"Perhatian diharapkan para penumpang yang masih berada di kabin, dimohon untuk segera turun … mohon untuk dicek barang-barangnya agar tidak tertinggal …." ucap pramugari wanita, suaranya menggema di seluruh bagian pesawat.
Seorang pria berpakaian rapi nan tampan dan gagah perkasa ditambah kaca mata hitam membuat siapa saja yang melihatnya pasti terpesona. Terutama kaum hawa.
Pria itu melangkah keluar menuruni anak tangga sambil membawa tas ransel hitam di punggungnya. Tubuh tinggi proporsional dengan tampang Indonesia sedikit campuran bule itu tidak memperdulikan tatapan para wanita yang menatapnya terang-terangan.
Mata tajam dari balik kaca mata hitam itu membidik sudut pandang bandara hingga ia keluar dari bandara menghirup udara segar sambil membentangkan kedua tangannya.
"Huuff … Alhamdulillah." Pria tersebut menghela napas lega setelah kakinya menginjak tanah kelahirannya. Ia mengucap syukur, karena satu tahun tinggal di negeri orang kini dirinya kembali lagi ke tanah airnya.
"Selamat datang kembali ke bahasa Indonesia…."
Pria itu bersiap melangkahkan kakinya menuju mobil mewah yang telah menunggunya di luar bandara. Tiba-tiba pria tersebut terkesiap dan hampir saja terjatuh saat ada seseorang menabraknya dari belakang.
Brakk ….!
kaca mata hitam miliknya jatuh dan pecah diinjak oleh seorang yang menabraknya tadi.
"Hei! Kamu gak punya mata, apa?" Hardik pria tersebut kepada seseorang yang telah menabraknya dan membuatnya hampir terjatuh.
"Maaf, Bro! Saya tidak sengaja," ucap pria itu dan setelah mengatakan itu dia berlalu pergi.
"Hei! Tunggu! Teriak pria tersebut lalu mengejarnya.
"Kamu mau kemana, hah? Urusan kita belum selesai." Pria itu menghadang laju jalan orang tersebut.
"Lah. Saya, kan, sudah minta maaf tadi. Saya gak ada waktu, tolong menyingkirlah dari hadapan saya."
"Nggak bisa! Kamu harus ganti dulu kaca mata saya yang kamu injak ini.
"Hallah cuma kaca mata doang" orang tersebut mengambil dompet dari sakunya lalu mengeluarkan uang dan memberinya kepada pria tersebut. "Ini saya ganti. Cukup, kan? Tolong menyingkirlah."
"Seratus ribu? Mana cukup, Bro! Kaca mata saya ini bermerek bukan yang abal-abal."
Orang yang berwajah tampan tersebut seketika menghela napas kasar. "Ini kartu nama saya. Kamu bisa menghubungi saya atau langsung ke rumah saya. Karena saya sedang tidak punya uang kes," ujarnya.
"Pria tersebut mengambil kartu nama dari tangan pria tersebut. "Tomi Aditama. Oke saya akan menghubungi kamu nanti," ucap pria tersebut lalu si laki-laki itu mengangguk dan pergi dari sana.
Pria tersebut memandang kaca matanya yang pecah tak berbentuk lagi kemudian membuangnya ke dalam tong sampah.
Ia melanjutkan perjalanan menuju pintu keluar bandara.
Sementara itu di depan sana sudah ada lelaki tua yang menunggunya di depan mobil.
"Selamat datang kembali, Tuan Abrisam," ucap lelaki paruh baya tersebut menyambut baik kedatangan tuannya.
Sementara itu pria yang dipanggil Abrisam tersebut mengangguk kecil dan tersenyum membalas sapaan pria paruh baya tersebut.
Silakan masuk, Tuan," ucap kembali pria paruh baya itu dan membukakan pintu mobil. Pria bernama Anggara tersebut langsung menaiki mobil dan tak ingin membuang waktunya untuk cepat tiba di rumah.
Pria tampan tersebut menatap indahnya ibukota Jakarta dari balik pintu kaca mobil yang dikendarainya. Status duda yang telah lama melekat pada dirinya tidak pernah sekalipun berniat untuk menikah lagi setelah pernikahannya kandas karena orang ketiga. Namun bukanlah dirinya yang berkhianat, tapi si wanita lah yang tidak bersyukur mendapat suami seperti Sam yang baik dan juga tampan.
Bukan berarti Sam tidak menyukai kaum hawa, ya. Karena dia belum mendapatkan wanita yang cocok untuk menjadi pendamping hidupnya kelak hingga menua bersama.
Kejadian 3 tahun yang lalu membuat Abrisam stres dan kejenuhan berumah tangga yang hampir membuatnya gila.
Satu tahun kemudian ia memutuskan untuk pergi meninggalkan ibukota menenangkan diri di negeri orang. Satu tahun rasanya sudah cukup untuknya melupakan seseorang yang telah berkhianat padanya.
Abiyyu Abrisam Absyar atau biasanya dikenall Sam dia adalah pria pengusaha muda yang sukses. Dimana perusahaannya saat ini terkenal di Indonesia maupun di kalangan masyarakat kelas atas. Sam juga dikenal sebagai pria yang baik namun setelah perceraian itu membuat Sam berubah menjadi pria yang dingin dan suka gonta-ganti pasangan.
Namun demikian Sam tidak asal memilih wanita yang sering diajak untuk berkencan dengannya. Wanita yang ia pilih adalah wanita yang berkelas dan berpenampilan menarik. Ia tidak pernah menganggap serius jika soal pasangan. Karena menurut Sam semua wanita itu sama. Hanya menginginkan hartanya saja.
"Maaf, Tuan. Apakah, Tuan tidak ingin mampir ke tempat lain dulu?" tanya sang supir dan memecahkan lamunan Sam.
"Boleh, Pak. Antarkan saya ke rumah makan nasi Padang. Sudah lama sekali saya tidak mencicipi masakan khas Indonesia terutama nasi Padang," ujar Sam.
"Baiklah, Tuan," balas pak supir tersebut dengan patuh.
"Oh ya, Tuan. Rumah makan Padang yang dimana?" tanya pak supir itu kembali.
"Di Dekat pasar pagi saja, pak. Disana makanannya enak-enak."
"Siap, Tuan."
Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang sampai akhirnya mereka tiba di rumah makan Padang tersebut.
"Silahkan, Tuan." Pak supir tersebut membuka pintu mobil untuk Sam.
"Terima kasih, Pak," ucap Sam kepada pak tua itu dan lelaki tersebut mengangguk.
Kemudian Sam berdiri di tengah masyarakat yang berjualan di pasar pagi tersebut. Sam dibuat takjub melihat kawasan pasar pagi karena pemandangannya sangat indah melihat orang-orang berjejeran di jalan menjajakan dagangan mereka mengais rezeki di pasar pagi tersebut.
Pemandangan ini sudah lama Sam rindukan setelah satu tahun tinggal di negeri orang.
Sam mengayunkan kakinya mengarah ke rumah makan Padang tersebut. Namun ia menghentikan langkahnya ketika kedua netranya melihat sosok wanita yang sedang duduk di depan rumah makan Padang tersebut.
Sam menghampiri wanita tersebut dengan ahli-ahli bertanya kenapa wanita itu merenung disana dengan tatapan kosong melihat ke depan. Sangat aneh bagi Sam dimana orang-orang sedang sibuk dengan dagangan mereka masing-masing. Namun wanita tersebut hanya duduk diam dengan tatapan kosong.
"Mbak …." Sapa Sam kepada wanita tersebut namun tidak ada jawaban dari wanita itu.
Sam kembali menyapa wanita tersebut dengan menyentuh pundak sang wanita.
"Mbak …." Wanita tersebut terkesiap ketika ada yang menyentuh bahunya. Dia mendongak menatap ke arah lelaki yang telah mengejutkan dirinya.
"Ma–maaf, Pak." Wanita tersebut berdiri dan membenarkan sedikit pakaiannya yang kebawa suasana setelah melihat lelaki tampan di hadapannya.
"Bapak mau beli jamu, ya?" tanya wanita tersebut alih-alih ingin menghilangkan rasa ketegangannya.
"Tidak," jawab Sam dan wanita tersebut menelan kecewa karena dia sempat berpikir kalau pria tersebut mau membeli dagangannya.
Hari sudah sangat siang, namun dagangannya belum ada pelaris karena si wanita tersebut terlambat datang ke pasar pagi. Mungkin orang-orang di pasar pagi ini sudah meminum jamu dari penjual jamu orang lain.
"Oh, ya udah kalau begitu saya permisi dulu," ucap wanita tersebut dengan raut wajah kecewa lalu kembali berjongkok untuk menggendong bakul jamu, nya.
"Hei! Tukang jamu!! Sini, kamu! Dasar wanita ganjen!!"
Plakk!!
Seorang pria yang sudah tidak lagi muda namun kelihatan gaga dan sangat kuat itu baru saja turun dari mobil dan melangkahkan kakinya melewati halaman rumah yang cukup luas.Lelaki tua itu memang jarang sekali menempati rumah ini, bahkan bisa dibilang sudah sangat jarang setelah terjadinya perseteruan antara dirinya dengan anak dan juga menantunya. Beberapa tahun ini pria tua itu banyak menghabiskan waktunya di luar kota sekedar mencari ketenangan jiwanya yang separuh telah hilang, akibat kematian putri semata wayangnya.Sejak kejadian beberapa tahun lalu pria tua ini tidak pernah lagi mendengar kabar tentang cucu satu-satunya, sebab sang menantu selalu mengawasi dan melarang dirinya untuk bertemu dengan cucunya, apalagi saat mendengar kabar jika menantunya pindah dari rumah sebelumnya.Itulah kenapa ia enggan untuk menempati rumah ini, sebab banyak sekali kenang-kenangan yang tidak dapat ia lupakan walau kejadian itu sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu.Bahkan mungkin sang cu
"Amira.""Iya, Sam ada apa?""A-aku mencintaimu, Amira" ungkap Sam pelan membuat Amira tersentak kaget, setelahnya ia tersenyum manis."Kamu lucu ya, Sam kalo lagi seperti ini. Gemes, deh." Sam kaget kala Amira mencubit kedua pipinya."Ja-jadi gimana? Kamu mau?""Hmm …."Lama Sam menunggu kepastian dariku, dan aku emang sengaja nggak mau untuk menjawab pertanyaannya itu."Amira? Gimana? Mau?""Hmmm.""Kok, hm, terus, sih.""Nungguin, ya?""Ah, kamu nggak asyik!""Udah, yuk pulang," sahutku membuat Sam tertunduk lemas. Bukan apa-apa kenapa aku enggan menjawab pertanyaan tersebut, karena diriku saat ini hanya fokus pada tujuan, dan belum membuka hatinya untuk siapapun termasuk teman semasa kecilku ini."Kenapa? Kamu baper, ya?" goda Sam."Mana ada!" jawabku yang dibalas dengan kekehan Sam."Udahlah, Sam. Jangan ganggu aku!"Aku dan Sam sama-sama tersenyum, lalu Sam melajukan roda empatnya meninggalkan tempat ini.Aku gak berani natap mata Sam, aku ngerasa tatapannya aneh. Malah sekaran
"Lalu bagaimana denganku? Nggak nanyain balik gimana aku bahagia atau enggaknya?"~ "Aku mencintaimu, Amira. Aku ingin menikah denganmu. Kamu mau kan menikah denganku?" Dengan cepat Amira menganggukkan kepalanya. Sam tersenyum bahagia, lalu ia membentangkan tangannya seraya mendekatkan dirinya kepada Amira dengan bibir memuncungkan ke depan "Sam! Apa-apaan sih, kamu?" tanya Amira seraya mendorong pelan wajah Sam.Sam tersentak. "Astaghfirullah!" Sam terlihat sedikit linglung apa yang terjadi, sementara Amira menatapnya dengan tatapan bingung."Hei, kamu kenapa, sih?" Sam tak langsung memandanginya melainkan merenung sejenak ia terlihat linglung. "Apa itu tadi hanya khayalanku saja … astaga!" Ia menggerutu pada dirinya sendiri dalam hati, karena itu hanya khayalannya saja yang mungkin tak pernah akan terjadi untuk menyatakan cinta, ia pun memijat pelan pelipisnya sembari menghela napas panjang."Ada apa, Sam? Apa, kamu baik-baik saja?" tanya Amira cemas, lalu ia membuka jaket yang
"Bukan hanya tak punya apa-apa lagi, tapi orang tuanya pun ikut lenyap dari muka bumi ini," sahut Amira."Ma-maksudnya bagaimana, Nak? Siapa yang lenyap?""Mama. Eh, bukan tapi Santi." Amira menyahutinya lagi."Innalillahi. Apa yang sudah, kamu lakukan untuk mereka, Nak?""Hanya permainan kecil kok, Bu" sahut Amira."Maksudnya?" Lagi-lagi Darmi belum paham dengan perkataan Amira."Maaf, Bu aku nggak bisa ceritakan. Intinya aku pernah bersumpah waktu itu untuk membalaskan dendamku pada pria jahanam itu. Selama aku masih hidup aku tidak akan membiarkan mereka hidup dengan tenang. Itulah sumpahku.""Tapi, Nak apa yang terjadi selama beberapa tahun ini denganmu? Semenjak, kamu meninggalkan rumah, kamu tidak pernah ngasih kabar pada ibu. Lalu hari ini, kamu datang ke rumah ini dengan penampilan, kamu yang sudah banyak perubahan. Ibu sampe nggak ngenalin, kamu tadi, loh. Bisakah, kamu menceritakan sedikit tentang kehidupan, kamu selama ini, Nak. Biar ibu tidak merasa bersalah terus menerus
Dendam itu belum cukup untukku. Aku ingin melihat satu persatu dari mereka lenyap di muka bumi ini. Itu sumpahku!"~"Semenjak pindahnya keluarga, kamu ke rumah baru, Rahmat sering tidak diam di rumah bahkan mereka sering bertengkar dan Rahmat, dia sering keluar rumah untuk bertemu dengan wanita jalang itu. Ibu pernah memergoki mereka sedang berduaan di rumah, kamu dan ….""A-apa? Ja-jadi bapak sering mengajak perempuan laknat itu masuk ke dalam rumahku?""I-iya, Hasna," ucapnya dengan gugup. Rasa bersalah menghinggapi di dadanya yang sudah terlanjur mengatakan yang sebenarnya."Bagaimana bisa? Kenapa kami tidak tahu bapak memasukkan wanita jalang itu ke dalam rumahku?""Kalo nggak salah waktu itu kalian tidak ada di rumah. Oh, ya waktu ibumu masuk rumah sakit kalau nggak salah.""Kurang ajar! Terlalu laknat mereka berdua. Ibuku sedang mempertaruhkan hidup dan matinya, mereka asyik bermain di belakang ibuku." Amira sangat geram mendengar cerita Darmi hingga kedua tangan wanita itu men
"Tidak ada lagi kata-kata terpuruk dalam diriku, jika hati ini sudah berganti dengan batu, batu kerikil yang tajam bahkan sangat tajam. Siapapun yang memulai dia juga yang harus mengakhiri, dan itulah yang akan terjadi selanjutnya."~Entah kenapa Amira tidak bisa mengontrol emosinya jika mengingat kembali kejadian yang menimpa keluarganya.Terbesit di pikiran Amira kalau Darmi tidak berani mengatakan yang sebenarnya karena takut pada Tigor. "Apa, Bu Darmi masih takut dengan Tigor, ya? Apa ini ada sangkut pautnya dengan keluarga jahanam itu?" "Dia sebenarnya temen ibu waktu itu."Amira sedikit mengernyit heran mendengar kalimat itu. "Maksudnya Tigor temen, Bu Darmi?""Iya.""Gimana-gimana? Aku masih nggak ngerti, Bu."Wanita paruh baya itu menghembuskan napasnya secara perlahan untuk menghadapi situasinya saat ini. "Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat untukmu mengetahui semuanya, Nak. Ibu juga sudah lelah berlarut-larut menyimpan rahasia antara kedua keluarga ini."Lagi-lagi Ami