BAB 1
Suara menjijikan menyapa telinga saat baru saja aku masuk ke dalam rumah. Suara itu berasal dari kamar tamu. Aku baru saja pulang dari luar kota setelah seminggu lebih disana untuk pekerjaan.Dengan jantung yang berdebar kudorong perlahan pintu yang memang tak terkunci. Saking asyiknya memadu kasih mereka sampai tidak menyadari keberadaanku.Prok! Prok! Prok!Saat aku bertepuk tangan dengan keras kegiatan mereka baru terhenti."Hebat! Kalian sudah cocok jadi pemeran film p*rn*," ujarku sesantai mungkin meski dadaku bergejolak menahan sesak dan perih karena pengkhianatan yang dilakukan suamiku. Istri mana yang tidak hancur melihat suaminya berbagi peluh dengan wanita lain di depan mata sendiri.Mas Dafri turun dari ranjang, dengan cepat mengenakan bajunya yang tergeletak di lantai. Sedangkan wanita itu menutup wajahnya dengan bantal."Sayang, aku bisa jelaskan. Dia yang menggodaku." Mas Dafri mencoba membela diri dengan menyalahkan wanita itu."Siapa yang menggodamu, Mas?!" Wanita itu berteriak melemparkan bantal yang menutupi wajahnya sembarangan.Luna. Aku bisa melihat dengan jelas wajahnya sekarang. Dia mantan sekretaris sekaligus sahabatku.Permainan macam apa ini?"Berubah profesi kau sekarang jadi pela cur, Luna? Kau mengundurkan diri jadi sekretarisku ternyata untuk jadi simpanan suamiku? Oh sorry, bukan simpanan tapi pemuas naf su suamiku."Sebelah alisku terangkat, melemparkan sorot tajam pada Luna dan Mas Dafri bergantian."Sayang, aku bisa jelaskan. Aku benar-benar tidak berniat untuk melakukan ini! A–ku ….""Simpan pembelaanmu itu, Mas."Dengan cepat kurogoh ponsel dari tas dan menghubungi pengacara."Pak Togar, saya ingin melaporkan kasus perzinahan suami sa–"Mas Dafri merebut ponsel dari tanganku, "Aku tidak berzina, Elea!""Kami sudah menikah. Mana mungkin aku melepaskannya yang sudah merenggut kesucianku." Luna menimpali dengan senyum licik tersungging di bibirnya.Mas Dafri hanya menunduk tak berani menatapku saat Luna mengungkapkan fakta. Dengan dia yang tidak menyangkal berarti semuanya memang benar.Manusia macam apa mereka ini?"Wanita seperti apa yang sebenarnya kau cari, Mas? Cantik, pintar, kaya? Aku memiliki segalanya? Aku bahkan rela menentang Papa demi menikah denganmu! Aku tidak bertegur sapa dengan Papa sampai sekarang karena aku lebih memilihmu! Dan ini balasanmu? Cuih! Tidak tahu diri! Sudah kuangkat derajatmu dengan pekerjaan yang bagus tapi … ah sudahlah. Bicara dengan hati batu sepertimu hanya membuang waktuku saja.""Kau juga harus sadar diri Elea. Kau memang memiliki segalanya tapi kau tidak memiliki waktu untuk Mas Dafri. Wajar kalau dia mencari kehangatan dariku. Kau selalu sibuk dengan pekerjaanmu, itu kenapa dia lebih nyaman denganku yang selalu asa untuknya."Tanganku mengepal kuat hingga bisa kurasakan kuku yang menancap menembus kulitku sendiri. Aku terlalu naif hingga tidak tahu saat ditusuk dari belakang oleh dua orang sekaligus.Mas Dafri berlutut di depanku, "Aku akan melakukan apapun tapi jangan tinggalkan aku. Aku sangat mencintaimu Elea, aku khilaf. Maafkan aku.""Khilaf bisa sampai berkali-kali ya? Sayangnya aku bukan wanita yang baik dan mudah memaafkan. Ya, kecuali kau mau menceraikannya.""Tidak bisa. Aku sedang hamil anak Mas Dafri, dia tidak akan menceraikanku!"Deg!Jantungku seperti diremas kuat. Fakta ini membuat luka hatiku semakin perih.Tidak hanya aku yang kaget, Mas Dafri pun membelalak mendengarnya."Mulai sekarang aku akan tinggal di sini karena ini juga rumah Mas Dafri!"Benar-benar tidak tahu malu!"Oke. Kau boleh tinggal di sini.""Elea!" Mas Dafri menatapku tidak percaya."Aku ingin tahu apakah dia memang benar mengandung bayimu atau bayi buaya lain, kita 'kan tidak tahu. Kau juga seharusnya pintar sedikit, Mas. Cari istri kedua itu yang lebih baik dariku, setidaknya agamanya baik jadi aku tidak akan marah. Bukan begitu, Luna? Ah … atau kau menikah lagi saja, Mas. Aku akan bantu pilihkan istri ketiga untukmu.""Dasar gila!" Luna berteriak mengumpat.Aku masih belum puas, "Agar kita impas, kau merasakan apa yang kurasakan. Sepertinya Mas Dafri juga tidak akan menolak. Lelaki mana yang akan menolak memiliki tiga istri.""El!" Mas Dafri mengejar saat aku keluar dari kamar."Bi, bibi!"Wanita paruh baya itu lari tergopoh-gopoh menghampiriku. Wajahnya pucat, dia pasti ketakutan karena aku memergoki Mas Dafri. Mas Dafri pasti mengancam agar tidak ada seorang pun yang buka suara."Mulai sekarang, bibi dan juga tiga asisten lainnya tidak usah bekerja di sini. Bibi bisa pindah ke rumah Papa.""Apa maksudmu, Elea?" tanya Mas Dafri."Kebetulan aku mendapatkan babu baru yang bisa dipakai gratisan nantinya. Bibi tidak akan dipecat, hanya pindah saja."Dengan tubuhnya yang dibalut selimut, kulihat Luna berjalan menghampiriku."Apa maksudmu dengan menyebutku babu?"Sudut bibirku tertarik membentuk seringai, "Kau datang kesini aku terima sebagai babu, bukan tamu apalagi madu! Jadi jangan senang dulu karena aku mengizinkanmu di sini," ucapku penuh penekanan.Tangan Luna melayang hampir menyentuh pipiku tapi dengan sigap aku menangkis dan mendorongnya hingga terjatuh."Luna!" Mas Dafri langsung membantu Luna berdiri.Kalian sudah masuk ke dalam kandang singa, aku tidak akan semudah itu melepaskan kalian yang sudah dengan mudahnya menghancurkanku, menginjak harga diriku dengan seenaknya.Aku Elea Izora Hartanto, bukan wanita lemah yang hanya akan menangis saat diduakan. Aku bukan orang yang mudah memaafkan, aku akan membalaskan apa yang sudah mereka lakukan.Mata dibalas mata. Hancur dibalas hancur!Bab 2Tanganku mengepal dengan kuat. Tak bisa dipungkiri hatiku perih, bohong jika aku tidak tersakiti. Aku mencintai Mas Dafri bahkan mempertaruhkan segalanya demi bisa bersanding dengannya tapi lelaki brengsek itu malah menusukku dari belakang. Aku tidak akan bisa menerima ini.Kenapa Tuhan malah mengirimkan sampah seperti mereka ke dalam hidupku.Apa yang harus kukatakan pada papa soal ini. Aku bahkan hampir membenci lelaki yang menjadi cinta pertamaku itu karena sangat sulit memberikan restu saat aku akan menikah dengan Mas Dafri. Mengingat itu membuatku sangat malu.Maafkan anakmu ini, Pa. Aku memang bodoh karena tidak menyadari hama di sekitarku sendiri.Tok! Tok! Tok!“Elea sayang. Buka pintunya, kita harus bicara.”Mendengar suaranya membuat jantungku berdenyut nyeri. Dengan cepat kuseka air mata yang bergulir membasahi pipi. Air mataku terlalu berharga jika keluar hanya untuk si bajingan itu.Sebelum melepaskanmu, aku akan mengembalikanmu ke tempat dari mana kau berasal, Mas!
Bab 3Dulu kau juga supir di kantorku, Mas. Kau harus ingat itu!Setelah aku biayai kuliah, bahkan keluargamu pun hidup enak tapi malah ini balasanmu. Tidak tahu malu. Kenapa juga Tuhan menciptakan makhluk sepertimu?"Tidak ada pilihan untuk jadi pengangguran ya. Ingat, kamu menanggung biaya hidupku dan istri mudamu itu. Jangan karena aku kaya kamu melupakan nafkah untukku. Aku masih istrimu bukan?""I–ya. Kamu istriku, sampai kapanpun kita tidak akan pernah berpisah."Tidak akan berpisah kepalamu! Aku bahkan ingin sekali mendorongmu ke dalam akuarium piranha.Cepat-cepat menetralkan perasaanku saat kembali memuncak karena emosi. Aku tidak boleh bicara buruk pada siapapun, kondisiku saat ini sedang hamil."Kalau begitu cepat. Aku tidak suka menunggu."Mas Dafri buru-buru melangkah menaiki tangga.Sedangkan aku menunggu di meja makan sambil memeriksa jadwalku hari ini. Sepertinya aku akan mengurangi aktivitas seperti apa yang disarankan dokter. Bagaimanapun anakku lebih berharga daripa
Saat mendengar kondisi kesehatan papa, aku urung untuk mengatakan semuanya. Bagaimanapun ini sangat beresiko, papa harus benar-benar sehat saat mendengar semua ini.Untunglah mama belum tahu soal mas Dafri. Mama tahu soal kehamilanku karena dokter yang kudatangi ternyata anak teman mama, aku bahkan tidak tahu soal itu."Sekarang temui papa. Papa pasti akan senang." Mama tersenyum menatapku, meyakinkanku untuk bicara pada papa.Niatku datang memang untuk itu.Setelah menganggukan kepala, langkahku terayun menuju kursi tempat papa duduk."Pa …."Lelaki paruh baya itu mendongak. Dan yang pertama kulihat adalah senyumnya. Sudah lama sekali aku merindukan tatapan hangat papa dan juga senyumnya. Papa menggeser tubuhnya memberikanku ruang untuk duduk."Duduk, Nak."Dengan ragu aku duduk di samping papa.Bingung harus memulai semuanya dari mana.Beberapa saat aku terdiam, papa pun tidak bicara seperti menungguku mengawali."Maaf …." Hanya satu kata itu yang lolos dari bibir diiringi isak tang
Diluar dugaan, ternyata Mas Dafri masih diam meski bisa kulihat rahangnya mengeras karena menahan emosi. Aku tidak memperdulikannya dan lanjut untuk membicarakan proyek baruku dan Jordi."Fasilitas hotel bintang lima tapi desain luarnya mengikuti rumah adat di sana. Bagaimana?""Not bad. Aku juga sempat berpikir seperti itu. Selain untuk memperkenalkan budaya kita pada turis, masyarakat kita sendiri pun harus tahu kekayaan Nusantara itu memang sangat menarik dan beragam. Kita harus pintar untuk mengolahnya bukan?""Kau benar, Elea. Lusa kita buat janji untuk bertemu dengan arsitek membicarakan soal bagunan.""Aku juga akan memantau langsung ke sana. Sembari liburan.""Kau memang harus liburan, Nyonya. Lihatlah keriput di matamu pertanda kau stres."Tanganku refleks terangkat menyentuh sudut mata yang disambut gelak tawa Jordi."Ck! Memang dasar penipu!" sungutku."Tidak ada penipu setampan aku," ujarnya lalu berdiri. "Aku pergi dulu."Cup!Di depan mata Mas Dafri, Jordi mencium pipiku
Seringai tersungging di bibirku, "Kamu pikir aku masih mau pada lelaki yang sudah masuk ke dalam sangkar burung orang lain? Aku jijik!""Aku sudah menyesali semuanya, Elea. Aku akan menceraikan Luna dan memulai semuanya dari awal."Mas Dafri mencoba untuk menggenggam tanganku namun dengan cepat aku menghindar."Memang dengan perceraianmu dan Luna itu bisa mengembalikan segalanya? Bisa membuat luka hatiku sembuh? Bisa mengembalikan kepercayaanku yang sudah hancur?""Tidak! Tapi aku akan tetap berusaha untuk meyakinkanmu kalau aku sudah berubah, aku akan memperbaiki semuanya."Kamu pikir aku akan percaya setelah mendengar percakapanmu dan Luna tadi pagi? Tidak ada lagi satu katapun yang bisa aku percayai darimu, Mas.Semua yang keluar dari mulutmu itu dusta di mataku."Lakukan! Aku ingin tahu sejauh apa usahamu untuk membuatku kembali percaya." Aku menantangnya, biarlah dia menghabiskan waktu untuk mengejarku karena apapun yang akan dilakukan olehnya itu tidak akan membuatku luluh. Semu
Mataku mengerjap pelan, menyesuaikan cahaya yang menerobos masuk ke dalam retina. Dari baunya sudah bisa ditebak ini rumah sakit.Sebelum hilang kesadaran, aku seperti mendengar suara Mas Dafri, apa dia benar-benar ada di sini."Jadi suaminya yang mana. Saya akan menjelaskan kondisi Bu Elea.""Saya suaminya, Dok.""Bukan. Saya suami Elea, Dok."Suara itu membuat kepalaku bergerak menoleh ke arah sumber suara.Mas Dafri dan Jordi di sana. Mereka malah bertingkah konyol, terutama Jordi. Untuk apa dia mengaku sebagai suamiku segala."Jo." Berharap dengan suara lirih dia akan mendengar namun dia masih tidak menoleh."Jo." Kembali aku memanggilnya dengan suara yang lebih keras. Jordi menoleh, bahkan Mas Dafri pun ikut menoleh dan menghampiriku."Sayang. Bagaimana perasaanmu? Apa ada yang sakit?""Aku yang dipanggilnya bukan kau. Pergi sana!" Jordi mendorong tubuh Mas Dafri menjauh.Dengan cepat Mas Dafri menepis dan balas mendorong Jordi."Pak, tolong jangan bertengkar di sini. Ini rumah s
Beberapa hari aku bahkan sama sekali tidak keluar dari kamar karena ingin benar-benar memulihkan kondisi. Tidak peduli dengan keributan setiap hari yang dibuat oleh Luna. Dia sangat cemburu karena Mas Dafri setiap malam tidur di kamarku.Aku melakukan itu bukan tanpa alasan, jelas karena memang ingin membuat Luna terbakar. Tidur satu kamar tapi tidak satu ranjang, aku tidak sudi berbagi ranjang dengannya. Untung saja dia tidak berani macam-macam apalagi sampai menyentuhku.Karena merasa kondisi sudah jauh lebih baik, kuputuskan untuk ke kantor. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan karena saat di rumah aku benar fokus untuk istirahat, tidak melakukan pekerjaan apapun."Kamu sudah membaik?" Mas Dafri keluar dari kamar mandi, menatapku yang sudah rapi dengan setelan kantor."Hm.""Biar aku saja yang urus pekerjaan kantor."Gerakan tanganku yang sedang merapikan rambut terhentu. Aku mendongak menatapnya tajam."Apa katamu? Coba ucapkan sekali lagi."Mas Dafri malah gelagapan, "Eh, ti
Masalah satu belum selesai, kini ditambah lagi beban di pundak saat mendengar papa dilarikan ke rumah sakit. Padahal kemarin saat bertemu papa masih baik-baik saja. Kondisi orang yang sudah renta seperti papa memang kadang tidak mampu diprediksi. Meski sering rutin cek kesehatan.Sepertinya papa juga benar-benar ingin memperbaiki hubungannya dengan mas Dafri. Papa memintaku datang bersama mas Dafri. Jelas saja dia akan selalu berada di sisiku karena dia supir yang akan mengantarku kemanapun aku pergi."Ingat, hanya di depan papa kamu bisa bersikap sewajarnya. Aku hanya tidak ingin papa semakin sakit jika tahu kelakuan menjijikkanmu itu." Sebelum menemui papa, aku lebih dulu memperingati mas Dafri."Sayang, beri aku satu kesempatan. Aku akan lakukan apapun untukmu, aku akan meninggalkan Luna tapi tolong jangan pergi dariku. Aku sangat mencintaimu."Sebelah sudut bibirku tertarik. "Kamu mencintaiku atau mencin