Bagian 25"Kalian siapa? Berani-beraninya datang ke rumahku dan berniat ingin mengambil mobil itu. Kalian tidak takut jika aku melaporkan kalian, hah?" Tangan Mas Ilyas mengepal, seolah siap melayangkan serangan kepada kedua pria yang sedang berdiri di hadapan kami saat ini."Sabar, Mas. Kita dengerin dulu penjelasan mereka. Jangan pakai emosi. Hadapilah semuanya dengan kepala dingin. Mari kita bicara baik-baik." Aku berusaha menenangkan Mas Ilyas agar ia tidak terbawa emosi."Bicara baik-baik gimana? Mereka itu mau ngambil mobil aku loh, Sandra!" Protes Sandra."kamu diam saja, Nia. Biarkan kutanyakan dulu maksud mereka dan siapa yang menyuruhnya.""Tapi Sandra--""Kamu diam dulu, Nia!" Aku sengaja memotong ucapannya."Bapak-bapak, sekarang cepat katakan maksud dan tujuan kalian datang kemari, dan siapa yang telah menyuruh kalian mengambil mobil itu."Aku pura-pura tidak mengetahuinya, padahal aku juga ikut merencanakan ini."Kami adalah orang suruhan Pak Rian. Kami ditugaskan untuk
Bagian 26Permintaan kecil? Mungkin menurutnya itu hanya permintaan kecil. Tapi bagiku tidak. Nia benar-benar sombong! "Uang tabungan dipegang oleh Sandra. Mas hanya punya sedikit. Palingan hanya ada sekitar enam puluh jutaan di rekening Mas. Kamu tenang saja, nanti Mas akan minta uangnya pada Sandra. Apa sih, yang nggak buat kamu. Mas akan turuti semua permintaan kamu asalkan servisnya lebih oke lagi."Astagfirullah … lagi-lagi aku hanya bisa beristighfar sambil mengelus dada.Rupanya, Mas Ilyas punya uang sebanyak enam puluh juta, tapi ia tidak pernah cerita padaku. Pantas akhir-akhir ini uang yang dikasih Mas Ilyas tidak sama dengan bulan-bulan sebelumnya. Alasannya karena perusahaan tempatnya bekerja sedang sepi. Ternyata Mas Ilyas membohongiku. Ia memiliki tabungan sendiri, pasti tabungan itu akan ia gunakan untuk bersenang-senang bersama gundiknya itu. Aku tidak akan membiarkannya."Masalah servisan mah gampang! Apa menurut Mas, selama ini masih kurang oke?" "Sudah mantap kok!
Bagian 27Rupanya kedua penghianat ini sedang berusaha untuk menipuku!"Kartu ATM-ku sedang diblokir, Mas. Jadi aku nggak bisa ngambil uang dulu untuk sementara waktu." "Nggak masalah, Sandra. Kamu kan, bisa langsung ke Bank buat ngambil uangnya. Lagian uang sebanyak dua ratus juta mana bisa diambil di ATM," sahut Nia. "Eh, maaf, aku cuma asal bicara," ucapnya lagi saat Mas Ilyas menatapnya seolah memberi kode.Ketahuan kan, sekarang, dasar manusia-manusia pembohong!"Sepertinya kamu sangat tahu tentang rencana Mas Ilyas. Bahkan Mas Ilyas belum mengatakan berapa nominalnya padaku, kamu sudah mengetahuinya terlebih dahulu. Ada apa ini? dari gelagatnya, sepertinya ada udang di balik batu," tukasku sambil menatapnya dengan tatapan tajam.Nia terlihat salah tingkah, ia langsung meraih gelas yang berisi air mineral lalu meneguknya hingga tandas."Aku cuma asal ngomong!" Nia berusaha berkilah, sayangnya aku sudah telanjur mengetahui rencana mereka."Jangan-jangan, kamu yang menyuruh Mas Il
Bagian 28"Bukankah sebentar lagi kamu akan bercerai dengan suamimu?" Aku tidak mengira jika Mas Romi akan menanyakan pertanyaan seperti itu."Maaf, Mas. Aku tidak suka jika Mas ikut campur dalam urusan pribadiku," tegasku. Aku kemudian mengeluarkan amplop cokelat dari dalam tas, lalu menaruhnya di atas meja kerja Mas Romi."Terima kasih, Mas. Aku permisi," pamitku. Kurasa urusanku dengan Mas Romi sudah selesai."Tunggu, Sandra." Mas Romi mengambil amplop cokelat itu dan menyerahkannya ke tanganku. "Ambillah kembali, aku ikhlas membantumu. Tak mengapa jika kamu tidak mau bersahabat denganku. Aku mengerti! Btw, jika butuh bantuan lagi silakan hubungi aku. Aku siap membantu." Lelaki berbadan tegap itu menyunggingkan senyum padaku. "Baik, Mas. Terima kasih atas pengertiannya. Aku pamit dulu.""Hati-hati di jalan ya, Sandra. Aku akan menelponmu jika aku butuh teman curhat. Sesekali nggak apa-apa, kan?"Aku tidak meresponnya, pura-pura tidak mendengar.Saat hendak memutar knop pintu, aku
Bagian 29"Terima kasih, Mas. Tidak ada lagi kata yang bisa kuucapkan selain terima kasih," ucapku pada Mas Romi setelah kami meninggalkan rumah itu.Sebenarnya berat rasa hatiku untuk menjual rumah tersebut, karena didalamnya banyak kenangan indah yang tercipta. Tapi setelah mengetahui bahwa Mas Ilyas menjadikan rumah tersebut sebagai tempat untuk berzina, maka aku semakin yakin untuk menjualnya.Mas Romi hanya tersenyum mendengarnya."Aku boleh minta imbalan nggak?" tanyanya kemudian.Seketika aku mengernyitkan kening mendengar permintaannya. Bukannya tadi Mas Romi mengatakan kalau ia tidak butuh imbalan, apa mungkin ia berubah pikiran?Aku kembali mengeluarkan amplop cokelat dari dalam tas. Saat hendak menyerahkannya, Mas Romi langsung menolak. "Bukan itu, aku tidak membutuhkannya. Aku hanya meminta ditraktir makan siang. Sudah waktunya makan siang dan aku sangat lapar. Lihat nih, cacing-cacing di perutku udah pada demo," ucapnya sambil menunjuk perutnya.Aku hanya bisa tertawa me
Bagian 30Setelah berhasil menjual rumah, sekarang saatnya menguras uang di ATM Mas Ilyas.Syukurlah Mas Ilyas pernah memberitahu pin ATM-nya padaku. Waktu itu kami sedang menuju supermarket untuk membeli kebutuhan pokok. Saat dalam perjalanan baru sadar ternyata aku lupa memasukkan dompet ke dalam tasku. Mas Ilyas langsung menghentikan mobilnya di depan ATM, memberikan kartu ATM-nya serta memberitahu PIN nya padaku. Kini, aku sudah berada di depan mesin ATM. Segera kumasukkan kartu tersebut ke mesin ATM. Menunggu beberapa saat, memilih bahasa, lanjut memasukkan PIN. Saat aku memasukkan PIN-nya, ternyata salah. Seingatku itu nomor pin yang dimasukkan saat menarik sejumlah uang waktu itu. Kenapa bisa salah?Aku mencoba lagi untuk yang kedua kalinya. Memasukkan tanggal pernikahan kami. Brankas milik Mas Ilyas yang berada di dalam kamar bisa dibuka menggunakan pin itu. Siapa tahu bisa, tidak ada salahnya untuk mencoba. Kutekan lagi enam digit angka yang merupakan tanggal pernikahan kam
Bagian 31Benar-benar sudah ngelunjak si Nia. Didiamkan malah semakin berani!"Perlu kutegaskan padamu, Nia. Aku tidak akan pernah meminjamkan mobilku untukmu sekalipun kamu sudah ijin kepada Mas Ilyas, suamiku. Ini mobilku bukan mobil Mas Ilyas. Kamu tidak berhak memakai mobilku. Aku tidak sudi," tegasku."Kok' kamu gitu sih, Sandra? Mobil itu 'kan dibeli pakai uang Mas Ilyas, bukan uangmu. Pelit bangat, sih!""Nia, kamu jangan kurang ajar ya. Aku tidak suka melihatmu seperti itu. Kamu sadar nggak, kamu hanya numpang di rumahku, harusnya kamu tahu dan sadar diri.""Memang dasar kamunya aja yang pelit. Aku cuma mau pinjam sebentar saja nggak boleh."Sambungan telepon pun terputus secara sepihak. Nia benar-benar membuatku naik darah.Merasa kesal, aku langsung menghubungi ponsel Mas Ilyas. Aku tidak terima karena Mas Ilyas sudah menyetujui permintaan Nia tanpa bertanya kepadaku terlebih dahulu. Jangan ia pikir kalau aku akan menurutinya. Tidak bisa!"Halo, Sandra, ada apa?" sapanya dar
Bagian 32 "Sandra, aku ini sahabatmu loh, kamu tega mengusirku?" Rupanya Nia masih belum yakin dengan ucapanku barusan. "Apa wajahku terlihat bercanda? Tidak Nia, aku serius. Kamu bukan lagi sahabatku dan aku ingin agar kamu secepatnya meninggalkan rumahku ini. Ayo, tunggu apalagi?" "Mas Ilyas pasti akan memarahimu kalau dia tahu kamu mengusirku. Lihat saja, akan kuadukan semuanya pada Mas Ilyas," ancamnya, lalu mengetikkan sesuatu di ponselnya. Aku tahu, ia pasti akan mengadu kepada Mas Ilyas. "Mas Ilyas? Mas Ilyas tidak peduli padamu, Nia. Aku lah istrinya, bukan kamu," tegasku. Biarpun aku tahu bahwa kenyataannya Mas Ilyas memang mencintai Nia. "Oh ya? Kita lihat saja," ucapnya dengan sangat yakin. "Halo, Mas!" Belum sempat Nia menyampaikan maksudnya menelpon Mas Ilyas, aku sudah merampas ponselnya dan membantingnya ke lantai hingga layarnya retak seribu. "Sandra, kamu merusak ponselku! Kamu berani padaku?" Nia balik menantangku. "Kamu pikir aku takut padamu? Kamu salah