Bab 2
Tanganku mengepal dengan kuat. Tak bisa dipungkiri hatiku perih, bohong jika aku tidak tersakiti. Aku mencintai Mas Dafri bahkan mempertaruhkan segalanya demi bisa bersanding dengannya tapi lelaki brengsek itu malah menusukku dari belakang. Aku tidak akan bisa menerima ini.Kenapa Tuhan malah mengirimkan sampah seperti mereka ke dalam hidupku.Apa yang harus kukatakan pada papa soal ini. Aku bahkan hampir membenci lelaki yang menjadi cinta pertamaku itu karena sangat sulit memberikan restu saat aku akan menikah dengan Mas Dafri. Mengingat itu membuatku sangat malu.Maafkan anakmu ini, Pa. Aku memang bodoh karena tidak menyadari hama di sekitarku sendiri.Tok! Tok! Tok!“Elea sayang. Buka pintunya, kita harus bicara.”Mendengar suaranya membuat jantungku berdenyut nyeri. Dengan cepat kuseka air mata yang bergulir membasahi pipi. Air mataku terlalu berharga jika keluar hanya untuk si bajingan itu.Sebelum melepaskanmu, aku akan mengembalikanmu ke tempat dari mana kau berasal, Mas!“Aku sibuk. Kalau ada yang ingin dibicarakan tunggu besok pagi. Sekali lagi pintu itu diketuk, jangan harap melihatku lagi,” ujarku dengan suara agak keras agar dia mendengarnya.Kuhela nafas panjang sambil memijat pelipisku yang terasa berdenyut.Ting!Kuraih benda pipih itu.[Nyonya, perceraian anda akan saya urus saat anda selesai dengan masalah anda. Bukti perselingkuhan dan pernikahan siri tanpa izin istri pertama, akan saya cari. Anda bisa mempercayakan semua ini pada saya, Nyonya.]Senyumku tersungging membaca pesan dari Pak Togar. Ini sudah keputusan yang tepat, tidak perlu aku berpikir dengan kepala dingin karena hasilnya pun akan sama. Aku tidak sudi hidup dengan lelaki yang pernah bergumul dengan wanita lain. Macam tidak ada lelaki lain saja jika aku memperebutkan dia. Jika mau, aku bisa dengan mudah menujuk lelaki manapun dengan jari.Cinta yang kurasakan tidak penting lagi karena semua itu berubah menjadi benci dan jijik.Tanganku terangkat mengelus perut yang mulai berisi. Kehamilan yang selama ini kutunggu datang disaat yang tidak terduga. Rasanya enggan mengakui anak ini sebagai darah daging Mas Dafri. Tapi aku akan tetap mempertahankannya, anugerah yang sudah Tuhan berikan tak akan mungkin kusia-siakan. Bahkan rencananya aku ingin memberikan ini di hari jadi pernikahan kami satu minggu lagi.Anakku tidak butuh kasih sayang dari ayah yang bejat, aku bisa memberikan segalanya termasuk kasih sayang sepenuhnya. Saat dia lahir nanti aku akan berhenti bekerja dan fokus merawatnya.***“Mas, aku tidak mau jadi babunya. Ceraikan dia dan tuntut harta gono-gini, setelah itu kita bisa bisa beli rumah baru.”Pagi-pagi aku sudah melihat drama secara langsung. Mereka sampai tidak menyadari keberadaanku.Luna memang mata duitan. Dia tidak tahu saja Mas Dafri tidak akan bisa menuntut harta gono-gini karena rumah ini sudah kumiliki sebelum menikah dengan Mas Dafri.“Tidak bisa, Luna. Lagian kau juga ceroboh sekali, harusnya kau itu pura-pura menyesal di depan Elea agar dia percaya. Kau malah membongkar semuanya hingga membuat jalan kita semakin sulit.”“Kenapa menyalahkanku, Mas! Kamu juga yang ceroboh membawaku kesini, akhirnya Elea tahu juga.”“Kalau sampai Elea meninggalkanku, aku tidak akan mau melihatmu lagi, Luna.”“Mana janjimu yang akan menikahiku secara negara? Jangan hanya mau enaknya saja!” Luna bersungut-sungut.“Dengar ya. Papa mertuaku memberikan syarat, kalau sampai aku bisa memberikannya cucu laki-laki maka dua puluh persen saham perusahaannya akan menajdi milikku. Kalau aku dan Elea lebih dulu berpisah, aku tidak akan mendapatkan apapun!”Cucu laki-laki? Jadi diam-diam Mas Dafri pernah bertemu dengan Papa tanpa sepengatahuanku dan mereka membuat kesepakatan.Itu tanda jika Papa memang mencoba untuk menerima Mas Dafri tapi memang sepertinya dua puluh persen saham itu tidak akan didapatkan. Aku tidak akan membiarkannya.“A-pa? Dua puluh persen?” Mata Luna sampai membelalak, dia paling cepat tanggap jika soal uang.Tidak mungkin ada orang yang tidak tergiur mendapatkan dua puluh persen saham dari Hartanto Holding. Dengan ongkang-ongkang kaki saja mereka bisa hidup tanpa bekerja.Aku adalah anak semata wayang dan semua kekayaan milik Papa akan jatuh ke tanganku. Kekayaan yang orang katakan tidak akan habis tujuh turunan.“Makanya apapun yang Elea katakan harus kau turuti, mengerti! Kita sudah terjebak dan harus pintar mengambil hatinya, Elea pasti akan luluh.”“Baikalh, aku akan melakukan apapun. Tapi janji jangan meninggalkanku setelah kamu mendapatkan semuanya.”Dia meminta janji pada seorang pengkhianat? Mungkin Luna masih berada di alam mimpi. Sekali pengkhianat maka akan terus jadi pengkhianat!Langkahku yang sempat terhenti kini terayun menuruni tangga. Sengaja membuat ketukan heels dan marmer terdengar keras agar mereka menyadari keberadanku.Benar saja. Mereka langsung menoleh, Mas Dafri bahkan buru-buru mendekatiku.“Sayang ….”Aku mengangkat tangan memerintahkannya untuk berhenti bicara.“Aku lapar.”Mas Dafri langsung melirik Luna, “Buatkan sarapan untuk istriku!”“Kenapa ak-” Perkataan Luna terhenti saat Mas Dafri melotot padanya.“Sayang, mau makan apa?”Aku sudah muak dengan panggilan yang dulunya sangat kusuka itu.“Aku ingin makan ikan goreng dan sayur bayam. Aku tidak suka menunggu, kau tahu 'kan babu baruku?" ucapku pada Luna yang terlihat mengepalkan tangan.Tahanlah amarahmu itu demi uang yang tidak akan pernah bisa kau dapatkan!“Mas, cepat siap-siap. Kita harus pergi ke kantor.”“A-ku tidak jadi diturunkan jabatan?” tanya Mas Dafri dengan mata berbinar.Sebelah alisku terangkat, “Siapa bilang? Mulai hari ini kamu yang akan menjadi supirku berhubung semua orang yang bekerja disini sudah pindah ke rumah Papa.”Mata Mas Dafri membelalak, “Su-pir?”“Hm. Kalau tidak mau, tukang kebun pun boleh.”Bersambung ….Bab 3Dulu kau juga supir di kantorku, Mas. Kau harus ingat itu!Setelah aku biayai kuliah, bahkan keluargamu pun hidup enak tapi malah ini balasanmu. Tidak tahu malu. Kenapa juga Tuhan menciptakan makhluk sepertimu?"Tidak ada pilihan untuk jadi pengangguran ya. Ingat, kamu menanggung biaya hidupku dan istri mudamu itu. Jangan karena aku kaya kamu melupakan nafkah untukku. Aku masih istrimu bukan?""I–ya. Kamu istriku, sampai kapanpun kita tidak akan pernah berpisah."Tidak akan berpisah kepalamu! Aku bahkan ingin sekali mendorongmu ke dalam akuarium piranha.Cepat-cepat menetralkan perasaanku saat kembali memuncak karena emosi. Aku tidak boleh bicara buruk pada siapapun, kondisiku saat ini sedang hamil."Kalau begitu cepat. Aku tidak suka menunggu."Mas Dafri buru-buru melangkah menaiki tangga.Sedangkan aku menunggu di meja makan sambil memeriksa jadwalku hari ini. Sepertinya aku akan mengurangi aktivitas seperti apa yang disarankan dokter. Bagaimanapun anakku lebih berharga daripa
Saat mendengar kondisi kesehatan papa, aku urung untuk mengatakan semuanya. Bagaimanapun ini sangat beresiko, papa harus benar-benar sehat saat mendengar semua ini.Untunglah mama belum tahu soal mas Dafri. Mama tahu soal kehamilanku karena dokter yang kudatangi ternyata anak teman mama, aku bahkan tidak tahu soal itu."Sekarang temui papa. Papa pasti akan senang." Mama tersenyum menatapku, meyakinkanku untuk bicara pada papa.Niatku datang memang untuk itu.Setelah menganggukan kepala, langkahku terayun menuju kursi tempat papa duduk."Pa …."Lelaki paruh baya itu mendongak. Dan yang pertama kulihat adalah senyumnya. Sudah lama sekali aku merindukan tatapan hangat papa dan juga senyumnya. Papa menggeser tubuhnya memberikanku ruang untuk duduk."Duduk, Nak."Dengan ragu aku duduk di samping papa.Bingung harus memulai semuanya dari mana.Beberapa saat aku terdiam, papa pun tidak bicara seperti menungguku mengawali."Maaf …." Hanya satu kata itu yang lolos dari bibir diiringi isak tang
Diluar dugaan, ternyata Mas Dafri masih diam meski bisa kulihat rahangnya mengeras karena menahan emosi. Aku tidak memperdulikannya dan lanjut untuk membicarakan proyek baruku dan Jordi."Fasilitas hotel bintang lima tapi desain luarnya mengikuti rumah adat di sana. Bagaimana?""Not bad. Aku juga sempat berpikir seperti itu. Selain untuk memperkenalkan budaya kita pada turis, masyarakat kita sendiri pun harus tahu kekayaan Nusantara itu memang sangat menarik dan beragam. Kita harus pintar untuk mengolahnya bukan?""Kau benar, Elea. Lusa kita buat janji untuk bertemu dengan arsitek membicarakan soal bagunan.""Aku juga akan memantau langsung ke sana. Sembari liburan.""Kau memang harus liburan, Nyonya. Lihatlah keriput di matamu pertanda kau stres."Tanganku refleks terangkat menyentuh sudut mata yang disambut gelak tawa Jordi."Ck! Memang dasar penipu!" sungutku."Tidak ada penipu setampan aku," ujarnya lalu berdiri. "Aku pergi dulu."Cup!Di depan mata Mas Dafri, Jordi mencium pipiku
Seringai tersungging di bibirku, "Kamu pikir aku masih mau pada lelaki yang sudah masuk ke dalam sangkar burung orang lain? Aku jijik!""Aku sudah menyesali semuanya, Elea. Aku akan menceraikan Luna dan memulai semuanya dari awal."Mas Dafri mencoba untuk menggenggam tanganku namun dengan cepat aku menghindar."Memang dengan perceraianmu dan Luna itu bisa mengembalikan segalanya? Bisa membuat luka hatiku sembuh? Bisa mengembalikan kepercayaanku yang sudah hancur?""Tidak! Tapi aku akan tetap berusaha untuk meyakinkanmu kalau aku sudah berubah, aku akan memperbaiki semuanya."Kamu pikir aku akan percaya setelah mendengar percakapanmu dan Luna tadi pagi? Tidak ada lagi satu katapun yang bisa aku percayai darimu, Mas.Semua yang keluar dari mulutmu itu dusta di mataku."Lakukan! Aku ingin tahu sejauh apa usahamu untuk membuatku kembali percaya." Aku menantangnya, biarlah dia menghabiskan waktu untuk mengejarku karena apapun yang akan dilakukan olehnya itu tidak akan membuatku luluh. Semu
Mataku mengerjap pelan, menyesuaikan cahaya yang menerobos masuk ke dalam retina. Dari baunya sudah bisa ditebak ini rumah sakit.Sebelum hilang kesadaran, aku seperti mendengar suara Mas Dafri, apa dia benar-benar ada di sini."Jadi suaminya yang mana. Saya akan menjelaskan kondisi Bu Elea.""Saya suaminya, Dok.""Bukan. Saya suami Elea, Dok."Suara itu membuat kepalaku bergerak menoleh ke arah sumber suara.Mas Dafri dan Jordi di sana. Mereka malah bertingkah konyol, terutama Jordi. Untuk apa dia mengaku sebagai suamiku segala."Jo." Berharap dengan suara lirih dia akan mendengar namun dia masih tidak menoleh."Jo." Kembali aku memanggilnya dengan suara yang lebih keras. Jordi menoleh, bahkan Mas Dafri pun ikut menoleh dan menghampiriku."Sayang. Bagaimana perasaanmu? Apa ada yang sakit?""Aku yang dipanggilnya bukan kau. Pergi sana!" Jordi mendorong tubuh Mas Dafri menjauh.Dengan cepat Mas Dafri menepis dan balas mendorong Jordi."Pak, tolong jangan bertengkar di sini. Ini rumah s
Beberapa hari aku bahkan sama sekali tidak keluar dari kamar karena ingin benar-benar memulihkan kondisi. Tidak peduli dengan keributan setiap hari yang dibuat oleh Luna. Dia sangat cemburu karena Mas Dafri setiap malam tidur di kamarku.Aku melakukan itu bukan tanpa alasan, jelas karena memang ingin membuat Luna terbakar. Tidur satu kamar tapi tidak satu ranjang, aku tidak sudi berbagi ranjang dengannya. Untung saja dia tidak berani macam-macam apalagi sampai menyentuhku.Karena merasa kondisi sudah jauh lebih baik, kuputuskan untuk ke kantor. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan karena saat di rumah aku benar fokus untuk istirahat, tidak melakukan pekerjaan apapun."Kamu sudah membaik?" Mas Dafri keluar dari kamar mandi, menatapku yang sudah rapi dengan setelan kantor."Hm.""Biar aku saja yang urus pekerjaan kantor."Gerakan tanganku yang sedang merapikan rambut terhentu. Aku mendongak menatapnya tajam."Apa katamu? Coba ucapkan sekali lagi."Mas Dafri malah gelagapan, "Eh, ti
Masalah satu belum selesai, kini ditambah lagi beban di pundak saat mendengar papa dilarikan ke rumah sakit. Padahal kemarin saat bertemu papa masih baik-baik saja. Kondisi orang yang sudah renta seperti papa memang kadang tidak mampu diprediksi. Meski sering rutin cek kesehatan.Sepertinya papa juga benar-benar ingin memperbaiki hubungannya dengan mas Dafri. Papa memintaku datang bersama mas Dafri. Jelas saja dia akan selalu berada di sisiku karena dia supir yang akan mengantarku kemanapun aku pergi."Ingat, hanya di depan papa kamu bisa bersikap sewajarnya. Aku hanya tidak ingin papa semakin sakit jika tahu kelakuan menjijikkanmu itu." Sebelum menemui papa, aku lebih dulu memperingati mas Dafri."Sayang, beri aku satu kesempatan. Aku akan lakukan apapun untukmu, aku akan meninggalkan Luna tapi tolong jangan pergi dariku. Aku sangat mencintaimu."Sebelah sudut bibirku tertarik. "Kamu mencintaiku atau mencin
“Aku masih memiliki hati. Jadi, aku lepaskan tugasmu untuk beres-beres rumah,” ucapku sambil memperhatikan ekspresi wajah Luna yang sepertinya sangat kegirangan.“Harusnya dari awal. Aku datang kesini untuk jadi Nyonya bukan babu,” sahutnya dengan jumawa.“Aku hanya kasihan pada bayi yang kau kandung bukan kasihan padamu. Bayi tidak memiliki salah apapun, tapi kau jangan senang dulu. Kau akan jadi asisten pribadiku jadi kemanapun aku pergi kau harus ikut tapi saat aku berduaan dengan Mas Dafri kau harus pergi.”Luna melotot, “Kau sudah membuat surat perjanjian kemarin Mas Dafri dilarang untuk menyentuhmu da-”“Kau tahu sendiri aku ini orangnya plin-plan, jadi aku tarik semua pernyataanku kemarin dan surat perjanjian itu batal. Tidak ada lagi surat perjanjian antara aku dan Mas Dafri ataupun denganmu, aku akan melakukan apapun yang kumau jadi kau tidak ada hal untuk melarangku!”“Kau-”