"Ini semua salahku, aku yang bikin Kak Nadya terluka."

Jojo menggembungkan pipinya sambil menunduk.

Dia mendongak dan mengintip wajah Harvey dengan hati-hati.

Dulu, saat ibunya terkena air panas atau jarinya teriris pisau saat memotong buah, Harvey tidak pernah peduli, apalagi membantunya membalut luka.

Namun sekarang, begitu Nadya terluka, Harvey langsung menggulung lengan bajunya, dengan telaten mengobati wanita itu.

Dalam hati dan pikirannya, hanya Nadya yang paling penting.

Jojo menoleh dan melihat Wanda serta Sasha masuk.

"Hmph!"

Begitu melihat mereka, Jojo langsung cemberut dan membuang muka, malas berurusan dengan mereka.

Nadya bertumpu dengan kedua tangannya di belakang, lalu bersandar sedikit ke arah Harvey, memperkecil jarak di antara mereka.

"Kak Wanda, akhirnya kamu mau pulang juga." Suaranya terdengar sinis.

Harvey sama sekali tidak melirik Wanda dan hanya berkata, "Baju Nadya kotor, ambilkan beberapa pakaian baru untuknya dari ruang pakaian."

Dalam pandangan dan pikirannya, hanya ada Nadya.

Wanda mengabaikan kata-katanya dan langsung menggandeng Sasha naik ke lantai atas.

Pada hari pernikahan mereka, dia percaya pada janji Harvey yang akan menjaganya seumur hidup. Dia sempat berpikir bahwa pria itu benar-benar mencintainya.

Sejak Jojo dan Sasha lahir, mereka tidur di kamar terpisah. Mertuanya berpesan agar dia memahami situasi, mengutamakan anak-anak, dan tidak mengganggu Harvey yang sibuk bekerja.

Suatu hari, saat mengantarkan sup jamur untuknya, dia mendengar Harvey sedang berbicara di telepon,

"Kami sudah lama tidur terpisah. Mana aku tahu dia mengorok atau nggak."

Lalu terdengar suara tawa lepas Nadya dari telepon.

Wanda diam-diam meletakkan sup itu di meja dan keluar dari kamar.

"Dia terlalu lengket, nggak capek, ya? Kadang dia menyebalkan banget."

Sejak hari itu, Wanda hanya fokus pada anak-anaknya.

...

Setelah Wanda menghilang di lantai dua, Nadya berkata, "Sepertinya dia nggak senang. Dia masih marah padaku, ya?"

Harvey tetap serius mengobati lukanya. "Nggak usah pedulikan dia."

Dia tahu Wanda tidak akan tahan lebih dari sehari semalam di rumah orang tuanya.

Begitu Nadya pergi, Wanda pasti akan kembali merendahkan diri, berusaha menyenangkannya lagi.

Jojo berdiri di samping dengan wajah cemberut sambil menggerutu. "Ini semua gara-gara Sasha! Kalau saja dia nggak menahan aku, aku pasti sudah bisa melindungi Kak Nadya!"

Nadya mengulurkan tangan dan menarik Jojo ke dalam pelukannya.

"Jojo hanya belum tumbuh besar saja. Tapi di mata Kak Nadya, kamu sama hebatnya seperti ayahmu, seorang pria tangguh!"

Mendengar dirinya disejajarkan dengan Harvey, Jojo menggigit bibirnya, matanya perlahan dipenuhi senyuman.

Tatapannya pada Harvey pun makin penuh dengan kekaguman.

Tak lama kemudian, Wanda dan Sasha turun ke bawah.

Wanda membawa koper berukuran 28 inci, sementara Sasha membantu mengangkat bagian roda belakangnya.

Sasha memang terlahir dengan tenaga besar, tetapi agar pertumbuhannya tetap sehat, Wanda tidak pernah membiarkannya mengangkat barang yang lebih berat dari tubuhnya sendiri.

Di bahunya tergantung sebuah ransel kecil, dan di tangannya dia memeluk boneka beruang.

Nadya terkejut dan berseru, "Kak Wanda, bawa koper sebesar ini, mau pergi ke mana?"

Tatapan Harvey jatuh pada koper di tangan Wanda, matanya yang dalam kini telah membeku dengan dingin.

"Kamu sedang cari masalah lagi?"

Wanda meletakkan kopernya di lantai sambil terengah-engah.

Dengan susah payah, dia melepaskan cincin kawinnya dan meletakkannya di atas meja di depan Harvey.

Sekilas, matanya menangkap jari tangan pria itu yang panjang dan halus bak pahatan giok, seputih dan sesempurna itu. Tujuh tahun menikah, tetapi Harvey tak pernah sekalipun memakai cincin kawinnya.

Sementara itu, seiring waktu berlalu, berat badan Wanda bertambah, meninggalkan bekas cincin di jari manisnya yang sulit hilang.

Alis tajam Harvey terangkat sedikit, napasnya begitu dingin, seakan bisa membeku.

"Wanda, cukup!"

Pulang ke rumah orang tua, melepas cincin kawin, tingkah kekanak-kanakan macam apa ini!

Pandangan Wanda jatuh pada pergelangan tangan Harvey, lalu bergeser ke pergelangan tangan Nadya.

Dia tertawa pelan. "Jadi sekarang sudah pakai jam tangan pasangan, ya?"

Barulah Harvey melirik ke pergelangan tangan Nadya, melihat jam tangan wanita yang sama persis dengan miliknya.

"Kak Wanda! Walaupun ini jam tangan pasangan, maknanya berbeda! Aku dan Harvey memakai ini sebagai jam tangan persaudaraan!"

Nadya mendengus tak terima. "Aku dan Harvey sudah seperti saudara sejak kecil, apa salahnya pakai jam tangan yang sama?"

"Ah, benar!" Nadya tiba-tiba teringat sesuatu dan mengambil sebuah kotak persegi dari ransel olahraganya.

"Harvey tahu kamu sedang marah, jadi dia sengaja memintaku memilihkan hadiah untukmu. Kak Wanda, terimalah hadiah ini, lupakan saja insiden di pesta ulang tahun itu!"

Nadya membuka sebuah kotak beludru, memperlihatkan isinya pada Wanda. Sebuah kalung dengan liontin semanggi berdaun empat yang tampak kasar dan tidak terlalu rapi buatannya.

Dia memiringkan kepala dengan wajah polos, membiarkan Wanda melihat bahwa di lehernya juga tergantung kalung yang sama. Hanya saja, miliknya adalah versi asli yang mahal dan jauh lebih indah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
nur bin thalib
dasar suami nggak bener tuh
goodnovel comment avatar
Chantiqa Chiqa
si Wanda gak tau malu atau gimana?? kalau mau pergi ya pergi aja. ngapain msh sok2 cari masalah lg
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
good wanda ini novel isinya anak durhaka sama ibu serta laki dzolim sama istrinya ,sahabat yg kurang ajar
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Melepas Cinta, Menggapai Diri   Bab 330

    Tadi itu ... Andre bicara pakai bahasa manusia, 'kan?Apakah maksudnya benar-benar seperti yang mereka pikirkan?"Apa maksudmu?!" Fabian bingung, dia benar-benar tidak mengerti.Andre melihat wajah serius Fabian, lalu menyerahkan rekam medis yang sedari tadi dia pegang."Kakak ipar, tenang aja. Pacar adikmu ini sehat luar dalam."Fabian langsung membuka dokumen itu dan membaca dengan teliti proses operasinya.Beberapa istilah medisnya terlalu rumit dan asing, dia pun mengangkat kepala untuk menatap Andre, lalu kembali menunduk melihat lembaran itu."Kenapa kamu memasukkan batu akik itu ke dalam tubuhmu?!"Harvey langsung meraih rekam medis Andre dengan kasar.Fabian pun terpaksa melepas genggamannya.Begitu membaca isinya, wajah Harvey berubah kelam, lebih hitam dari tinta.Jarinya gemetar karena terlalu keras mencengkeram, urat-urat di punggung tangannya menyembul jelas.Beberapa lembar kertas itu diremasnya hingga berkerut.Dia melotot pada Andre dengan mata merah menyala. Seluruh tu

  • Melepas Cinta, Menggapai Diri   Bab 329

    Andre tidak menggubris Harvey, bahkan kehadiran Harvey tidak membuatnya terkejut sama sekali.Yang menarik perhatiannya justru sosok Wanda di balik pria itu.Tatapan Andre langsung membeku.Wanda berlari ke arahnya dengan mata penuh kekhawatiran.Begitu sampai di sisi Andre, dia langsung menggenggam pergelangan tangan pria itu.Andre menundukkan kepala, terkejut saat melihat Wanda menggenggam tangannya. Bulu matanya yang panjang dan lebat bergetar ringan.Wanda menoleh dan berkata pada Andre, "Aku tahu kamu datang ke dokter andrologi."Andre menatapnya dengan mata suram, penuh riak emosi. Baru saja dia hendak bicara, Wanda sudah berdiri di depannya, seperti induk ayam melindungi anaknya."Harvey, nggak usah mencampuri urusan kami!"Ekspresi kedua pria itu sama-sama berubah.Andre tersenyum tipis, sementara wajah Harvey menjadi sangat kelam.Harvey pikir dirinya bisa bersikap tenang, tapi saat Wanda dan Andre menjadi sebuah 'kami', dan dirinya, sang mantan suami, berubah menjadi orang l

  • Melepas Cinta, Menggapai Diri   Bab 328

    Harvey merasa seolah dirinya berada di medan perang. Asap mesiu yang tak terlihat bergulung-gulung di udara, dan tatapan Fabian yang dalam, kini memancarkan kilatan seperti binatang buas yang hendak menyerang.Suasana di dalam lift langsung membeku.Fabian membentak dengan suara rendah namun tajam, "Lepaskan Wanda!"Fabian berdiri menghalangi pintu lift. Harvey tahu, tak mungkin dia bisa keluar dari sana.Akhirnya, dia pun menurunkan Wanda.Wanda memegangi dadanya, merasa sangat mual. Dia ingin muntah ke arah Harvey, namun isi perut yang hampir keluar itu justru kembali tertahan di tenggorokan.Fabian segera menarik Wanda ke belakang tubuhnya."Harvey, kamu paham arti kata 'enyah' nggak?"Di dalam hati, Fabian sudah berkali-kali mengingatkan diri sendiri bahwa membunuh orang itu melanggar hukum. Itulah satu-satunya alasan dia belum menghancurkan kepala Harvey sampai saat ini.Namun, Harvey tetap tidak menunjukkan tanda-tanda mau pergi.Sebaliknya, dia mengulurkan kantong kertas berwarn

  • Melepas Cinta, Menggapai Diri   Bab 327

    Tak ada yang lebih menyakitkan daripada hal ini!Sesuatu yang dulu dimiliki, tapi tak pernah dihargai. Begitu kehilangan, barulah disesali terus-menerus, sulit untuk benar-benar melepaskan.Harvey menatap Wanda dengan sungguh-sungguh. "Kamu yakin memilih Andre?"Wanda menjawab dengan nada profesional, "Kami dan Perusahaan Setiadi sudah mencapai kesepakatan. Semua proyek terkait akuisisi sudah selesai dibahas. Upacara penandatanganan resmi akan diadakan minggu depan."Tutur katanya ringan dan datar, seolah tak memandang keberadaan lelaki itu sedikit pun."Pak Harvey, kamu datang terlalu terlambat. Mungkin kalau kamu mengajukan akuisisi ini enam bulan lalu, nggak akan ada yang berebut denganmu.""Namun sekarang, meski kamu menawarkan syarat terbaik pun, aku nggak akan setuju. Meski kamu bisa benar-benar menepati janji, nggak berbalik arah, aku tetap lebih memilih melewatkan 6 triliun, 10 triliun, bahkan seratus triliun yang kamu sodorkan ke depanku!"Tak peduli berapa banyak uang yang di

  • Melepas Cinta, Menggapai Diri   Bab 326

    Mendengar ucapan itu, Wanda pun tertawa.Sandy mengacungkan 6 jari ke arahnya."Harvey menawar 6 triliun!"Sandy menekan kedua tangannya di atas meja, suaranya bersemangat sambil berbicara."Kalau Jinata Teknova diakuisisi oleh Perusahaan Ferdian, aku bisa masuk ke dewan direksi Perusahaan Ferdian bersamamu!"Padahal, ini adalah sesuatu yang tidak pernah dijanjikan oleh Andre dalam proses akuisisi."Ini proposal akuisisi yang ditulis langsung oleh Harvey, lihatlah sendiri."Sandy menyerahkan satu bundel tebal proposal kepada Wanda.Tawaran harga dan syarat yang diberikan oleh Harvey sangat menggoda baginya.Wanda mengambil proposal itu tanpa melihat isinya sedikit pun.Dia langsung merobek halaman pertama dan memasukkannya ke mesin penghancur kertas.Lalu halaman kedua dan ketiga, semuanya ikut disobek Wanda.Gerakannya memasukkan lembaran-lembaran itu ke dalam mesin penghancur sangat tenang dan terukur.Proposal itu dipersiapkan oleh Harvey semalaman suntuk, tapi di mata Wanda, tidak

  • Melepas Cinta, Menggapai Diri   Bab 325

    Nadya menyeringai dingin dengan ekspresi sombong, "Aku ini putri kedua keluarga Jinata!"Sang sekretaris merapikan kerutan pada setelan kerjanya. Demi bisa menjabat sebagai sekretaris presdir, dia telah menghabiskan puluhan juta hanya untuk membuat setelan bisnis ini secara khusus."Bu Wanda sudah mengingatkan, kalau sekarang kamu sudah jadi asisten wakil presdir, maka kamu harus bersikap seperti seorang asisten. Ini jam kerja, jangan berkeliaran di kantor seperti dulu!"Nadya menyipitkan mata, menatap sekretaris presdir yang berani membantahnya itu.Dia berbalik, lalu menendang kursi dan vas bunga yang ada di lorong hingga jatuh ke lantai.Dengan tatapan garang, Nadya melotot ke arah sekretaris itu, "Mau nasibmu seperti vas itu?"Sambil berkata begitu, dia kembali mengayunkan kaki dan menendang vas tersebut ke dinding hingga pecah berkeping-keping.Pandangan Nadya terhadap lawannya makin congkak.Namun, sekretaris itu tetap tenang, sama sekali tak gentar menghadapi kesombongan Nadya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status