Share

Bab 7

Author: Althafunnisa
last update Last Updated: 2025-04-13 20:06:42

Jangan coba-coba menyembunyikan sesuatu dari Abang. Apapun itu, kita tidak pernah saling tertutup." Kali ini tatapan mata Alvin teramat sangat tajam pada Rindi.

Rindi akhirnya memperlihatkan sebuah bungkusan plastik yang disembunyikannya di balik punggung. Ia memberikan bungkusan itu dengan tangan gemetar karena yakin sebentar lagi akan mendapat amukan dari abangnya.

"Maafin Rindi, Bang. Rindi tidak bermaksud berbuat jahat. Rindi hanya ingin memberi pelajaran kepada mereka berdua," ujar Rindi sambil tertunduk.

Alvin mengambil bungkusan itu dari tangan Rindi. Ia mengalihkan tatapan tajamnya dari bungkusan itu ke wajah adiknya yang masih tertunduk.

"Hufffhhhh! Kamu kok kayak ketakutan gitu sih? Biasa aja kali." Alvin tertawa sambil mengusap-usap rambut adiknya "Kalau perlu kamu kasih mereka pelajaran yang lebih parah dari ini!"

"Maksud Abang?"

"Kenapa Abang harus marah kamu memberi pelajaran kepada seorang penghianat? Abang justru senang karena sekarang kamu bukan lagi seorang perempuan cengeng karena dibutakan oleh cinta."

"Serius Abang nggak marah?" Rindi memegang tangan Alvin dengan wajah serius. "Bukannya dulu Abang selalu memarahiku kalau membalas kejahatan teman-teman di sekolah?"

"Itu karena kamu tidak tahu cara memberi pembalasan pada temanmu yang jahat. Dan juga pembalasanmu itu hanya akan membuat Papa dipanggil ke sekolah."

"Lalu ini?"

"Untuk kasus kali ini tuh beda. Kamu emang harus balas dendam atas penghianatan Malik. Kamu boleh melakukan apa saja kalau itu memang bisa membuat hatimu bahagia."

Rindi berhambur memeluk Alvin. Ia terharu karena sekarang abangnya itu sudah mengizinkan ia untuk balas dendam pada orang-orang yang menyakitinya.

"Abang justru bangga sama kamu. Sekarang kamu bukan lagi adik Abang yang cengeng. Bukan lagi adik Abang yang hanya bisa menangis kalau sedang patah hati hingga mukanya sembab," ujar Alvin sambil melepaskan usapan tangannya di kepala Rindi.

"Rindi pasti akan balas apa yang sudah dilakukan oleh Mas Malik. Dia harus membalas penghianatannya. Pengorbanan Rindi yang sudah meninggalkan Papa selama 5 tahun demi dia, harus terbalaskan." Rindi berkata dengan senyum mengembang.

"Nah, gitu dong. Baru namanya perempuan hebat."

Rindi melirik roji yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia berpamitan pada Alvin untuk masuk ke dalam kamar.

"Kayaknya sekarang mereka sudah selesai dengan adegan panasnya." Rindi tersenyum seraya membuka laptop.

Ia ingat betul seperti apa percintaan yang sering dijalaninya bersama Malik. Paling lama mereka bercinta lima menit saja. Karena Malik terlalu cepat sehingga sebenarnya Rindi tidak puas. Lima menit bercinta saja membuat Malik lemas dan tidak bertenaga lagi.

"Tuh kan. Ternyata mereka malah sudah mandi." Rindi semakin tersenyum ketika melihat keduanya yang tengah mengenakan bathrope.

"Ya ampun, Sayang. Kok badan aku tiba-tiba bentol gini sih?" Karin memperlihatkan bagian kulitnya yang bentol-bentol kecil.

"Eh iya loh. Kok bisa bentol gini ya?" Malik memutar-mutar tubuh istrinya yang polos karena sudah dilepas bathrope-nya.

"Muka Mas juga merah gitu." Karin memegangi wajah Malik yang terlihat merah.

Keduanya menggaruk bagian tubuh mereka yang terasa gatal. Bahkan Karin berkali-kali memaki Malik karena Malik tak bisa membantunya untuk meredakan rasa gatal itu.

"Mampus. Ini tuh baru permulaan, tahu. Kalian akan merasakan sakit yang lebih dari ini!" Rindi menatap laptop dengan penuh kebencian.

Ia sebenarnya masih ingin menyaksikan kesakitan yang dirasakan oleh Malik dan Karin. Namun tiba-tiba Alvin masuk ke dalam kamarnya sambil membawa sebuah Map.

"Ini data Pak Jodi. Di sana lengkap tertulis pendidikannya, pekerjaannya, bisnisnya, dan apa-apa saja yang dia sukai jika bertemu dengan relasi bisnis. Jadi kamu bisa mengkondisikan dirimu ketika bertemu dengannya," ujar Alvin.

Rindi menerima map tersebut dan membukanya perlahan. "Hmmm. Ternyata pak Jodi itu seumuran sama Papa ya? Udah tua juga. Benaran Om-om ini mah. Hebat banget dia bisa mengembangkan perusahaan bahkan membuka cabang baru di usianya yang udah tua," ujar Rindi seraya meneliti karir demi karir yang tengah digeluti oleh Pak Jodi.

"Esok pagi jadwal kamu bertemu dengan Pak Jodi. Jadi kamu harus mengetahui apa-apa saja yang dia sukai dan tidak. Jangan sampai dia jadi ilfil sama kamu dan mencabut janjinya pada Papa," ujar Alvin sambil menepuk bahu Rindi.

Rindi pun menutup layar laptopnya dan mempelajari data dari Pak Jodi. Ia bertekad untuk membuat Pak Jodi bersedia mengajarkannya sampai benar-benar bisa memegang tampuk perusahaan papanya.

***

"Hati-hati di jalan. Kalian berdua bersikap sopanlah pada Pak Jodi. Dia juga orang yang baik," ujar Pak Chandra pada kedua anaknya.

Rindi dan Alvin berpamitan hendak mengadakan pertemuan dengan Pak Jodi.

"Pokoknya aku harus meyakinkan Pak Jodi agar dia bersedia mengajariku perusahaan ini dan menjalin kerjasama dengan perusahaan yang ada di kota Jambi." Rindi menoleh pada abangnya yang sedang fokus menyetir.

"Ya harus dong."

"Soalnya aku harus bisa masuk ke perusahaan Pak Jodi agar bisa memberi pelajaran kepada Malik dan Karin."

"Makanya kamu harus semangat untuk mendapatkan perhatian dari Pak Jodi."

Alvin memarkirkan mobilnya di halaman sebuah cafe yang cukup terkenal. Keduanya segera masuk ke dalam cafe tersebut dan menghampiri sebuah ruangan yang sudah dipesan oleh Pak Jodi.

"Silakan menunggu. Pak Jodi-nya belum datang," ujar salah seorang waiters di cafe tersebut.

Rindi sebenarnya merasa kesal karena ternyata pak Jodi tidak datang tepat waktu. Namun ia harus tetap menunggu dengan sabar karena benar-benar membutuhkan Pak Jodi untuk misinya.

"Nah tuh asisten Pak Jodi datang." Alvin langsung menarik tangan Rindi agar berdiri dan menghampiri seorang laki-laki.

"Maaf, Pak. Pak Jodi tiba-tiba ada meeting dengan klien dari Prancis." Lelaki itu menghampiri Rindi dan Alvin.

"Lah, kok?"

"Tapi tenang saja, beliau sudah mengutus seseorang untuk menggantikannya datang ke sini." Asisten Pak Jodi melanjutkan ucapannya.

Ia menunjuk pada seorang laki-laki muda memakai jas rapi, berbadan tegap dengan kulit putih bersih yang tengah membuka kacamatanya.

Pemuda itu tersenyum menghampirinya Rindi dan Alvin. "Halo, Alvin. Apa kabar?"

Rindi terperangah ketika sosok tampan itu sudah berdiri tegap di hadapannya dengan senyum menawan. "Dia siapa, Bang?" bisiknya pada Alvin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 39

    "Kok buru-buru amat sih? Padahal aku baru mau ngobrol sama kamu," ujar Alvin yang baru saja datang bersama Lia. "Eee .. aku ...""Duduk lagi lah."Sepasang suami istri itu duduk di hadapan Deva dan mempersilahkan Deva duduk kembali. "Dari mana? Banyak banget belanjaannya?" Deva melirik ke arah barang-barang yang diberikan oleh Lia kepada asisten rumah tangga. "Oleh-oleh buat orang-orang di Bangka Belitung.""Emangnya kamu sudah mau pulang ke sana?" Deva menoleh ke arah Rindi dan Alvin bergantian. "Rencananya iya. Minggu depan kami akan segera pulang ke Bangka Belitung. Aku tidak bisa terlalu lama meninggalkan perusahaanku di sana," sahut Alvin. Rindi terkejut mendengar perkataan abangnya. Secara Alvin tidak pernah memberitahukan kepada Rindi Kalau ia akan kembali pulang ke Bangka Belitung. Tiba-tiba Rindi merasakan kesedihan menjalar di dadanya. Pasalnya selama beberapa bulan terakhir, semenjak ia kembali ke rumah papanya, ada Alvin yang setiap hari selalu dilihatnya dan membimb

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 38

    "Iya. Kalau kita sudah menikah, perusahaan tidak bisa memecat kita. Bilang saja kalau kita sama-sama suka dan memilih menikah langsung agar tetap mempertahankan pekerjaan," sahut Malik. Karin merasa lega mendengar jawaban dari Malik. Ia lega karena tak dipecat dari pekerjaannya dengan ide yang diberikan oleh Malik. Sepasang kekasih itu pun mengemasi barang-barang mereka karena ingin mencari kontrakan lain yang tentunya lebih aman. "Untuk sementara waktu kamu pulang saja dulu ke rumahmu. Biar mas sendiri yang tinggal di kontrakan. Supaya orang-orang tidak curiga saat kita mengatakan ingin menikah," ujar Malik lagi. "Mas yakin nggak mau tinggal satu rumah denganku?""Ini semua demi kebaikan kita. Lagi pula sayang juga kalau kita harus mencari rumah kontrakan yang hanya ditempati sebelum kita menikah," sahut Malik. Malik berencana mengantarkan Karin pulang ke rumahnya bersama mobil kekasihnya itu. Sementara Ia memutuskan untuk membeli sepeda motor baru yang nanti akan digunakannya u

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 37

    "Mereka yang membiayai pengobatan rumah sakit orang tua saya. Jadi saya benar-benar merasa berhutang Budi pada mereka," sahut sekretaris itu masih dengan linangan air mata. Rindi menghela nafas mendengar perkataan sekretarisnya itu. Ia tak menyangka jika Om Abdul dan Om Gunawan telah mempergunakan sekretarisnya yang lemah untuk menghancurkan perusahaan papanya. "Saya akan bayar hutangmu pada Om Gunawan dan Om Abdul. Dan saya tidak akan memecatmu dari perusahaan ini. Dengan catatan, kamu merahasiakan kepada Om Gunawan dan Om Abdul tentang bocornya rahasia ini," ujar Rindi. Sekretaris itu mengangguk dan menuruti semua yang diminta oleh Rindi. Ia merasa lebih aman bekerja sama dengan Rindi daripada dengan kedua laki-laki yang sudah tua itu. Setelah selesai membicarakan tentang permasalahan perusahaan, Rindi segera menghubungi Deva untuk menanyakan kerjasama selanjutnya. "Kamu tenang aja. Sekarang aku sedang fokus pada proyek baru yang tengah aku kelola. Proyek itu aku serahkan kepad

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 36

    "Ini benar-benar aneh. Berani-beraninya mereka meletakkan nominal yang cukup besar dan jauh dari target yang aku tentukan." Rindi mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia kembali membuka lembaran demi lembaran yang ada di dalam berkas itu. Hingga akhirnya ia menyadari kalau ada banyak perbedaan nominal yang tertera di file di dalam komputer dengan apa yang ada di hadapannya saat ini. "Ke ruangan saya sekarang!" Rindi segera menghubungi sekretarisnya untuk segera masuk ke ruangannya. Beberapa saat kemudian, sekretaris Rindi masuk ke dalam ruangan. "Apa-apaan ini? Kenapa berkasnya tidak sama dengan apa yang saya tulis di dalam file ini?" Ujar Rindi seraya menghempaskan map yang ada di hadapannya. "Ituuuu ...." Sekretaris itu terlihat gugup mendengar Rindi yang berbicara dengan nada lantang. "Itu kenapa? Jelas-jelas kemarin saya sudah mengirimkan file ini kepada anda tapi mengapa anda memberikan berkas yang berbeda pada saya?" Tanya Rindi lagi. "Kalau permintaan kita segini besar kepad

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 35

    "Kamu diantar siapa?" Malik langsung menghadang Karin yang baru saja hendak masuk ke dalam kantor. Karin terkejut melihat Malik yang tengah berdiri sambil menyilangkan kakinya di depan pintu kantor tersebut. Ia merasa lega karena tadi kaca mobil kekasihnya tidak terbuka sehingga Malik pasti tidak melihat siapa yang ada di dalam mobil. "Barengan sama teman. Kebetulan dia lewat sini. Jadi aku numpang sama dia," sahut Karin. Ia berlalu masuk ke dalam kantor. "Laki-laki atau perempuan? Kok kamu senyum-senyum gitu sih?" Malik setengah berlari mengejar Karin."Kita ini di kantor ya, Mas. Jangan sampai orang-orang pada curiga dengan kedekatan kita," ujar Karin seraya mendelik pada Malik. Malik berdecih lirih dan membiarkan Karin yang hendak masuk ke dalam ruangannya. Ia juga khawatir jika nanti ada teman kantor yang melihat kedekatannya dengan Karin yang nanti akan mengundang kecurigaan bagi mereka. Secara peraturan di kantor tidak memperbolehkan ada karyawan yang menjalin hubungan. "B

  • Membalas Perselingkuhan (Mantan) Suami   bab 34

    "Om yang menjadi saksinya." Tiba-tiba Pak Abdul hadir di ruangan itu. Rindi menatap Pak Abdul dan Pak Gunawan bergantian. Ia sangat yakin kalau kedua saudara ayahnya itu tengah mengelabuinya. "Mana buktinya kalau Papa memberikan peralihan perusahaan kepada kalian berdua?" Ujar Rindi seraya menadahkan tangannya. "Kalau hanya melalui omongan saja, siapa yang mau percaya?" Tambahnya lagi. Pak Gunawan dan Pak Abdul saling pandang. Mereka saling melirik karena tak menyangka Rindi akan menanyakan hal tersebut. "Sudahlah, Rindi. Hal seperti ini tidak perlu diributkan." Pak Abdul menatap geram pada keponakannya itu. "Kamu sudah membaca sendiri 'kan surat yang tertulis di dalam map itu.""Aku memang sudah membacanya. Tapi aku tetap tidak percaya kalau Papa yang menuliskan surat peralihan itu." Rindi berkata dengan tegas. "Karena aku tahu persis siapa kuasa hukum Papa," tambahnya lagi. "Kenapa harus pakai kuasa hukum segala? Ini hanya perkara tentang peralihan perusahaan sementara menjelan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status