Share

Bab 4

Author: Amrita
Di ujung telepon, pria itu sudah memutuskan sambungan.

Wanda kembali masuk ke mobil, menekan pedal gas. Mobilnya keluar dari tempat parkir dan melaju cepat.

Dia tidak menyadari ada sebuah mobil sport hitam yang mengikuti dengan sangat dekat di belakangnya.

....

Pemandangan di kedua sisi jalan berlalu dalam sekejap. Volvo perak itu melesat di atas aspal, bagai kilatan petir.

Mata hitam Wanda menatap lurus ke depan. Sudah lama dia tidak mengendarai mobil secepat ini. Adrenalinnya melambung tinggi seiring jarum pada spidometer yang melesat ke puncaknya.

Dia menyalip tiga mobil sport yang berwarna mencolok, dan orang-orang di dalam mobil-mobil itu berteriak.

"Astaga! Siapa itu?"

Di dalam mobil sport lainnya, seseorang memberi perintah melalui penyuara telinga nirkabel. "Cek nomor plat mobil itu sekarang."

Satu per satu mobil sport modifikasi tertinggal di belakang. Bahkan di tikungan tajam, Wanda tidak mengurangi kecepatannya sedikit pun.

Terdengar lagi suara di penyuara telinga beberapa pemuda kaya.

"Aku sudah dapat! Itu mobil keluarga Jinata!"

Seseorang bertanya dengan bingung, "Keluarga Jinata? Jangan bilang yang mengemudikan mobil itu Nadya?"

"Nadya sehebat itu? Jadi selama ini dia selalu menyembunyikan kemampuannya saat bertanding dengan kita?"

Volvo perak itu melaju di sepanjang jalan pegunungan yang berliku. Hanya satu mobil Ferrari hitam yang masih mengejarnya dari belakang.

Andre tersenyum sinis, sehelai rambut terjatuh di depan alisnya.

Dia pernah melihat Wanda yang penuh semangat.

Wanda adalah seorang jenius muda. Pada usia 14 tahun, dia masuk kelas akselerasi di Institut Teknologi Mandala. Selama tiga tahun berturut-turut, dia meraih medali emas di kompetisi Olimpiade Matematika Internasional. Saat berusia 19 tahun, dia mendapatkan lisensi balap dan berhasil masuk sepuluh besar Kejuaraan Reli Dunia.

Jalan hidupnya sangat cerah, selalu dikelilingi oleh tepuk tangan dan bunga-bunga kemenangan.

Namun, pada tahun ketiganya sebagai mahasiswa doktoral, dia memilih untuk keluar dan sepenuhnya fokus pada kehidupan sebagai ibu rumah tangga, menjadi istri penuh waktu di sebuah keluarga kaya.

Sejak itu, kursi mobilnya diisi dengan kursi anak, dan kecepatan mobilnya tidak pernah melebihi 70 km/jam.

Ban mobil bergesekan dengan aspal, menimbulkan suara mendecit yang tajam. Asap putih mengepul saat mobil Wanda tiba-tiba berhenti.

Ferrari milik Andre melesat melewatinya. Kini, dia hanya bisa melihat Volvo Wanda yang berhenti di tepi jalan melalui kaca spion.

Wanda membuka layar ponselnya. Dari speaker mobil, terdengar suara wali kelas Sasha.

"Mama Jojo, tolong datang ke sekolah secepatnya! Jojo membawa permen karet ke sekolah hari ini dan memberikannya pada teman-temannya. Sekarang beberapa anak yang ikut makan jadi sakit perut!"

Wanda masih belum sepenuhnya tenang setelah balapan liar barusan.

"Bu Sonya, aku bukan mamanya Jojo lagi. Kalau ada apa-apa dengan dia di sekolah, tolong hubungi ayahnya, nggak usah mencari aku lagi."

Wanda mengangkat tangannya untuk menyisir rambut yang jatuh di wajahnya, suaranya terdengar tegas dan pasti.

"Aku nggak akan peduli lagi sama dia."

"Hah?!" Wali kelas itu sangat terkejut, tetapi masalah di TK ini tidak bisa diabaikan. Dia harus meminta Wanda bertanggung jawab.

"Jojo bilang, permen karet itu dari Anda. Beberapa anak hampir tersedak memakannya, untung kita cepat menyadari. Kalau nggak, akibatnya bisa sangat fatal!

"Sekarang, para ibu dari anak-anak itu sudah datang. Mama Jojo, tolong segera datang ke sekolah dan jelaskan ini!"

Jojo dan Sasha bersekolah di taman kanak-kanak bilingual bergengsi. Semua muridnya berasal dari keluarga kaya atau berpengaruh.

Saat wali kelas menelepon, Wanda bisa mendengar suara ibu-ibu lain yang marah di belakangnya.

"Apakah sudah menghubungi Mama Jojo? Kenapa dia biarkan anaknya membawa benda seperti itu ke sekolah?"

"Anakku masih kecil, dia nggak tahu permen karet nggak boleh ditelan, tenggorokannya sampai sakit!"

Wanda bertanya, "Bisakah aku bicara dengan putriku, Sasha?"

"Tentu, tunggu sebentar."

"Mama!" Suara kecil Sasha terdengar di telinga Wanda.

Wanda bertanya padanya, "Sasha, apa kamu juga ikut makan permen karet?"

"Jojo bilang aku anak gendut. Dia kasih permennya ke semua teman, kecuali aku."

Wanda agak lega. "Kamu tahu Jojo dapat dari siapa permen itu?"

"Dari Tante Nadya."

Wanda sudah menduga jawaban ini.

Harvey selalu membela Nadya, dan Jojo mengikuti jejaknya.

Begitu Sasha selesai bicara, teriakan marah Jojo terdengar dari ujung telepon.

"Permen karet itu dari Mama! Bukan dari Kak Nadya!"

"Jojo! Kamu bohong!"

"Diam!! Ahhhhhh!!"

Wanda tidak tahu apa yang terjadi di sana. Tak lama kemudian, terdengar suara tangisan Jojo.

Wali kelas berseru, "Sasha! Jangan pukul Jojo!"

Setelah memastikan putrinya tidak disakiti, Wanda menutup telepon dan segera menghubungi nomor Bu Warti.

"Bu Warti, aku baru saja menerima telepon dari wali kelas Jojo. Dia bilang permen karet yang Jojo bawa sangat disukai teman-temannya. Wali kelasnya minta kita mengirimkan lagi permen itu ke sekolah."

"Hah, permen karet apa, ya?"

Bu Warti tampak bingung, tetapi Wanda langsung memutuskan telepon setelah selesai berbicara.

Bu Warti ingat, dia mendengar sopir yang mengantar Jojo ke sekolah berkata bahwa mereka bertemu Nadya di jalan.

Bu Warti langsung bertanya pada sopir dan memastikan bahwa permen karet itu memang pemberian Nadya.

Kemudian Bu Warti menelepon Nadya.

"Nadya, di mana kamu membeli permen karet itu? Teman-teman Jojo sangat suka, dan wali kelasnya memintaku untuk mengirimkan lebih banyak lagi ke sekolah."

Nadya merasa senang, ini adalah kesempatan baginya untuk tampil di depan banyak orang sebagai ibu baru Jojo.

"Biar aku yang belikan permen karetnya. Aku yang akan mengirimkan ke taman kanak-kanak, jadi nggak perlu merepotkan Bu Warti."

Bu Warti langsung setuju, "Baik, kalau begitu terima kasih banyak."

....

Wanda meletakkan satu tangan di setir, jari telunjuknya mengetuk setir dengan lembut.

Tiba-tiba, seseorang mengetuk kaca jendela mobilnya.

Kaca jendela diturunkan, sebuah jari yang lentik dan indah seperti patung porselen, memegang kartu nama dan menyodorkannya ke depan wajahnya.

Pada kartu nama hitam dengan huruf emas itu tertulis, 'Partner Firma Cahaya Hukum, Andre Setiadi'.

"Kalau butuh konsultasi perceraian, kamu bisa menghubungi aku."

Wanda menerima kartu nama itu. "Pak Andre kan pengacara top di Kota Jinggara, tarifmu terlalu mahal."

Andre memasukkan satu tangan ke dalam saku celananya. Dia mengenakan setelan jas tanpa dasi, kerah kemejanya terbuka, menampilkan jakun yang menawan.

"Aku bisa melakukannya dengan bebas biaya."

Wanda tersenyum. "Selain uang, aku nggak bisa kasih apa-apa lagi."

"Lima tahun lalu, kamu berhenti kuliah doktoral di tengah jalan, dan bilang pada ayahku, kamu mau menikah."

"Kondisi kesehatan ayahku makin buruk belakangan ini, kamu harus datang dan menemani dia. Kalau kamu mau menengoknya, aku akan bantu kamu memenangkan kasusmu tanpa biaya."

Ayah Andre, Tony Setiadi, pernah menjadi dekan Fakultas Matematika di Universitas Jinggara dan juga pembimbing doktoralnya.

Saat dia pertama kali masuk ke Institut Teknologi Mandala, Pak Tony kerap kali terlihat di sekitarnya, mendesaknya untuk segera lulus dan menjadi mahasiswa doktoral beliau.

Setelah masuk ke Universitas Jinggara untuk melanjutkan studi doktoralnya, Tony memanfaatkannya seolah-olah dia adalah kuda pekerja. Tony terus mendorongnya agar segera menyelesaikan tugasnya, karena khawatir jika negara asing menutup akses ke universitas, penelitian mereka akan makin terhambat.

Dia harus bolak-balik antara Universitas Jinggara dan keluarga Ferdian, di mana Bu Wanda juga mendaftarkannya untuk berbagai kelas, seperti memasak, merangkai bunga, dan apresiasi seni. Dia berusaha menjadi istri yang sempurna di kalangan elite, namun terkadang merasa kesulitan menyeimbangkan antara karier dan pendidikannya.

Pada tahun di mana dia mengalami pendarahan di masa kehamilannya, dia mengajukan permohonan untuk berhenti kuliah kepada Tony.

"Aku terlalu malu untuk menemuinya." Tatapan Pak Tony masih jelas dalam ingatannya. Bukan kemarahan ataupun teguran, hanya keheningan yang menusuk. Tanpa sepatah kata, Pak Tony berbalik, seakan tak ingin lagi berurusan dengannya.

Andre meletakkan satu tangan di pintu mobil, sambil menunduk memandang Wanda yang terkurung di dalam mobil sempit.

"Saat muda, mencintai siapa pun bukanlah kesalahan. Tetapi ketika dewasa, melepaskan sesuatu bukanlah hal yang salah. Masih ada orang yang menunggumu, selama kamu punya keberanian untuk memulai dari awal."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Melepas Cinta, Menggapai Diri   Bab 134

    Nadya merasa sangat puas. Dia melepaskan Jojo, lalu melihat ada bekas noda di jaketnya."Hmm? Tadi kamu minum air ya?"Jojo menggeleng."Tadi aku muntah."" ... " Wajah Nadya langsung berubah seketika.Dia buru-buru mengambil tisu basah dan menyeka jaketnya, tapi rasanya malah makin kotor.Nadya menggertakkan gigi geraham belakangnya, lalu diam-diam mendorong Jojo sedikit menjauh."Jojo, kamu duduk, ya."Nadya refleks menahan napas, dia bisa mencium bau busuk dari jaketnya!Sandy duduk di samping Nadya. Melihat Jojo begitu lengket pada putrinya yang bungsu, dia mengangguk puas.Soal perceraian putri sulungnya dengan Harvey, sebenarnya dia tidak terlalu khawatir. Asalkan salah satu dari kedua putrinya bisa mengikat hati Jojo dan Harvey, keluarga Jinata tetap bisa bergantung pada keluarga Ferdian.Saat melihat Nadya bersama kakek-neneknya, Sasha berhenti melangkah. Wajah kecilnya tampak serius.Wanda bertanya, "Pak Leonard, dia ...."Harvey menjawab datar, "Paman mendadak ada urusan ....

  • Melepas Cinta, Menggapai Diri   Bab 133

    "Papa!" Jojo membawa ranselnya, berlari gembira ke arah Harvey.Harvey jarang sekali menjemputnya di sekolah, jadi Jojo sangat bersemangat.Para ibu yang melihat Harvey pun sampai tertegun dan sulit melangkah.Yuda menghampiri Wanda, lalu dengan hormat mengundangnya, "Nona Wanda, silakan naik ke mobil."Wanda menolak, "Nggak perlu, aku dan Sasha akan naik taksi ke restoran."Dia memang tidak ingin berada dalam ruang sempit bersama Harvey.Yuda mencoba membujuk, "Pak Harvey hari ini sengaja datang menjemput Anda dan Nona Sasha."Wanda mengeluarkan ponsel dan hendak memesan taksi daring.Yuda pun berjalan ke arah pintu mobil Maybach dan melapor kepada Harvey.Tak lama kemudian, ponsel Wanda berdering. Dia kira itu telepon dari sopir taksi daringnya dan langsung mengangkatnya.Suara Harvey terdengar seperti angin dingin dari kutub utara. "Taksi daring dalam radius lima kilometer sudah aku suruh berhenti semua. Kalau kamu mau jalan kaki ke restoran bersama Sasha, aku nggak akan menghalangi

  • Melepas Cinta, Menggapai Diri   Bab 132

    Dalam balutan mantel cokelat pudar, Candra seolah menjelma menjadi musang kuning yang sedang menggoyang-goyangkan ekornya, pura-pura ramah padahal penuh kelicikan.Wanda menatapnya diam-diam, bertanya-tanya sandiwara apa sebenarnya yang ingin dia mainkan.Melihat Wanda tidak menanggapi, Candra berkata dengan wajah serius, "Dengan kondisi di negara kita saat ini, talenta terbaik pun sulit untuk bersinar!""Seperti aku ini, sungguh merasakannya. Aku harus berjuang mati-matian agar bisa keluar dari kota kecil yang tertinggal.""Wanda, aku bicara seperti ini karena menghargaimu. Kalau kamu ingin menekuni riset, ingin berkarya secara akademis, lebih baik melakukannya di luar negeri. Negara kita masih terlalu tertutup, hanya di luar sana kamu bisa benar-benar bebas berekspresi."Wanda menjawab, "Sekarang yang aku pikirkan hanya bagaimana menghidupi keluarga."Melihat bahwa Wanda tidak punya ambisi besar, senyum sinis muncul di wajah Candra. Bagi dia, Wanda hanya cerdas secara akademis dan bi

  • Melepas Cinta, Menggapai Diri   Bab 131

    Wanda berdiri dan menjawab, "Ya, aku ibunya."Guru itu memperkenalkan diri, "Saya wali kelas utama dari Kelas Kecil 2."Belum selesai dia bicara, Kiara langsung berteriak, "Wanda! Putrimu hari ini kembali memukul anak-anak dari kelas kecil!"Para orang tua murid dari kelas kecil segera menarik anak-anak mereka ke belakang, menjaga mereka dengan cemas.Guru kelas kecil itu buru-buru melambaikan tangan. "Nggak, nggak! Hari ini, dalam kegiatan edukasi keselamatan di sekolah, Sasha berhasil mengalahkan orang jahat bertopeng. Dengan gagah berani dia melindungi anak-anak kelas kecil. Kami khusus memberikan bunga merah besar sebagai penghargaan kepada Sasha.""Mama, lihat ini." Dengan bangga, Sasha mengeluarkan bunga merah besar yang dia terima dan menunjukkannya kepada Wanda seperti mempersembahkan harta karun.Kiara yang berdiri di samping, tertegun mendengar semua penjelasan itu.Wanda bertanya, "Setahuku, guru wali kelas Sasha nggak memberi kabar bahwa hari ini ada kegiatan edukasi kesela

  • Melepas Cinta, Menggapai Diri   Bab 130

    Seorang orang tua murid berkata pelan padanya, "Nona Wanda, terima kasih banyak karena sudah membuat Pak Lukman pergi. Sekarang Kepala Bagian Kurikulum yang menjabat sebagai kepala sekolah, dan telah melakukan banyak reformasi. Aku yakin tahun ini penilaian dan penghargaan siswa pasti akan lebih adil dan jujur!"Wanda merendah, "Itu bukan jasaku. Hari itu, kalau saja Lukman tidak membuat keributan dan ingin mengeluarkan Sasha, dia mungkin juga nggak akan jatuh."Beberapa orang tua dan guru sangat berterima kasih pada Wanda. Mereka sudah lama merasa tertekan oleh Lukman."Wanda!" Kiara datang sambil menggandeng tangan Fanny, wajahnya berseri-seri. Di sebelahnya ada Candra.Kiara memoles wajahnya sangat putih, alisnya tipis melengkung, dia mengenakan mantel wol bergaya tegas, membawa tas mewah di tangan, dan kalung yang menggantung di sweternya adalah giok senilai lebih dari 10 miliar.Sebelumnya di rumah keluarga Ferdian, Kiara bahkan sengaja menunjukkan liontin itu kepada Wanda untuk p

  • Melepas Cinta, Menggapai Diri   Bab 129

    Anak-anak yang satu tim dengannya ada yang bertumpu dengan kedua tangan di tanah sambil menjulurkan lidah, ada pula yang duduk di tanah menatap langit."Jojo, kami bahkan nggak bisa bangun lagi! Masih mau tanding ulang?"Duduk di samping, Jojo menatap guru olahraga yang sedang menyerahkan bunga merah kecil kepada Sasha.Guru olahraga juga mendapatkan lima bunga merah kecil, dan karena Sasha berhasil menjadi juara seorang diri mewakili lima orang, dia pun memperoleh lima bunga itu sekaligus.Wajah Jojo masam tak terkira.Dia menunjuk Sasha dan memberi perintah, "Orang yang menang juara pertama, bertugas merapikan peralatan!""Kenapa harus begitu?!" Susan membela Sasha.Fanny juga ikut bertanya, "Kenapa orang yang menang justru harus merapikan peralatan?"Jojo menjawab, "Yang lain semua sudah kehabisan tenaga karena Sasha! Lihat, dia sama sekali nggak berkeringat! Kalau bukan dia yang merapikan, siapa lagi yang bisa?"Susan berbisik, "Jojo, kamu sendiri kelihatannya masih sangat kuat!"J

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status