Niken turun dari motor matanya membeliak kaget. "Ke-kenapa bisa?""Saya dengar karena ada protes pada Mbah Saswito setelah melakukan pengobatan di sana dan tidak ada perubahan. Orang itu marah sampai membakar gubuk beserta Mbah Saswito di dalamnya.""Masa dukun bisa mati.""Dukun juga manusia Mbak, kalau memang sudah waktunya mati ya bakalan mati.""Kamu buka orang bayarannya si tua bangka itu 'kan?" tuding Niken."Orang bayaran gimana? Mbah Saswitonya saja sudah mati kok, saya mau pulang. Mana ongkosnya."Niken menggeram frustasi. Bagaimana bisa semua rencananya hancur bahkan tidak sampai satu hari. Apalagi ia sudah meminta Anton membawakan seorang gadis, entah itu Hanin atau bukan namun yang jelas Niken alam diminta bayaran oleh Anton sedangkan sekarang ia malah pupus harapan untuk mendapatkan Harya."Kenapa kau tidak mati setelah aku mendapatkan Mas Harya kembali!" teriak Niken membuat tukan ojek itu terlonjak kaget.Ia buru-buru meninggalkan Niken yang berteriak seperti orang gila
BAB 1Suara menjijikan menyapa telinga saat baru saja aku masuk ke dalam rumah. Suara itu berasal dari kamar tamu. Aku baru saja pulang dari luar kota setelah seminggu lebih disana untuk pekerjaan.Dengan jantung yang berdebar kudorong perlahan pintu yang memang tak terkunci. Saking asyiknya memadu kasih mereka sampai tidak menyadari keberadaanku.Prok! Prok! Prok!Saat aku bertepuk tangan dengan keras kegiatan mereka baru terhenti."Hebat! Kalian sudah cocok jadi pemeran film p*rn*," ujarku sesantai mungkin meski dadaku bergejolak menahan sesak dan perih karena pengkhianatan yang dilakukan suamiku. Istri mana yang tidak hancur melihat suaminya berbagi peluh dengan wanita lain di depan mata sendiri.Mas Dafri turun dari ranjang, dengan cepat mengenakan bajunya yang tergeletak di lantai. Sedangkan wanita itu menutup wajahnya dengan bantal."Sayang, aku bisa jelaskan. Dia yang menggodaku." Mas Dafri mencoba membela diri dengan menyalahkan wanita itu."Siapa yang menggodamu, Mas?!" Wanit
Bab 2Tanganku mengepal dengan kuat. Tak bisa dipungkiri hatiku perih, bohong jika aku tidak tersakiti. Aku mencintai Mas Dafri bahkan mempertaruhkan segalanya demi bisa bersanding dengannya tapi lelaki brengsek itu malah menusukku dari belakang. Aku tidak akan bisa menerima ini.Kenapa Tuhan malah mengirimkan sampah seperti mereka ke dalam hidupku.Apa yang harus kukatakan pada papa soal ini. Aku bahkan hampir membenci lelaki yang menjadi cinta pertamaku itu karena sangat sulit memberikan restu saat aku akan menikah dengan Mas Dafri. Mengingat itu membuatku sangat malu.Maafkan anakmu ini, Pa. Aku memang bodoh karena tidak menyadari hama di sekitarku sendiri.Tok! Tok! Tok!“Elea sayang. Buka pintunya, kita harus bicara.”Mendengar suaranya membuat jantungku berdenyut nyeri. Dengan cepat kuseka air mata yang bergulir membasahi pipi. Air mataku terlalu berharga jika keluar hanya untuk si bajingan itu.Sebelum melepaskanmu, aku akan mengembalikanmu ke tempat dari mana kau berasal, Mas!
Bab 3Dulu kau juga supir di kantorku, Mas. Kau harus ingat itu!Setelah aku biayai kuliah, bahkan keluargamu pun hidup enak tapi malah ini balasanmu. Tidak tahu malu. Kenapa juga Tuhan menciptakan makhluk sepertimu?"Tidak ada pilihan untuk jadi pengangguran ya. Ingat, kamu menanggung biaya hidupku dan istri mudamu itu. Jangan karena aku kaya kamu melupakan nafkah untukku. Aku masih istrimu bukan?""I–ya. Kamu istriku, sampai kapanpun kita tidak akan pernah berpisah."Tidak akan berpisah kepalamu! Aku bahkan ingin sekali mendorongmu ke dalam akuarium piranha.Cepat-cepat menetralkan perasaanku saat kembali memuncak karena emosi. Aku tidak boleh bicara buruk pada siapapun, kondisiku saat ini sedang hamil."Kalau begitu cepat. Aku tidak suka menunggu."Mas Dafri buru-buru melangkah menaiki tangga.Sedangkan aku menunggu di meja makan sambil memeriksa jadwalku hari ini. Sepertinya aku akan mengurangi aktivitas seperti apa yang disarankan dokter. Bagaimanapun anakku lebih berharga daripa
Saat mendengar kondisi kesehatan papa, aku urung untuk mengatakan semuanya. Bagaimanapun ini sangat beresiko, papa harus benar-benar sehat saat mendengar semua ini.Untunglah mama belum tahu soal mas Dafri. Mama tahu soal kehamilanku karena dokter yang kudatangi ternyata anak teman mama, aku bahkan tidak tahu soal itu."Sekarang temui papa. Papa pasti akan senang." Mama tersenyum menatapku, meyakinkanku untuk bicara pada papa.Niatku datang memang untuk itu.Setelah menganggukan kepala, langkahku terayun menuju kursi tempat papa duduk."Pa …."Lelaki paruh baya itu mendongak. Dan yang pertama kulihat adalah senyumnya. Sudah lama sekali aku merindukan tatapan hangat papa dan juga senyumnya. Papa menggeser tubuhnya memberikanku ruang untuk duduk."Duduk, Nak."Dengan ragu aku duduk di samping papa.Bingung harus memulai semuanya dari mana.Beberapa saat aku terdiam, papa pun tidak bicara seperti menungguku mengawali."Maaf …." Hanya satu kata itu yang lolos dari bibir diiringi isak tang
Diluar dugaan, ternyata Mas Dafri masih diam meski bisa kulihat rahangnya mengeras karena menahan emosi. Aku tidak memperdulikannya dan lanjut untuk membicarakan proyek baruku dan Jordi."Fasilitas hotel bintang lima tapi desain luarnya mengikuti rumah adat di sana. Bagaimana?""Not bad. Aku juga sempat berpikir seperti itu. Selain untuk memperkenalkan budaya kita pada turis, masyarakat kita sendiri pun harus tahu kekayaan Nusantara itu memang sangat menarik dan beragam. Kita harus pintar untuk mengolahnya bukan?""Kau benar, Elea. Lusa kita buat janji untuk bertemu dengan arsitek membicarakan soal bagunan.""Aku juga akan memantau langsung ke sana. Sembari liburan.""Kau memang harus liburan, Nyonya. Lihatlah keriput di matamu pertanda kau stres."Tanganku refleks terangkat menyentuh sudut mata yang disambut gelak tawa Jordi."Ck! Memang dasar penipu!" sungutku."Tidak ada penipu setampan aku," ujarnya lalu berdiri. "Aku pergi dulu."Cup!Di depan mata Mas Dafri, Jordi mencium pipiku
Seringai tersungging di bibirku, "Kamu pikir aku masih mau pada lelaki yang sudah masuk ke dalam sangkar burung orang lain? Aku jijik!""Aku sudah menyesali semuanya, Elea. Aku akan menceraikan Luna dan memulai semuanya dari awal."Mas Dafri mencoba untuk menggenggam tanganku namun dengan cepat aku menghindar."Memang dengan perceraianmu dan Luna itu bisa mengembalikan segalanya? Bisa membuat luka hatiku sembuh? Bisa mengembalikan kepercayaanku yang sudah hancur?""Tidak! Tapi aku akan tetap berusaha untuk meyakinkanmu kalau aku sudah berubah, aku akan memperbaiki semuanya."Kamu pikir aku akan percaya setelah mendengar percakapanmu dan Luna tadi pagi? Tidak ada lagi satu katapun yang bisa aku percayai darimu, Mas.Semua yang keluar dari mulutmu itu dusta di mataku."Lakukan! Aku ingin tahu sejauh apa usahamu untuk membuatku kembali percaya." Aku menantangnya, biarlah dia menghabiskan waktu untuk mengejarku karena apapun yang akan dilakukan olehnya itu tidak akan membuatku luluh. Semu
Mataku mengerjap pelan, menyesuaikan cahaya yang menerobos masuk ke dalam retina. Dari baunya sudah bisa ditebak ini rumah sakit.Sebelum hilang kesadaran, aku seperti mendengar suara Mas Dafri, apa dia benar-benar ada di sini."Jadi suaminya yang mana. Saya akan menjelaskan kondisi Bu Elea.""Saya suaminya, Dok.""Bukan. Saya suami Elea, Dok."Suara itu membuat kepalaku bergerak menoleh ke arah sumber suara.Mas Dafri dan Jordi di sana. Mereka malah bertingkah konyol, terutama Jordi. Untuk apa dia mengaku sebagai suamiku segala."Jo." Berharap dengan suara lirih dia akan mendengar namun dia masih tidak menoleh."Jo." Kembali aku memanggilnya dengan suara yang lebih keras. Jordi menoleh, bahkan Mas Dafri pun ikut menoleh dan menghampiriku."Sayang. Bagaimana perasaanmu? Apa ada yang sakit?""Aku yang dipanggilnya bukan kau. Pergi sana!" Jordi mendorong tubuh Mas Dafri menjauh.Dengan cepat Mas Dafri menepis dan balas mendorong Jordi."Pak, tolong jangan bertengkar di sini. Ini rumah s