Share

Ambil ini, Nona.

Auteur: Risca Amelia
last update Dernière mise à jour: 2025-04-23 12:19:46

Seluruh pasang mata langsung tertuju pada Anaby. Para pria di meja eksekutif memandang dengan tatapan penuh tanya, sementara manajer kafe terburu-buru datang menghampiri Michael dengan peluh membasahi pelipis.

"Mohon maaf sebesar-besarnya, Tuan. Kami akan segera menggantinya dengan minuman yang baru. Kami juga akan mendiskusikan kompensasi atas ketidaknyamanan ini," ujar sang manajer dengan wajah tegang.

Namun, Michael berdiri dengan tenang. Gerakannya penuh kewibawaan, sehingga mampu membungkam seluruh kegaduhan. Para pelayan terdiam, manajer tertegun, dan bahkan suara denting sendok di kafe lenyap.

"Tidak perlu memperpanjang masalah kecil," ucap Michael, suaranya baritonnya seperti simfoni malam yang menggetarkan. "Ambilkan saja minuman baru. Dan minuman yang tumpah, akan tetap saya bayar."

Detik selanjutnya, pria itu menghampiri Anaby hingga membuat orang-orang di sekitarnya menjadi heran.

Napas Anaby tercekat, tubuhnya nyaris tak mampu bergerak saat melihat Michael kini berdiri begitu dekat.

"Ambil ini, Nona. Bajumu basah," kata Michael, mengulurkan saputangan berwarna biru dari saku jasnya. Tatapannya datar, tetapi menyiratkan sopan santun seorang pria berkelas.

Tindakan Michael yang tak terduga itu, membuat Anaby menyambar saputangan pemberiannya dengan tangan gemetar. 

"Terima kasih," gumam Anaby lirih, tak berani menatap mata Michael.

Tanpa berlama-lama lagi, ia melangkah cepat menuju pintu keluar, menolak untuk menoleh ke belakang.

Begitu keluar dari kafe, Anaby menghirup udara dalam-dalam, mengisi paru-parunya dengan oksigen sebanyak mungkin. Namun belum sempat ia menata napas, sosok yang justru ingin ia hindari muncul di hadapannya.

Anaby memejamkan mata sesaat, merasakan lega yang luar biasa. Meski insiden memalukan di hadapan Michael akan terus menghantui pikirannya, tetapi ia masih sempat keluar tepat waktu. Setidaknya, ia berhasil mencegah kemungkinan terburuk: pertemuan antara dua pria yang seharusnya tidak saling tahu satu sama lain.

Di seberang jalan, Aslan baru saja turun dari mobilnya—sebuah sedan tua berwarna abu-abu metalik, yang catnya mulai pudar di beberapa sisi. Mobil itu adalah kendaraan kesayangan Aslan, hasil dari perjuangan panjang mencicil dengan gajinya. Ia sering membanggakan mobil itu kepada Anaby, menyebutnya sebagai simbol cinta dan kerja keras.

"Ana!" panggil Aslan melambaikan tangan.

Alis lelaki itu berkerut, memperlihatkan gurat tanya yang tak bisa disembunyikan. Pandangannya langsung jatuh noda ungu kemerahan di bagian depan blouse Anaby. Ia juga menyadari ekspresi sang kekasih yang tidak nyaman, seolah baru saja mengalami kejadian tak menyenangkan.

“Apa yang terjadi padamu?” tanya Aslan, sarat dengan kekhawatiran dan nada interogatif. “Kenapa bajumu kotor seperti itu?”

"Ah, ini hanya kecerobohanku. Tadi aku tidak sengaja menyenggol pelayan yang membawa minuman," jawab Anaby sambil memaksakan senyum ringan, meski hatinya masih berdebar tak menentu.

Anaby buru-buru menunduk, berusaha menyeka sisa noda dengan saputangan biru muda di tangannya.  Saputangan halus dari bahan katun berkualitas, dengan motif garis-garis sederhana yang sangat maskulin. 

Tatapan Aslan berpindah dari wajah Anaby ke saputangan yang digenggam gadis itu. Saat melihatnya, mata Aslan semakin mengecil.

“Itu saputangan siapa?” tanyanya pelan, tetapi mengandung tekanan. “Seingatku, kamu tidak punya saputangan seperti itu.”

"Oh, ini dipinjamkan oleh manajer kafe,” jawab Anaby setenang mungkin. “Dia berbaik hati menolongku.” 

Aslan masih belum terlihat puas dengan jawaban itu. Akan tetapi, sebelum ia bisa bertanya lebih jauh, Anaby sudah berkata cepat.

“Kita bicara saja di rumah. Jangan di sini.”

Tanpa membuang waktu, Anaby melangkah menuju mobil pribadinya yang telah menunggu di depan kafe. Namun sebelum sempat membuka pintu, Aslan menarik pergelangan tangan Anaby untuk menghentikan pergerakannya.

"Tunggu, Sayang. Aku datang kemari untuk menjemputmu. Kenapa kamu malah naik mobilmu sendiri?" 

"Aku tidak minta dijemput, Aslan," tukas Anaby menatap pria itu. "Aku tahu kamu pasti sedang sibuk di kantor, dan aku tidak ingin merepotkanmu."

Aslan menggeleng, matanya masih memandang Anaby lekat-lekat, seolah ingin menguak rahasia yang tersembunyi di balik kilau mata sang kekasih.

"Aku sedang ada tugas luar, dan tidak terburu-buru kembali ke kantor. Justru aku ke sini karena ingin bicara serius denganmu. Jadi, kamu harus ikut mobilku," pinta Aslan, setengah memaksa.

Melihat Aslan bersikukuh mengajaknya pergi, pandangan Anaby refleks melirik ke balik jendela kaca kafe. Ketakutan itu kembali menyeruak, membayang-bayangi keberaniannya—bagaimana jika Michael tiba-tiba keluar dan melihat mereka bersama? 

Dengan berat hati, Anaby akhirnya menoleh pada sopirnya yang masih setia menunggu. Saat ini, ia tak punya pilihan selain menuruti kemauan Aslan. 

"Pak Darto, pulang saja dulu, dan tolong bawakan barang belanjaan saya. Saya ikut mobil Aslan."

Setelah menerima perintah dari Anaby, sopir itu menyalakan mesin mobil dan pergi.

Aslan lantas membuka pintu mobilnya dan membiarkan Anaby masuk terlebih dahulu. Mobil itu masih menyimpan aroma vanila yang menghangatkan hati Anaby dengan kenangan masa remaja mereka.

Namun sekarang, aroma itu terasa samar, tertutup oleh kecemasan yang menggumpal dalam dadanya. Kenangan yang dulu terasa manis, kini justru mengikat perasaannya seperti belenggu.

"Kita ke Taman Cahaya, yang biasa kita datangi dulu," ujar Aslan sambil tersenyum kecil, berusaha mencairkan suasana. "Aku ingin kita bisa bicara berdua saja, tanpa gangguan."

Terpaksa, Anaby duduk di samping Aslan tanpa membantah. Mobil itu pun melaju dengan kecepatan stabil, membelah jalanan kota yang padat di siang hari.

Di balik jendela kaca yang buram, Anaby sempat menoleh sejenak. Entah mengapa ia melihat bayangan sosok pria bermata biru yang masih duduk tenang di dalam.

Lekas saja, Anaby memalingkan wajahnya dan menggenggam saputangan itu erat-erat, seperti sedang menggenggam masa depan yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.

Pikiran Anaby tak henti mengulang kemungkinan terburuk. Apakah Sandra sudah memberitahu Aslan bahwa malam ini dirinya akan menghadiri pertemuan dengan keluarga Rajasa? Apakah Aslan tahu tentang rencana pertunangannya dengan Michael?

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Kesepakatan Jahat

    Hujan rintik membasahi jendela lantai empat, tempat Aslan sedang bekerja. Pria itu duduk di balik meja kerjanya dengan ekspresi berantakan. Dasi abu-abu yang semula terikat rapi, kini tergulung longgar ke samping.Kancing atas kemeja Aslan terbuka dan lengan kirinya sudah ia gulung setengah. Rambutnya juga tak lagi tertata, beberapa helai mencuat, terkena tangan yang berulang kali menyisirnya dengan kesal. Mata lelaki itu kosong memandang layar laptop, tetapi pikirannya melayang ke kejadian siang tadi—saat Anaby mempermalukan dirinya di ruang rapat. Ia bahkan diusir keluar dari mobil, tanpa diberi penjelasan siapa pria yang telah menggantikan posisinya. Entah kenapa, hal itu membuat Aslan lebih gila ketimbang ditampar di depan umum.Aslan mencoba kembali fokus, menatap lembar presentasi seminar bertajuk “Pendidikan Karakter dalam Era Digital”, yang akan disponsori oleh Nova Education Center.Namun, matanya tak dapat bertahan lebih dari satu menit. Berkali-kali ia membaca ulang satu

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Mengambil Alih Nasibku

    Anaby menatap undangan di tangannya. Mendadak, ada kenangan lama yang menyeruak dari balik ingatannya—lembaran waktu yang telah tersimpan di sudut terdalam.Pada kehidupan yang lalu, Aslan juga pernah menerima undangan serupa. Hanya saja, warna undangan itu bukan emas, melainkan biru tua dengan emboss hitam mengilap, tidak semewah yang kini ia genggam. Waktu itu, nama pengundangnya pun tak terekam di ingatan, karena Anaby sedang berada dalam kondisi buruk.Ia masih tenggelam dalam duka yang belum usai, pasca ditinggal sosok sang ayah. Tubuhnya mulai melemah oleh batuk yang berkepanjangan. Meski ia belum tahu, bahwa itu adalah cikal bakal dari penyakit yang lebih serius. Saat itu, Aslan berdiri di dekat ranjang dengan ekspresi prihatin yang berlebihan.“Kalau kau ikut dalam kondisi batuk, bisa tambah parah,” ujarnya dengan sorot mata sendu.“Pesta ini harus dihadiri oleh pasangan. Aku ajak Sandra saja, ya?”Tanpa berpikir panjang, Anaby mengangguk. Dalam kebodohannya, ia percaya bahwa

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Undangan Tak Terduga

    Pak Jeffry, sang ketua dewan direksi, akhirnya bersandar perlahan pada kursinya. Wajahnya menyiratkan sikap bijak yang telah terbentuk selama puluhan tahun memimpin rapat.“Kalau begitu, kita akan melakukan voting untuk menentukan apakah usul Bu Anaby diterima, dengan syarat yang telah disampaikan.”Begitu kalimat itu selesai diucapkan, Darwin langsung bangkit dari tempat duduknya, membagikan kertas kepada setiap anggota dewan. Suasana ruangan mendadak dipenuhi gemerisik kecil. Anaby tetap duduk tenang, meski jantungnya seperti ditusuk oleh ribuan jarum halus.Aslan, di sisi lain, mencoba menyembunyikan kegusarannya di balik senyum tipis yang ia pertahankan. Namun, jemarinya gemetar kecil saat menulis pilihan pada kertas. Pandangan lelaki itu kadang menoleh ke arah Anaby, kadang menunduk, seolah mencoba menebak hasil akhir sebelum waktunya. Beberapa menit kemudian, semua kertas dikumpulkan. Darwin berdiri di depan ruangan, menghitung dengan cermat.“Hasil voting,” pungkasnya dengan m

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Berani Mengambil Risiko

    Dengan senyum penuh wibawa, ketua dewan direksi membungkukkan tubuhnya ke arah kanan, berbicara pelan kepada beberapa anggota yang duduk di dekatnya. Mereka saling bertukar pendapat dalam bisikan yang tertahan. Ekspresi wajah mereka mencerminkan rasa kagum yang belum benar-benar meyakinkan. Setelah itu, sang ketua menegakkan tubuh dan mengalihkan pandangan ke seluruh peserta rapat.“Program ini cukup bagus, Pak Aslan. Namun, kita akan menentukan bersama apakah akan kita setujui atau tidak. Saya akan mengadakan voting internal.”Mendengar hal itu, Aslan tersenyum lebar, seulas kemenangan terlihat jelas di wajahnya. Matanya menyipit tipis, dagunya sedikit terangkat. Tubuhnya condong ke belakang dengan kesan percaya diri yang menguar tanpa perlu dijelaskan. Namun, sebelum euforia itu sempat berkembang lebih jauh, sebuah suara tajam meluncur dari ujung meja.“Tunggu sebentar,” ujar Anaby, pandangannya lurus menembus ke arah Aslan.Aslan menoleh cepat, alisnya sedikit terangkat. “Saya s

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Pengembalian Karma

    Dengan langkah penuh perhitungan, Anaby mengikuti Darwin menuju ruang rapat utama. Pintu ganda ruangan itu perlahan terbuka saat Darwin mendorongnya. Di dalam, nampak sebuah meja panjang yang dikelilingi kursi-kursi kulit hitam berkualitas tinggi. Sementara, diujung tengah meja, terdapat kursi kehormatan—kursi tempat Tuan Carlo biasa duduk selama bertahun-tahun. Titik tersebut menjadi pusat gravitas dalam setiap keputusan penting perusahaan.Begitu Darwin menampakkan diri, ruang rapat mendadak lebih tenang. Para manajer dan anggota dewan, menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada asisten CEO tersebut. Namun, mata mereka langsung membelalak saat melihat sosok muda di belakangnya. Beberapa tampak menegang, sebagian lainnya saling pandang, mencoba menebak siapa perempuan berpenampilan mewah dan berkharisma itu. Tatapan mereka berubah dari bingung menjadi tercengang ketika Darwin berhenti di sisi kursi utama. Pria matang itu mempersilakan Anaby duduk di sana.Anaby mengangguk keci

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Menepati Janji

    Mobil yang dinaiki Anaby berhenti tepat di depan lobi utama Nova Education Center. Cahaya matahari memantul di kaca-kaca tinggi, yang menghiasi gedung bergengsi tempat berkumpulnya para pemikir dan pendidik di kota Grenada. Begitu mobil benar-benar berhenti, Anaby melirik jam di ponsel sebelum membuka pintu.“Pak Darto, jemput saya saat jam makan siang, pukul dua belas tepat,” titah Anaby, dengan lembut.Pak Darto menoleh dan mengangguk penuh hormat. “Siap, Nona.”Setelah memberikan instruksi, Anaby mengeluarkan ponselnya dan menelepon Darwin—tangan kanan sang ayah yang selalu andal dan tepat waktu. Nada panggil hanya berbunyi dua kali sebelum disambut oleh suara tenang pria itu.“Saya sudah tiba di kantor,” ujar Anaby, sambil memindahkan tas tangan dan tas laptop ke pangkuannya.“Masuk saja Nona, saya menunggu di lobi,” balas Darwin, dengan nada ramah yang khas.“Baik. Saya segera masuk.”Anaby pun merapikan tasnya, lalu mendorong pintu mobil dan melangkah keluar. Angin pagi berembu

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Siap Melawan Aslan

    Tepat pukul enam, denting alarm ponsel membuat Anaby membuka matanya. Dengan penuh kesadaran, gadis itu bangkit dari ranjang. Meski semalam ia baru memejamkan mata menjelang pukul satu dini hari—pikiran Anaby telah lebih dulu terbang pada agenda yang menanti. Hari ini bukan sembarang hari. Ini adalah titik mula dari sebuah langkah besar yang telah ia siapkan dengan segenap keberanian. Dia akan berdiri sendiri, bukan sebagai putri seorang pengusaha besar, melainkan sebagai wanita yang layak diperhitungkan.Jari-jari Anaby yang ramping lantas menyapu layar untuk mematikan alarm.Namun, pandangannya terhenti saat melihat satu pesan masuk. Hanya satu baris—singkat, tetapi cukup membuat bibirnya melengkung membentuk senyum. Dari Michael.[Aku berangkat. Lakukan janjimu, dan aku akan menepati janjiku, Ana.]Seketika itu juga, garis lembut di bibir Anaby semakin lebar. Ia bisa membayangkan tatapan dingin Michael, tutur tajamnya yang menuntut, tetapi di baliknya ada perhatian dan perlindunga

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Hasrat Tak Terbendung

    Di kamarnya, Aslan menuju lemari gantung untuk memilih baju yang akan dia kenakan. Dari deretan gantungan, ia mengambil kemeja katun biru kelam bermotif garis, dipadu celana chino berwarna senada. Ikat pinggang kulit espresso diikat mantap, dan jam tangan perak berlingkar bezel hitam bertengger di pergelangan tangan kirinya. Setelah menyemprotkan parfum, Aslan meneliti wajahnya di cermin oval. Gel rambut tersisir licin, alis tebal yang rapi, dan paras maskulin yang sempurna.Bibirnya membentuk senyum tipis penuh keangkuhan. Andai saja dia berasal dari keluarga terpandang, pasti pesonanya mampu mengalahkan Michael Rajasa. “Suatu hari,” bisiknya, “kau akan menyesal, Ana. Cepat atau lambat, kau pasti kembali.”Sambil membusungkan dada, Aslan menelusuri lorong setapak paviliun menuju garasi. Rumah utama tampak sunyi, hanya diterangi lampu teras yang berpendar lembut. Aslan mendengus kecewa—tak ada sosok Anaby yang ia harapkan mengintip dari tirai jendela, sekadar untuk melihat penampil

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Istri Pengganti

    Gerbang besi tempa berukir lambang ‘R’ dengan warna keemasan menyambut kedatangan Laura. Di baliknya, jalan setapak granit hitam membelah hamparan taman bergaya Versailles—air mancur, patung nimfa, serta deretan bunga peony yang memanjakan mata.Cahaya lampu taman memantul pada kaca jendela mansion berlantai tiga lantai itu. Kediaman keluarga Rajasa menjulang megah, bagaikan sebuah istana klasik. Laura menelan kagum, kemudian menepikan mobilnya di depan teras bundar. Begitu mesin berhenti, ia menekan nomor Nicole.“Nicole, aku sudah di depan gerbang,” bisiknya gugup—antara takjub dan gelisah.“Masuk saja,” sahut Nicole ringan. “Security sudah tahu kalau kau akan datang.”“Tetap jemput aku, ya? Aku… canggung.”Tawa lembut terdengar di ujung sana, sebelum sambungan terputus. Tak lama, pintu gerbang pun terbuka. Nicole Rajasa—gadis berambut cokelat kemerahan itu muncul, mengenakan gaun linen selutut. Ia berbicara singkat pada petugas keamanan, lalu melambaikan tangan kepada Laura.Begi

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status