Share

Dua Pria di Tempat yang Sama

Author: Risca Amelia
last update Huling Na-update: 2025-04-20 16:51:05

Para pelayan kafe mendadak bergerak dengan ketangkasan tinggi, nyaris seperti gerakan koreografi yang telah mereka latih berulang kali. Langkah mereka menjadi lebih sigap, ekspresi wajah mereka berubah menjadi lebih hormat. 

Tanpa satu perintah pun, mereka mulai menyatukan beberapa meja yang awalnya terpisah, menyusun ulang kursi, serta meletakkan vas kecil berisi bunga hydrangea segar. Semua dilakukan dengan cekatan, seakan mereka sedang menyambut kedatangan para bangsawan dari kerajaan yang jauh.

Di antara kesibukan itu, Anaby masih duduk dengan tubuh sedikit membungkuk, wajahnya nyaris tertutup seluruhnya oleh buku menu. Hanya sebagian kecil dari matanya yang berani mengintip ke arah Michael.

Namun, saat Anaby melakukan itu, tatapan mereka bersinggungan. Matanya tak sengaja bertemu dengan sepasang mata biru yang terasa begitu jauh, sekaligus begitu dekat dengan kenangan yang ia simpan. 

Dengan tergesa, Anaby kembali menutup wajahnya dengan buku menu. Jantungnya bertalu tak menentu, pipinya memanas, seolah sorotan mata Michael telah menelanjangi jiwanya. Sungguh, ia tak mengira kalau pria itu akan menatap ke arahnya di waktu yang bersamaan. 

"Tidak, Ana. Dia tidak mungkin mengenalimu. Pertemuan resmi baru nanti malam," bisik Anaby dalam hati, begitu pelan seperti doa yang dikirimkan ke langit.

Tak lama kemudian, seorang pelayan perempuan datang membawa nampan yang berisi pesanan Anaby. 

"Pesanan Anda, Nona," ucap pelayan itu sopan.

Terpaksa, gadis itu menurunkan buku menu dan mengangguk pelan. Bibir Anaby menarik seulas senyuman yang kaku sebagai ucapan terima kasih. Ia tak berani mengangkat kepala terlalu tinggi, agar tidak menarik perhatian para pria di seberang sana.

Tangan Anaby gemetar ringan saat menggulung spaghetti dengan garpu. Meski ia mencoba menenangkan diri, spaghetti itu terasa seperti tali-tali panjang yang ingin melilit tenggorokannya sendiri. Setiap suapan telah menjadi beban, sehingga ia harus menyeruput jus jeruk berulang kali.

Meski begitu, rasa penasaran tetap saja menguasai Anaby. Perlahan, ia mencuri pandang ke arah meja yang kini dipenuhi para eksekutif muda.

Michael tampak berbicara serius dengan dua orang bersetelan jas hitam. Pembawaannya begitu dewasa dengan aura kharismatik yang mendominasi. Suara pria itu tak terdengar tetapi raut wajahnya menunjukkan fokus yang tinggi, sementara jemarinya yang panjang bergerak-gerak seiring ucapannya. 

Dugaannya benar — Michael tidak mengenalinya. Terbukti, pria itu terlalu tenggelam dalam percakapan penting, seolah keberadaan Anaby hanyalah angin lalu.

Merasa sedikit lega, Anaby bergegas melanjutkan makannya, memaksakan diri menghabiskan spaghetti dengan cepat. Ia bahkan ingin menuntaskan potongan brownies yang tersisa, hanya demi bisa meninggalkan kafe, sebelum sesuatu yang tak diinginkan terjadi.

Namun, harapan itu musnah saat ponselnya tiba-tiba berdering. Suara getaran di atas meja terdengar nyaring di telinganya yang penuh waspada.

Anaby menatap layar ponselnya. Nama yang tertera di sana membuat darahnya seolah berhenti mengalir sejenak. 

Aslan.

Jari-jari Anaby mengepal. Rasanya seluruh kenikmatan makanan barusan sirna dalam sekejap. 

Dengan kalut, ia berusaha mengabaikan panggilan tersebut. Tangannya bergetar saat menyentuh tombol untuk membisukan panggilan.

Namun, dering itu tak kunjung berhenti. Aslan menelepon lagi. Dan lagi.

"Berhenti… berhenti meneleponku…," gumam Anaby, menggigit bibir bawahnya kuat-kuat.

Akhirnya, dengan napas yang tertahan, Anaby menekan tombol merah. Kali ini, ia menolak panggilan dengan tegas.

Belum sempat Anaby menenangkan diri, sebuah notifikasi pesan masuk.

[Aku sudah hampir sampai di kafe Eternity, Sayang. Kamu duduk di meja mana?]

Anaby membacanya dengan mata yang membesar. Panik menguasai tubuhnya.

Ia menatap sekeliling, berusaha mencari jalan keluar darurat walau semuanya terasa jauh dan sempit. 

Lalu, seperti kilatan memori yang menampar, Anaby teringat sesuatu.

Aplikasi pelacak lokasi.

Ya, Aslan pernah memasang aplikasi itu diam-diam di ponselnya saat hubungan mereka masih harmonis. Kala itu, Aslan beralasan hanya ingin memastikan keselamatan Anaby, tetapi itu hanyalah dalih untuk mengontrol setiap geraknya. Dan di masa sekarang, ia lupa menghapus aplikasi itu.

Anaby menggertakkan gigi. Akibat kelalaiannya, Aslan sedang menuju tempat yang sama, tempat di mana Michael juga berada. 

Dilanda kecemasan, Anaby menatap pintu kafe yang sebentar lagi akan terbuka oleh sosok yang ingin ia hindari.

Tidak! Bila Aslan sampai muncul di hadapan Michael, pria itu bisa menghancurkan semua rencana yang ia susun.

"Aku harus mencegah Aslan masuk," desis Anaby dengan suara tercekat.

Tanpa berpikir dua kali, gadis itu mengetik cepat pada layar ponselnya. 

[Aku sudah selesai makan, tunggu saja di luar. Tidak usah masuk ke kafe.]

Anaby berharap pesan itu terkirim lebih dulu daripada langkah Aslan yang mungkin saja sudah tiba di pintu kafe.

Tak menunggu balasan, Anaby segera bangkit dari kursinya, menyambar tas, dan melangkah menuju kasir. Detik-detik yang genting membuat jantungnya berdegup keras, layaknya genderang perang yang dipukul tanpa irama.

Di kasir, seorang wanita muda menyambutnya dengan senyum ramah. Sebelum wanita itu sempat mengucap jumlah tagihan, Anaby telah menyodorkan lima lembar uang kertas di atas meja kasir.

"Saya tidak butuh nota. Ambil saja kembaliannya untuk kalian," tukas Anaby, suaranya terdengar parau.

Kasir itu tampak kebingungan, bibirnya sempat terbuka untuk bertanya. Namun, Anaby telah membalikkan badan dan melangkah terburu-buru, seolah kafe itu akan runtuh dalam sekejap.

Sebelum menuju pintu, Anaby harus melewati meja tempat Michael dan para koleganya duduk bersama. Anaby mencoba menunduk, berharap langkahnya tak bersuara dan keberadaannya tak terdeteksi.

Sayangnya, takdir malah menggiringnya pada insiden kecil yang berubah menjadi bencana.

Tanpa sengaja, bahu Anaby menyenggol seorang pelayan yang sedang membawa nampan berisi lima gelas minuman. Sontak, nampan itu oleng.

Gelas-gelas jatuh menghantam lantai, memercikkan isi minuman ke segala arah. Satu di antaranya—jus anggur—mengenai baju Anaby, meninggalkan noda ungu yang mencolok.

"M-maaf," ucap Anaby spontan. 

Pelayan itu mematung sejenak, wajahnya pucat, seperti baru saja melihat penampakan hantu. Lalu, ia berlari mendekati Michael dan membungkuk panik.

"Ma-maafkan saya, Tuan! Minuman untuk Anda dan tamu lainnya tumpah karena tabrakan dengan... Nona itu!" tunjuknya ke arah Anaby, yang kini berdiri di tengah kafe dengan wajah merah padam.

"Kamu?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Selalu Bersamamu

    Hening menggelayut sesaat, usai Michael menyampaikan harapan tulusnya kepada sang ibu. Sebuah permintaan sederhana yang lahir dari kelemahan tubuhnya, tetapi penuh kekuatan cinta. Matanya yang masih redup menatap sang ibu, memohon tanpa suara agar perempuan yang telah melahirkannya itu sudi menerima Anaby. Akan tetapi, Nyonya Safira masih bungkam. Wajahnya tampak tenang, tetapi sorot matanya menyimpan gejolak batin yang sulit ditebak.Hati Anaby semakin resah. Ia memahami bahwa diamnya seorang ibu kadang lebih menyakitkan dari penolakan terang-terangan.Meski begitu, Anaby bertekad tidak akan menyerah. Ia tahu cinta tidak bisa dipaksakan, dan penerimaan pun memerlukan waktu.Melihat ibunya tak kunjung bicara, bibir Michael kembali bergerak. Walaupun serak dan lirih, suara lelaki itu cukup untuk mengguncang ruangan yang sunyi. “Kenapa Mama diam?” Nyonya Safira menghela napas panjang. Tatapannya berpindah dari Michael ke Anaby, lalu kembali lagi ke wajah putranya. “Kita tidak perlu

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Memohon Restu

    Tak disangka, saat tangan Anaby menggenggam jemari Michael yang semula dingin dan tak berdaya, sebuah keajaiban terjadi.Kelopak mata itu—yang selama dua puluh jam lebih hanya terpejam dalam ketidakpastian—perlahan bergerak. Sebuah gerakan halus, tetapi cukup membuat air mata Anaby tumpah sebelum ia sempat menyadarinya."Sayang, terima kasih. Kau sudah berjuang untuk kebahagiaan kita,” tutur Anaby, lirih tetapi penuh ketulusan.Michael mengerjap pelan. Pandangannya masih buram, belum mampu fokus sepenuhnya. Saat mendengar suara Anaby, jantungnya berdetak sedikit lebih kencang.Sontak, Nyonya Safira maju. Wajahnya yang semula tegang kini menampakkan sorot harap yang tak mampu ia sembunyikan.Ia ingin mendekat, ingin memastikan bahwa putranya telah sadar. Namun, langkahnya terhenti ketika salah satu perawat segera merentangkan tangan, menghentikannya."Maaf, Bu. Pasien harus segera dipindahkan ke ruang perawatan. Kami akan memantau kondisinya selama dua belas jam ke depan. Mohon beri j

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Tak Akan Pergi dari Sisimu

    Suara roda kursi yang berderak menyertai langkah Tuan Carlo menyusuri lorong lantai tiga, di mana ruang observasi terletak. Anaby duduk diam di atas kursi roda, memeluk kedua tangannya sendiri. Hatinya tak tenang. Sejak mendengar bahwa Michael telah selesai menjalani operasi, perasaannya dirundung kegelisahan. Antara rasa syukur karena sang suami selamat, dan rasa cemas membayangkan kemungkinan terburuk.Ketika Anaby dan Tuan Carlo melewati tikungan menuju ruang observasi, mereka berpapasan dengan sosok yang familiar. Seorang pria bertubuh tegap dengan rambut yang sebagian memutih. Dia adalah Tuan Gama, paman dari Michael sekaligus tokoh penting dalam keluarga Rajasa, “Tuan Carlo?” sapa Tuan Gama, melangkah mendekat. “Apa kabar? Sudah lama tidak bertemu.”Tuan Carlo menegakkan tubuhnya, lalu tersenyum lemah. “Kabar saya baik, Tuan Gama.”“Senang melihat Anda kembali dalam keadaan sehat,” balas Tuan Gama, menjabat tangan Tuan Carlo.Tatapan Tuan Gama kemudian jatuh ke arah kursi roda

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Penyesalan

    Meski pikiran dan hatinya enggan menyerah pada rasa kantuk, tubuh Anaby tak mampu melawan rasa lelah. Raganya terasa tak lagi miliknya sendiri. Perlahan, tanpa ia sadari, mata Anaby terpejam. Ia terlelap dalam tidur yang tidak tenang, seperti berlayar dalam kabut. Menyisakan mimpi yang samar—wajah Michael yang pucat, darah, suara ambulans, dan sorotan lampu rumah sakit yang menyilaukan.Tak jelas berapa lama ia terlelap, tetapi Anaby baru terjaga ketika ia mendengar suara yang amat familiar memanggil namanya.“Ana….”Kelopak mata gadis itu perlahan membuka, samar menangkap sosok yang berdiri di tepi brankar. Begitu pandangannya pulih, air mata langsung membasahi mata Anaby.“Papa,” gumamnya dengan suara serak.Tuan Carlo segera mendekat, kerutan di wajahnya tampak semakin jelas oleh rasa khawatir. Tanpa perlu aba-aba, Anaby bangkit dari posisi berbaring lalu memeluk sang ayah erat-erat. Pelukan itu begitu kuat, seolah ia sedang mencari perlindungan dari segala bentuk kejahatan di du

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Bertahanlah, Sayang

    Tak lama setelah mobil polisi yang membawa Aslan dan Sandra menghilang di tikungan jalan, deru mesin ambulance terdengar membelah malam. Lampu-lampunya berputar, memantulkan cahaya merah dan putih ke wajah-wajah panik yang masih berkumpul di sekitar tempat kejadian. Di antara mereka, seorang pria berjas hitam dan bermata tajam turun tergesa dari kursi depan ambulance. Dia-lah Mateo, asisten pribadi sekaligus orang kepercayaan Michael Rajasa.Dengan napas terburu, Mateo bergegas menghampiri Michael yang masih bersandar lemah di pangkuan Anaby. Beberapa petugas medis menyusul di belakangnya, membawa tandu, peralatan darurat, dan tabung oksigen.“Tuan Michael….” gumam Mateo, wajahnya tegang. Dua orang petugas medis segera berlutut, meraba nadi Michael lalu menoleh kepada tim medis yang lain. “Denyut nadinya lemah dan terjadi pendarahan. Cepat bawa ke ambulance. Kita tidak punya banyak waktu.”Anaby enggan melepaskan tubuh Michael. Matanya merah dan sembab, wajahnya pucat pasi seperti k

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Penebusan Berdarah

    Napas Anaby terhenti di tenggorokan, matanya tak berkedip saat menatap layar ponsel di tangan Michael. Angka itu terpampang jelas di sana, menampilkan bukti transfer senilai sepuluh miliar.Tak disangka, demi melindungi dirinya dan sang buah hati, Michael rela melepaskan uang yang ia miliki.Detik itu juga, Anaby ingin menjerit dan menghentikan Michael, tetapi pisau yang masih menempel di perutnya membuat seluruh ototnya menegang. Ketakutan Anaby bukan lagi soal keselamatan sendiri, melainkan nyawa kecil yang baru tumbuh di rahimnya. Dia belum siap kehilangan.“Uang sudah aku kirim ke rekeningmu. Sekarang, bebaskan Ana!” ujar Michael lantang. Suaranya tajam, menahan amarah yang mendidih dalam dada.Anaby hanya bisa menatap sang suami dengan mata berembun. Hatinya terharu melihat cinta Michael yang begitu besar, cinta yang tak pernah ia dapatkan di kehidupan sebelumnya. Dahulu, ia hanya dianggap sebagai istri mandul sekaligus wanita penyakitan yang layak dibuang. Kini, ia menjadi seor

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status