Share

Pertemuan Pertama

Author: Risca Amelia
last update Last Updated: 2025-04-20 00:01:00

Setelah memantapkan pilihannya, Anaby menelusuri deretan rak sepatu di sisi kiri butik. Pandangannya jatuh pada sepasang stiletto berwarna merah anggur, dihiasi pita satin kecil di bagian belakang tumit dan hak ramping sepanjang sepuluh sentimeter. Sepatu itu bukan hanya serasi dengan gaunnya, tetapi juga memancarkan keberanian yang selama ini ia kubur di balik gaun-gaun konservatif.

Tanpa ragu, Anaby memutuskan untuk membelinya. Selesai melakukan pembayaran, Anaby menggenggam kantong belanjaan butik itu dan kembali ke mobil.

"Antarkan saya ke kafe di sekitar pusat kota, Pak," ucapnya pelan kepada sopir, sambil menatap keluar jendela. 

Siang ini, Anaby ingin merasakan kedamaian seorang diri, jauh dari segala drama yang menyertainya. Ia hanya ingin menikmati makan siang dengan tenang—sebuah jeda yang langka sejak kehadiran Nyonya Kemala dan Laura.

Di perjalanan, Anaby memandang kalung bulan sabit yang masih menggantung di leher jenjangnya. Ia menyentuhnya dengan ujung jari—hati-hati, penuh perasaan. Semoga saja di kehidupannya yang kedua, kalung ini tak lagi membawa petaka, melainkan justru akan membawanya menemukan cinta sejati. 

Mobil berhenti di depan sebuah kafe dengan tanaman hijau yang menjuntai dari balkon. Anaby turun, melepaskan kacamata hitam yang menutupi sebagian wajahnya, lalu berjalan masuk. Ia memilih tempat duduk yang menghadap ke jalan, tempat cahaya matahari menyentuh permukaan meja kayu. 

Saat pelayan datang, Anaby memesan spaghetti, sepotong brownies dan jus jeruk. 

Sambil menunggu, gadis itu membuka ponsel untuk mengusir rasa bosan. Tak disangka, panggilan masuk dari Sandra muncul di layar.

Anaby sempat menatap layar itu beberapa detik, sebelum mengangkatnya dengan suara yang dibuat seramah mungkin.

"Halo, Sandra."

"Ana, aku ingin mentraktirmu dan Aslan untuk makan siang di restoran papaku.”

Anaby tersenyum tipis, meski tidak ada kehangatan di matanya. "Maaf, Sandra. Hari ini, aku tidak bisa.”

“Kenapa, Ana?” tanya Sandra tak menyerah. "Aku tadi sudah menelepon Aslan, dan dia bilang akan menjemputmu di rumah.”

Anaby menarik napas, menatap pemandangan luar jendela, seolah mencari udara segar untuk menepis kebohongan yang sedang ditunjukkan Sandra. 

"Aku sedang berbelanja untuk persiapan acara nanti malam.”

"Acara apa?" tanya Sandra cepat.

"Pertemuan dengan keluarga Rajasa," jawab Anaby santai, lalu segera menambahkan, "Aku harus menutup telepon sekarang. Lain kali saja kita makan siang bersama.”

Tanpa menunggu tanggapan dari Sandra, Anaby meletakkan ponselnya perlahan. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi, sementara pikirannya menerawang jauh.

Di kehidupan sebelumnya, ia selalu menolak untuk bertemu dengan Michael. Bahkan, ia tidak pernah tertarik untuk mengetahui bagaimana rupa pria itu. 

Terakhir kali mereka bertemu, saat usianya masih tujuh tahun dan Michael berusia sebelas tahun. Hanya saja, wajah anak lelaki itu telah mengabur dari memorinya.

Namun, ada satu ingatan yang tetap lekat : saat dirinya sekarat karena TBC stadium akhir. Anaby tak mungkin melupakan pria bermata biru yang menatapnya dengan raut panik bercampur luka yang dalam. Meski muncul sebagai sosok samar, pria itu adalah seseorang yang berusaha menyelamatkan jiwanya di detik terakhir.

Anaby menarik napas panjang. Tangannya kemudian meraih ponsel kembali untuk mengetik sebuah nama di mesin pencarian.

Michael Rajasa, CEO Matrix Group.

Namanya terdengar seperti gema di kepalanya. Lelaki yang dulu tidak pernah ia beri kesempatan, kini justru menjadi satu-satunya harapan yang tersisa untuknya. Dengan kekuasaan yang dimiliki Michael, pria itu pasti bisa mendukungnya untuk membalas dendam pada Aslan.

Dengan hati yang berdebar, Anaby membuka berita bisnis yang merekam jejak karier Michael sebagai pengusaha muda paling cemerlang di bidang startup.

Satu artikel terbuka. Di sana, berdiri seorang pria muda dengan setelan jas abu-abu gelap yang pas di tubuh atletisnya. 

Wajahnya sangat menawan, meski memancarkan aura dingin yang tak bisa disangkal. Garis rahangnya tegas, dan ada keanggunan di bibir tipis yang tak tersenyum. 

Rambutnya cokelat seperti daun maple di awal musim gugur. Akan tetapi, yang paling menyita perhatian adalah sepasang mata biru yang menatap kamera. Mata yang seakan bisa menembus kedalaman jiwa siapapun yang memandangnya. 

Biru itu ... bukan biru yang biasa. Itu adalah biru lazuardi yang jernih, biru langit setelah hujan reda, biru laksana samudra yang merangkum rahasia dunia. 

Anaby tercekat. Tenggorokannya mendadak terasa kering, seperti berada di tengah gurun pasir.

Di saat bersamaan, suara bel pintu kafe berdenting, memecah keheningan. 

Anaby mendongak refleks, dan matanya menangkap beberapa pria berjas yang baru saja masuk. Mereka tampak seperti rombongan eksekutif yang datang dari rapat penting, penuh wibawa dan percakapan tertahan.

Namun, ada satu di antara mereka yang paling mencolok. Tingginya lebih dari 180 cm, tubuhnya tegap dan wajahnya simetris, nyaris sempurna.

Langkahnya lebih tenang, lebih elegan. Ia tak banyak bicara, tetapi orang-orang yang bersamanya memandangnya seolah ia pusat dari orbit mereka. 

Pria muda itu berdiri tegap, mengenakan jas arang yang disulam halus, kemeja putih bersih, dan dasi berwarna merah gelap. Rambutnya yang tebal disisir rapi ke belakang, dengan sedikit gelombang alami.  

Dan, matanya....

Biru.

Itu dia. Mata yang sama. Wajah yang hampir identik dengan foto yang baru saja Anaby lihat di ponselnya.

Hanya saja, di dunia nyata, pria itu lebih memesona. Lebih hidup, lebih menggetarkan.

"Tuan Michael, silakan duduk," panggil salah satu pria, dengan nada hormat dan penuh penghargaan.

Deg!

Jantung Anaby serasa meloncat dari dadanya. Gadis itu buru-buru meraih buku menu dan mengangkatnya ke depan wajah, menyembunyikan keterkejutannya yang tak bisa ditahan. 

Mungkinkah pria itu, yang sedang duduk hanya beberapa meja darinya, adalah benar-benar Michael Rajasa? 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Selalu Bersamamu

    Hening menggelayut sesaat, usai Michael menyampaikan harapan tulusnya kepada sang ibu. Sebuah permintaan sederhana yang lahir dari kelemahan tubuhnya, tetapi penuh kekuatan cinta. Matanya yang masih redup menatap sang ibu, memohon tanpa suara agar perempuan yang telah melahirkannya itu sudi menerima Anaby. Akan tetapi, Nyonya Safira masih bungkam. Wajahnya tampak tenang, tetapi sorot matanya menyimpan gejolak batin yang sulit ditebak.Hati Anaby semakin resah. Ia memahami bahwa diamnya seorang ibu kadang lebih menyakitkan dari penolakan terang-terangan.Meski begitu, Anaby bertekad tidak akan menyerah. Ia tahu cinta tidak bisa dipaksakan, dan penerimaan pun memerlukan waktu.Melihat ibunya tak kunjung bicara, bibir Michael kembali bergerak. Walaupun serak dan lirih, suara lelaki itu cukup untuk mengguncang ruangan yang sunyi. “Kenapa Mama diam?” Nyonya Safira menghela napas panjang. Tatapannya berpindah dari Michael ke Anaby, lalu kembali lagi ke wajah putranya. “Kita tidak perlu

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Memohon Restu

    Tak disangka, saat tangan Anaby menggenggam jemari Michael yang semula dingin dan tak berdaya, sebuah keajaiban terjadi.Kelopak mata itu—yang selama dua puluh jam lebih hanya terpejam dalam ketidakpastian—perlahan bergerak. Sebuah gerakan halus, tetapi cukup membuat air mata Anaby tumpah sebelum ia sempat menyadarinya."Sayang, terima kasih. Kau sudah berjuang untuk kebahagiaan kita,” tutur Anaby, lirih tetapi penuh ketulusan.Michael mengerjap pelan. Pandangannya masih buram, belum mampu fokus sepenuhnya. Saat mendengar suara Anaby, jantungnya berdetak sedikit lebih kencang.Sontak, Nyonya Safira maju. Wajahnya yang semula tegang kini menampakkan sorot harap yang tak mampu ia sembunyikan.Ia ingin mendekat, ingin memastikan bahwa putranya telah sadar. Namun, langkahnya terhenti ketika salah satu perawat segera merentangkan tangan, menghentikannya."Maaf, Bu. Pasien harus segera dipindahkan ke ruang perawatan. Kami akan memantau kondisinya selama dua belas jam ke depan. Mohon beri j

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Tak Akan Pergi dari Sisimu

    Suara roda kursi yang berderak menyertai langkah Tuan Carlo menyusuri lorong lantai tiga, di mana ruang observasi terletak. Anaby duduk diam di atas kursi roda, memeluk kedua tangannya sendiri. Hatinya tak tenang. Sejak mendengar bahwa Michael telah selesai menjalani operasi, perasaannya dirundung kegelisahan. Antara rasa syukur karena sang suami selamat, dan rasa cemas membayangkan kemungkinan terburuk.Ketika Anaby dan Tuan Carlo melewati tikungan menuju ruang observasi, mereka berpapasan dengan sosok yang familiar. Seorang pria bertubuh tegap dengan rambut yang sebagian memutih. Dia adalah Tuan Gama, paman dari Michael sekaligus tokoh penting dalam keluarga Rajasa, “Tuan Carlo?” sapa Tuan Gama, melangkah mendekat. “Apa kabar? Sudah lama tidak bertemu.”Tuan Carlo menegakkan tubuhnya, lalu tersenyum lemah. “Kabar saya baik, Tuan Gama.”“Senang melihat Anda kembali dalam keadaan sehat,” balas Tuan Gama, menjabat tangan Tuan Carlo.Tatapan Tuan Gama kemudian jatuh ke arah kursi roda

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Penyesalan

    Meski pikiran dan hatinya enggan menyerah pada rasa kantuk, tubuh Anaby tak mampu melawan rasa lelah. Raganya terasa tak lagi miliknya sendiri. Perlahan, tanpa ia sadari, mata Anaby terpejam. Ia terlelap dalam tidur yang tidak tenang, seperti berlayar dalam kabut. Menyisakan mimpi yang samar—wajah Michael yang pucat, darah, suara ambulans, dan sorotan lampu rumah sakit yang menyilaukan.Tak jelas berapa lama ia terlelap, tetapi Anaby baru terjaga ketika ia mendengar suara yang amat familiar memanggil namanya.“Ana….”Kelopak mata gadis itu perlahan membuka, samar menangkap sosok yang berdiri di tepi brankar. Begitu pandangannya pulih, air mata langsung membasahi mata Anaby.“Papa,” gumamnya dengan suara serak.Tuan Carlo segera mendekat, kerutan di wajahnya tampak semakin jelas oleh rasa khawatir. Tanpa perlu aba-aba, Anaby bangkit dari posisi berbaring lalu memeluk sang ayah erat-erat. Pelukan itu begitu kuat, seolah ia sedang mencari perlindungan dari segala bentuk kejahatan di du

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Bertahanlah, Sayang

    Tak lama setelah mobil polisi yang membawa Aslan dan Sandra menghilang di tikungan jalan, deru mesin ambulance terdengar membelah malam. Lampu-lampunya berputar, memantulkan cahaya merah dan putih ke wajah-wajah panik yang masih berkumpul di sekitar tempat kejadian. Di antara mereka, seorang pria berjas hitam dan bermata tajam turun tergesa dari kursi depan ambulance. Dia-lah Mateo, asisten pribadi sekaligus orang kepercayaan Michael Rajasa.Dengan napas terburu, Mateo bergegas menghampiri Michael yang masih bersandar lemah di pangkuan Anaby. Beberapa petugas medis menyusul di belakangnya, membawa tandu, peralatan darurat, dan tabung oksigen.“Tuan Michael….” gumam Mateo, wajahnya tegang. Dua orang petugas medis segera berlutut, meraba nadi Michael lalu menoleh kepada tim medis yang lain. “Denyut nadinya lemah dan terjadi pendarahan. Cepat bawa ke ambulance. Kita tidak punya banyak waktu.”Anaby enggan melepaskan tubuh Michael. Matanya merah dan sembab, wajahnya pucat pasi seperti k

  • Membalas Mantan : Cinta Sejatiku Datang Setelah Kematian   Penebusan Berdarah

    Napas Anaby terhenti di tenggorokan, matanya tak berkedip saat menatap layar ponsel di tangan Michael. Angka itu terpampang jelas di sana, menampilkan bukti transfer senilai sepuluh miliar.Tak disangka, demi melindungi dirinya dan sang buah hati, Michael rela melepaskan uang yang ia miliki.Detik itu juga, Anaby ingin menjerit dan menghentikan Michael, tetapi pisau yang masih menempel di perutnya membuat seluruh ototnya menegang. Ketakutan Anaby bukan lagi soal keselamatan sendiri, melainkan nyawa kecil yang baru tumbuh di rahimnya. Dia belum siap kehilangan.“Uang sudah aku kirim ke rekeningmu. Sekarang, bebaskan Ana!” ujar Michael lantang. Suaranya tajam, menahan amarah yang mendidih dalam dada.Anaby hanya bisa menatap sang suami dengan mata berembun. Hatinya terharu melihat cinta Michael yang begitu besar, cinta yang tak pernah ia dapatkan di kehidupan sebelumnya. Dahulu, ia hanya dianggap sebagai istri mandul sekaligus wanita penyakitan yang layak dibuang. Kini, ia menjadi seor

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status