Home / Romansa / Membalas Mantan Suami Dengan Elegan / Penjual Jamu Milik CEO Tampan

Share

Penjual Jamu Milik CEO Tampan

Author: Hellen. S
last update Huling Na-update: 2023-07-08 09:20:09

5. Allah maha tahu segalanya.

Keesokan paginya Hasna mengerjapkan matanya perlahan saat sinar matahari menyusup masuk dari celah-celah jendela kamar.

Dan seperti biasa wanita itu terjaga dari tidurnya hanya bisa menatap sisi ranjang yang kosong. Tak ada suami yang menemani malamnya yang dingin. Hanya sebuah bantal guling yang teronggok di sana.

Semalaman ini Hasna tidak bisa tertidur dikarenakan suhu tubuhnya panas setelah kemarin siang pulang kehujanan ditambah lagi dengan kejadian kemarin membuat Hasna sangat tertekan ketika, Nita dan Tigor memperlakukannya bak seperti binatang.

Walaupun keadaannya sekarang kurang memungkinkan untuk berjualan. Namun wanita itu tetap menyempatkan diri untuk meracik jamu yang akan dijajakan nya nanti. Dia harus berjuang keras seorang diri tanpa bantuan siapapun itu termasuk suaminya sendiri yang telah melalaikan kewajibannya sebagai seorang suami. 

Kehidupan sehari-hari wanita itu tidak ubahnya seperti janda yang ditinggal pergi oleh suaminya tanpa ketidakpastian yang telah ditorehkan oleh Tomi. Kadang ia berpikir apakah ia masih punya suami...

Derttt…. ponselnya berbunyi, pesan masuk dari Nita

[Pantas saja anak saya tidak pernah pulang ke rumahnya, ternyata anak saya menikah dengan seorang wanita burik seperti kamu. Nyesel saya mendukung Tomi waktu itu. Tapi secepatnya Tomi akan menceraikan, kamu. Jadi tunggulah hari itu dan kamu bersiap-siaplah angkat kaki dari rumah anak saya.]

Wanita itu tersenyum sinis membaca pesan dari mertuanya. Sakit? Itu pasti, siapa yang tidak sakit dibuang bagaikan sampah.

Apa yang paling menyakitkan ketika kamu hidup di dunia seorang diri? Ya, merasa tidak dihargai dibuang seperti sampah.

Tok tokk ….

Pintu rumahnya digedor oleh seseorang. Hasna yang sudah bersiap-siap pergi berjualan menurunkan kembali bakul jamu itu lalu gegas melangkahkan kakinya menuju pintu keluar.

Hasna terkesiap ketika melihat siapa yang bertamu pagi-pagi ke rumahnya.

"Bu, Darmi toh. Kirain tadi siapa," ucap Hasna ketika ia sudah membuka pintu.

"Ibuk nggak lagi gangguin kamu, kan, Has?"

"Nggak kok, Bu, yuk masuk," pinta Hasna. 

"Lah, kamu udah mau berangkat jualan, Has?" Darmi berkata setelah ia melihat bakul jamu sudah lengkap dengan isinya ada di atas meja.

"Iya, Bu."

"Eem, kamu nggak papa kan ibu ganggu sebentar saja?" Darmi berkata lagi karena tak enak mengganggu Hasna yang ingin pergi berjualan.

"Nggak atuh, Buk, yuk duduk dulu. Ibu mau bicara apa sama Hasna?" Tanya Hasna ketika mereka sudah berada di ruang tamu.

"Jadi gini, Has. Ada yang ingin ibu bicarakan sama kamu. Tapi jangan bicarakan ini kepada siapapun termasuk Yuyun. Kamu mengerti, kan, Has?" ucap Darmi penuh penekanan. 

"Insya Allah nggak, Bu."

"Has, sebelumnya ibu minta maaf sama kamu waktu bersama Yuyun kemarin. Ibu gak bermaksud untuk menutupi apapun sama, kamu. Namun —" Wanita itu menghentikan ucapannya. 

"Nggak papa, Bu. Aku tau pasti berat untuk, Ibu mengatakan yang sebenarnya. Aku nggak akan memaksa, kok, Bu." Ujarnya.

"Terima kasih, Has. Ibu yakin kamu pasti bisa melewati ini semua. Karena kamu wanita kuat." Wanita itu menatap sendu Hasna. Kejadian yang menimpa anak sahabatnya itu membuat Darmi merasa iba. Dia sudah sangat kenal siapa keluarga Hasna dan tau seluk-beluk keluarga Hasna. Karena Imas – orang tua Hasna adalah sahabatnya.

"Insya Allah, Bu. Aku juga —"

Hasna terkesiap ketika Darmi membawanya ke dalam pelukan hangat wanita itu. Tiba-tiba ada rasa nyaman yang dirasakan Hasna ketika bersandar di bahu wanita yang sudah mulai menua itu. Belaian lembut tangan Darmi mengusap kepalanya mengingatkan Hasna kembali kepada orang tuanya.

 "Kamu anak yang baik, Has. Namun suratan takdir, lah, yang tidak berpihak sama, kamu. Namun Ibu yakin kamu pasti kuat menghadapi cobaan ini. Kamu anak kuat seperti ibumu – Nining" ucap Darmi sembari mengelus lembut kelapa anak sahabatnya itu.

Tak terasa ucapan itu membuat Hasna larut dalam kesedihan mengingat kembali bagaimana pengorbanan seorang ibu yang telah meninggalkannya. 

Di tumpahkannya segala beban yang selama ini ia pendam sendiri ketika menemukan bahu untuk bersandar mampu memberikan kenyamanan untuknya. 

"Menangislah, Has. Tumpahkan semua beban yang kamu rasakan. Anggaplah ibu sebagai orang tuamu sendiri." 

Hasna melepas pelukannya menatap sendu wanita yang ada di hadapannya. 

"Apakah aku bisa melawan takdir yang telah melekat dalam diriku, Bu? Cobaan yang selalu datang untukku begitu berat. Rasanya aku…."

Hasna tidak sanggup mengungkapkan apa yang ada dihatinya. Ia menunduk menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu menangis tersedu-sedu. Suara isakan tangisnya tidak dapat ia tahan. Terdengar begitu memilukan.

Darmi kembali menarik Hasna masuk ke dalam pelukannya. "Has, kamu jangan ngomong seperti itu, Nak. Takdir Allah tidak ada yang tau. Mungkin sekarang, Allah lagi memberimu cobaan yang harus kamu lewati dengan ikhlas dan mendekatkan diri kepada, Allah . Suatu hari nanti pasti kamu akan mendapatkan kebahagiaan." 

Hasna hanyut dalam dekapan hangat seorang wanita yang sedang mencoba menenangkannya. Terasa lebih tenang setelah mendengar penjelasan Darmi.

Sekali lagi Hasna menatap wajah wanita tua itu yang sudah membuat hidupnya seperti hidup kembali. "Terima kasih, Bu, sudah memberi pencerahan ini kepadaku. Insya Allah aku akan selalu mendekatkan diri kepada Allah. Karena Allah tempatku untuk mengadu permasalahan yang ada pada diriku ini." 

"Alhamdulillah, Nak. Ibu senang mendengarnya. Yakinlah, Allah tidak akan menguji hamba-Nya diluar batas kemampuan hamba-NYA. Sudah seharusnya kita menjadikan ujian ini sebagai sarana untuk mendekatkan diri kita kepada Allah yang maha memiliki semua jawaban atas setiap permasalahan yang kita hadapi. Sungguh Allah maha tahu segala." 

Hasna tersenyum, "Ibu telah membuatku hanyut dalam sepatah kata yang, ibu berikan untukku. Aku gak tau lagi mau ngomong apa sama, ibu. Has boleh meluk ibu lagi?"

 "Boleh, Nak." Kedua wanita itu saling berpelukan, Darmi merasa tenang setelah anak sahabatnya itu kini tampak lebih bersemangat lagi. 

Darmi melepas pelukannya memegang tangan Hasna menatap lekat wajah yang pastinya kini sudah kembali ada kehidupan. Nampak jelas di raut wajah Hasna penuh dengan senyuman. Sejuk sorot mata memandangnya.

"Has, kita tidak ada yang tau barangkali setelah ini Allah mengadakan sesuatu yang baru untukmu. Kamu fokus pada diri kamu sendiri. Jangan berikan peluang untuk orang-orang yang telah merendahkan, mengolok-olok kamu sebagai wanita lemah. Berusahalah menjadi wanita kuat agar orang yang telah meremehkan kamu bisa membuka matanya, menyadari bahwa kamu bisa baik-baik saja. Sehingga kelak menjadi sebuah pengajaran untuk lebih hati-hati dalam menilai seseorang."

Hasna kembali mengarahkan pandangan hidupnya yang akan datang. Apakah yang dikatakan Darmi itu benar-benar terjadi nantinya? Merubah kehidupannya yang kelam ini menjadi lebih baik lagi? Entahlah.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Membalas Mantan Suami Dengan Elegan    Bertemu Kakek

    Seorang pria yang sudah tidak lagi muda namun kelihatan gaga dan sangat kuat itu baru saja turun dari mobil dan melangkahkan kakinya melewati halaman rumah yang cukup luas.Lelaki tua itu memang jarang sekali menempati rumah ini, bahkan bisa dibilang sudah sangat jarang setelah terjadinya perseteruan antara dirinya dengan anak dan juga menantunya. Beberapa tahun ini pria tua itu banyak menghabiskan waktunya di luar kota sekedar mencari ketenangan jiwanya yang separuh telah hilang, akibat kematian putri semata wayangnya.Sejak kejadian beberapa tahun lalu pria tua ini tidak pernah lagi mendengar kabar tentang cucu satu-satunya, sebab sang menantu selalu mengawasi dan melarang dirinya untuk bertemu dengan cucunya, apalagi saat mendengar kabar jika menantunya pindah dari rumah sebelumnya.Itulah kenapa ia enggan untuk menempati rumah ini, sebab banyak sekali kenang-kenangan yang tidak dapat ia lupakan walau kejadian itu sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu.Bahkan mungkin sang cu

  • Membalas Mantan Suami Dengan Elegan    Hari kedua berada di kampung

    "Amira.""Iya, Sam ada apa?""A-aku mencintaimu, Amira" ungkap Sam pelan membuat Amira tersentak kaget, setelahnya ia tersenyum manis."Kamu lucu ya, Sam kalo lagi seperti ini. Gemes, deh." Sam kaget kala Amira mencubit kedua pipinya."Ja-jadi gimana? Kamu mau?""Hmm …."Lama Sam menunggu kepastian dariku, dan aku emang sengaja nggak mau untuk menjawab pertanyaannya itu."Amira? Gimana? Mau?""Hmmm.""Kok, hm, terus, sih.""Nungguin, ya?""Ah, kamu nggak asyik!""Udah, yuk pulang," sahutku membuat Sam tertunduk lemas. Bukan apa-apa kenapa aku enggan menjawab pertanyaan tersebut, karena diriku saat ini hanya fokus pada tujuan, dan belum membuka hatinya untuk siapapun termasuk teman semasa kecilku ini."Kenapa? Kamu baper, ya?" goda Sam."Mana ada!" jawabku yang dibalas dengan kekehan Sam."Udahlah, Sam. Jangan ganggu aku!"Aku dan Sam sama-sama tersenyum, lalu Sam melajukan roda empatnya meninggalkan tempat ini.Aku gak berani natap mata Sam, aku ngerasa tatapannya aneh. Malah sekaran

  • Membalas Mantan Suami Dengan Elegan    Mau kah menikah denganku?

    "Lalu bagaimana denganku? Nggak nanyain balik gimana aku bahagia atau enggaknya?"~ "Aku mencintaimu, Amira. Aku ingin menikah denganmu. Kamu mau kan menikah denganku?" Dengan cepat Amira menganggukkan kepalanya. Sam tersenyum bahagia, lalu ia membentangkan tangannya seraya mendekatkan dirinya kepada Amira dengan bibir memuncungkan ke depan "Sam! Apa-apaan sih, kamu?" tanya Amira seraya mendorong pelan wajah Sam.Sam tersentak. "Astaghfirullah!" Sam terlihat sedikit linglung apa yang terjadi, sementara Amira menatapnya dengan tatapan bingung."Hei, kamu kenapa, sih?" Sam tak langsung memandanginya melainkan merenung sejenak ia terlihat linglung. "Apa itu tadi hanya khayalanku saja … astaga!" Ia menggerutu pada dirinya sendiri dalam hati, karena itu hanya khayalannya saja yang mungkin tak pernah akan terjadi untuk menyatakan cinta, ia pun memijat pelan pelipisnya sembari menghela napas panjang."Ada apa, Sam? Apa, kamu baik-baik saja?" tanya Amira cemas, lalu ia membuka jaket yang

  • Membalas Mantan Suami Dengan Elegan    Pergi ke suatu tempat

    "Bukan hanya tak punya apa-apa lagi, tapi orang tuanya pun ikut lenyap dari muka bumi ini," sahut Amira."Ma-maksudnya bagaimana, Nak? Siapa yang lenyap?""Mama. Eh, bukan tapi Santi." Amira menyahutinya lagi."Innalillahi. Apa yang sudah, kamu lakukan untuk mereka, Nak?""Hanya permainan kecil kok, Bu" sahut Amira."Maksudnya?" Lagi-lagi Darmi belum paham dengan perkataan Amira."Maaf, Bu aku nggak bisa ceritakan. Intinya aku pernah bersumpah waktu itu untuk membalaskan dendamku pada pria jahanam itu. Selama aku masih hidup aku tidak akan membiarkan mereka hidup dengan tenang. Itulah sumpahku.""Tapi, Nak apa yang terjadi selama beberapa tahun ini denganmu? Semenjak, kamu meninggalkan rumah, kamu tidak pernah ngasih kabar pada ibu. Lalu hari ini, kamu datang ke rumah ini dengan penampilan, kamu yang sudah banyak perubahan. Ibu sampe nggak ngenalin, kamu tadi, loh. Bisakah, kamu menceritakan sedikit tentang kehidupan, kamu selama ini, Nak. Biar ibu tidak merasa bersalah terus menerus

  • Membalas Mantan Suami Dengan Elegan    Terungkap

    Dendam itu belum cukup untukku. Aku ingin melihat satu persatu dari mereka lenyap di muka bumi ini. Itu sumpahku!"~"Semenjak pindahnya keluarga, kamu ke rumah baru, Rahmat sering tidak diam di rumah bahkan mereka sering bertengkar dan Rahmat, dia sering keluar rumah untuk bertemu dengan wanita jalang itu. Ibu pernah memergoki mereka sedang berduaan di rumah, kamu dan ….""A-apa? Ja-jadi bapak sering mengajak perempuan laknat itu masuk ke dalam rumahku?""I-iya, Hasna," ucapnya dengan gugup. Rasa bersalah menghinggapi di dadanya yang sudah terlanjur mengatakan yang sebenarnya."Bagaimana bisa? Kenapa kami tidak tahu bapak memasukkan wanita jalang itu ke dalam rumahku?""Kalo nggak salah waktu itu kalian tidak ada di rumah. Oh, ya waktu ibumu masuk rumah sakit kalau nggak salah.""Kurang ajar! Terlalu laknat mereka berdua. Ibuku sedang mempertaruhkan hidup dan matinya, mereka asyik bermain di belakang ibuku." Amira sangat geram mendengar cerita Darmi hingga kedua tangan wanita itu men

  • Membalas Mantan Suami Dengan Elegan    Sedikit fakta yang terkuak kebenarannya

    "Tidak ada lagi kata-kata terpuruk dalam diriku, jika hati ini sudah berganti dengan batu, batu kerikil yang tajam bahkan sangat tajam. Siapapun yang memulai dia juga yang harus mengakhiri, dan itulah yang akan terjadi selanjutnya."~Entah kenapa Amira tidak bisa mengontrol emosinya jika mengingat kembali kejadian yang menimpa keluarganya.Terbesit di pikiran Amira kalau Darmi tidak berani mengatakan yang sebenarnya karena takut pada Tigor. "Apa, Bu Darmi masih takut dengan Tigor, ya? Apa ini ada sangkut pautnya dengan keluarga jahanam itu?" "Dia sebenarnya temen ibu waktu itu."Amira sedikit mengernyit heran mendengar kalimat itu. "Maksudnya Tigor temen, Bu Darmi?""Iya.""Gimana-gimana? Aku masih nggak ngerti, Bu."Wanita paruh baya itu menghembuskan napasnya secara perlahan untuk menghadapi situasinya saat ini. "Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat untukmu mengetahui semuanya, Nak. Ibu juga sudah lelah berlarut-larut menyimpan rahasia antara kedua keluarga ini."Lagi-lagi Ami

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status