Share

Penjual Jamu Milik CEO Tampan

5. Allah maha tahu segalanya.

Keesokan paginya Hasna mengerjapkan matanya perlahan saat sinar matahari menyusup masuk dari celah-celah jendela kamar.

Dan seperti biasa wanita itu terjaga dari tidurnya hanya bisa menatap sisi ranjang yang kosong. Tak ada suami yang menemani malamnya yang dingin. Hanya sebuah bantal guling yang teronggok di sana.

Semalaman ini Hasna tidak bisa tertidur dikarenakan suhu tubuhnya panas setelah kemarin siang pulang kehujanan ditambah lagi dengan kejadian kemarin membuat Hasna sangat tertekan ketika, Nita dan Tigor memperlakukannya bak seperti binatang.

Walaupun keadaannya sekarang kurang memungkinkan untuk berjualan. Namun wanita itu tetap menyempatkan diri untuk meracik jamu yang akan dijajakan nya nanti. Dia harus berjuang keras seorang diri tanpa bantuan siapapun itu termasuk suaminya sendiri yang telah melalaikan kewajibannya sebagai seorang suami. 

Kehidupan sehari-hari wanita itu tidak ubahnya seperti janda yang ditinggal pergi oleh suaminya tanpa ketidakpastian yang telah ditorehkan oleh Tomi. Kadang ia berpikir apakah ia masih punya suami...

Derttt…. ponselnya berbunyi, pesan masuk dari Nita

[Pantas saja anak saya tidak pernah pulang ke rumahnya, ternyata anak saya menikah dengan seorang wanita burik seperti kamu. Nyesel saya mendukung Tomi waktu itu. Tapi secepatnya Tomi akan menceraikan, kamu. Jadi tunggulah hari itu dan kamu bersiap-siaplah angkat kaki dari rumah anak saya.]

Wanita itu tersenyum sinis membaca pesan dari mertuanya. Sakit? Itu pasti, siapa yang tidak sakit dibuang bagaikan sampah.

Apa yang paling menyakitkan ketika kamu hidup di dunia seorang diri? Ya, merasa tidak dihargai dibuang seperti sampah.

Tok tokk ….

Pintu rumahnya digedor oleh seseorang. Hasna yang sudah bersiap-siap pergi berjualan menurunkan kembali bakul jamu itu lalu gegas melangkahkan kakinya menuju pintu keluar.

Hasna terkesiap ketika melihat siapa yang bertamu pagi-pagi ke rumahnya.

"Bu, Darmi toh. Kirain tadi siapa," ucap Hasna ketika ia sudah membuka pintu.

"Ibuk nggak lagi gangguin kamu, kan, Has?"

"Nggak kok, Bu, yuk masuk," pinta Hasna. 

"Lah, kamu udah mau berangkat jualan, Has?" Darmi berkata setelah ia melihat bakul jamu sudah lengkap dengan isinya ada di atas meja.

"Iya, Bu."

"Eem, kamu nggak papa kan ibu ganggu sebentar saja?" Darmi berkata lagi karena tak enak mengganggu Hasna yang ingin pergi berjualan.

"Nggak atuh, Buk, yuk duduk dulu. Ibu mau bicara apa sama Hasna?" Tanya Hasna ketika mereka sudah berada di ruang tamu.

"Jadi gini, Has. Ada yang ingin ibu bicarakan sama kamu. Tapi jangan bicarakan ini kepada siapapun termasuk Yuyun. Kamu mengerti, kan, Has?" ucap Darmi penuh penekanan. 

"Insya Allah nggak, Bu."

"Has, sebelumnya ibu minta maaf sama kamu waktu bersama Yuyun kemarin. Ibu gak bermaksud untuk menutupi apapun sama, kamu. Namun —" Wanita itu menghentikan ucapannya. 

"Nggak papa, Bu. Aku tau pasti berat untuk, Ibu mengatakan yang sebenarnya. Aku nggak akan memaksa, kok, Bu." Ujarnya.

"Terima kasih, Has. Ibu yakin kamu pasti bisa melewati ini semua. Karena kamu wanita kuat." Wanita itu menatap sendu Hasna. Kejadian yang menimpa anak sahabatnya itu membuat Darmi merasa iba. Dia sudah sangat kenal siapa keluarga Hasna dan tau seluk-beluk keluarga Hasna. Karena Imas – orang tua Hasna adalah sahabatnya.

"Insya Allah, Bu. Aku juga —"

Hasna terkesiap ketika Darmi membawanya ke dalam pelukan hangat wanita itu. Tiba-tiba ada rasa nyaman yang dirasakan Hasna ketika bersandar di bahu wanita yang sudah mulai menua itu. Belaian lembut tangan Darmi mengusap kepalanya mengingatkan Hasna kembali kepada orang tuanya.

 "Kamu anak yang baik, Has. Namun suratan takdir, lah, yang tidak berpihak sama, kamu. Namun Ibu yakin kamu pasti kuat menghadapi cobaan ini. Kamu anak kuat seperti ibumu – Nining" ucap Darmi sembari mengelus lembut kelapa anak sahabatnya itu.

Tak terasa ucapan itu membuat Hasna larut dalam kesedihan mengingat kembali bagaimana pengorbanan seorang ibu yang telah meninggalkannya. 

Di tumpahkannya segala beban yang selama ini ia pendam sendiri ketika menemukan bahu untuk bersandar mampu memberikan kenyamanan untuknya. 

"Menangislah, Has. Tumpahkan semua beban yang kamu rasakan. Anggaplah ibu sebagai orang tuamu sendiri." 

Hasna melepas pelukannya menatap sendu wanita yang ada di hadapannya. 

"Apakah aku bisa melawan takdir yang telah melekat dalam diriku, Bu? Cobaan yang selalu datang untukku begitu berat. Rasanya aku…."

Hasna tidak sanggup mengungkapkan apa yang ada dihatinya. Ia menunduk menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu menangis tersedu-sedu. Suara isakan tangisnya tidak dapat ia tahan. Terdengar begitu memilukan.

Darmi kembali menarik Hasna masuk ke dalam pelukannya. "Has, kamu jangan ngomong seperti itu, Nak. Takdir Allah tidak ada yang tau. Mungkin sekarang, Allah lagi memberimu cobaan yang harus kamu lewati dengan ikhlas dan mendekatkan diri kepada, Allah . Suatu hari nanti pasti kamu akan mendapatkan kebahagiaan." 

Hasna hanyut dalam dekapan hangat seorang wanita yang sedang mencoba menenangkannya. Terasa lebih tenang setelah mendengar penjelasan Darmi.

Sekali lagi Hasna menatap wajah wanita tua itu yang sudah membuat hidupnya seperti hidup kembali. "Terima kasih, Bu, sudah memberi pencerahan ini kepadaku. Insya Allah aku akan selalu mendekatkan diri kepada Allah. Karena Allah tempatku untuk mengadu permasalahan yang ada pada diriku ini." 

"Alhamdulillah, Nak. Ibu senang mendengarnya. Yakinlah, Allah tidak akan menguji hamba-Nya diluar batas kemampuan hamba-NYA. Sudah seharusnya kita menjadikan ujian ini sebagai sarana untuk mendekatkan diri kita kepada Allah yang maha memiliki semua jawaban atas setiap permasalahan yang kita hadapi. Sungguh Allah maha tahu segala." 

Hasna tersenyum, "Ibu telah membuatku hanyut dalam sepatah kata yang, ibu berikan untukku. Aku gak tau lagi mau ngomong apa sama, ibu. Has boleh meluk ibu lagi?"

 "Boleh, Nak." Kedua wanita itu saling berpelukan, Darmi merasa tenang setelah anak sahabatnya itu kini tampak lebih bersemangat lagi. 

Darmi melepas pelukannya memegang tangan Hasna menatap lekat wajah yang pastinya kini sudah kembali ada kehidupan. Nampak jelas di raut wajah Hasna penuh dengan senyuman. Sejuk sorot mata memandangnya.

"Has, kita tidak ada yang tau barangkali setelah ini Allah mengadakan sesuatu yang baru untukmu. Kamu fokus pada diri kamu sendiri. Jangan berikan peluang untuk orang-orang yang telah merendahkan, mengolok-olok kamu sebagai wanita lemah. Berusahalah menjadi wanita kuat agar orang yang telah meremehkan kamu bisa membuka matanya, menyadari bahwa kamu bisa baik-baik saja. Sehingga kelak menjadi sebuah pengajaran untuk lebih hati-hati dalam menilai seseorang."

Hasna kembali mengarahkan pandangan hidupnya yang akan datang. Apakah yang dikatakan Darmi itu benar-benar terjadi nantinya? Merubah kehidupannya yang kelam ini menjadi lebih baik lagi? Entahlah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status