Share

Bab 4 - Alergi Udang

"Jadi, informasi apa yang kau dapatkan?" tanya Jerico saat asisten pribadinya masuk ke dalam mobil.

Selain mengikuti ke mana Greta pergi, Jerico memerintahkan asisten pribadinya mencari informasi terkait perempuan itu. Apa lagi dia harus tahu siapa lelaki yang bersama Greta saat ini.

"Lelaki itu bernama Calvin, dia sahabat Greta," ucap Marko kemudian mengambil napas lalu dia keluarkan perlahan. Dia khawatir informasi selanjutnya akan membuat atasan sekaligus sahabatnya itu naik pitam.

"Lalu? Itu saja?" Jerico tidak yakin informasi yang Marko dapatkan hanya sebatas itu.

Marko ragu-ragu untuk mengatakannya. "Mereka tinggal di lantai dua nomer enam belas."

"Maksudmu mereka berdua tinggal bersama?" Tanpa perlu jawaban dari Marko, Jerico sudah bisa menebaknya.

Marko tidak membuka suara. Dia terdiam, menunggu perintah Jerico selanjutnya. Sebab dia paham sekali kalau sahabatnya tidak akan tinggal diam.

"Aku ingin kau urus si Calvin ini. Kau mengerti maksudku, kan?"

"Tentu saja." Marko paham. Jerico memerintahkannya agar Calvin tidak tinggal bersama Greta. Bila perlu keduanya tidak saling dekat dan berhubungan satu sama lain lagi.

***

"Loh, komputer kita ke mana, Ta!" Mega panik saat memasuki ruang kerja tidak mendapati komputernya di meja.

"Aku juga tidak tahu." Greta juga bingung kenapa komputer di meja tiba-tiba menghilang.

"Jangan panik! Meja kalian sudah dipindahkan," ucap Satria datang bersama Nino. "Kami yang memindahkan komputer kalian berdua."

Greta semakin bingung. "Kenapa harus pindah?"

Nino menghela napas. "Pak Jerico yang minta dan perintah kita. Semua sudah terpasang rapi, dan meja kalian berhadapan dengan ruangan Pak Jerico."

"Terima kasih. Maaf merepotkan kalian berdua pagi-pagi."

"Tidak masalah, Ta. Pak Jerico saja yang menyebalkan." Satria menumpahkan kekesalannya. "Mungkin karena kita suka ngobrol, atau jangan-jangan ...." Dia sengaja menggantungkan kalimatnya seraya mengusap dagu.

"Jangan-jangan Pak Jerico benar suka padamu, Ta," timpal Mega.

Ucapan Mega barusan jelas membuat Nino tak suka. Pasalnya sejak kali pertama Greta masuk ke perusahaan, Nino telah menyukainya. Dia hanya memendam perasaannya seorang diri tanpa seorang pun tahu.

"Jangan bicara yang aneh-aneh, nanti bisa jadi gosip." Sadar beberapa meja telah terisi rekan kerjanya, Greta memandangi jam yang terpasang di dinding. "Lebih baik kita ke meja masing-masing. Sebentar lagi, pasti Pak Jerico datang."

Sesuai dengan perintah Greta, mereka berempat membubarkan diri menuju meja kerja masing-masing. Mega kegirangan ketika mejanya tertata rapi dan didesain lebih bagus dari meja yang lama. Sedangkan Greta, biasa saja.

"Kalau gini caranya, aku bakalan betah kerja. Belum lagi, bisa mandangin wajah tampan Pak Jerico di seberang. Duh ... makin semangat." Mega duduk sembari tersenyum dan menopang dagunya dengan kedua tangan.

Greta geleng-geleng kepala kemudian tertawa kecil. "Ingat Satria, eh!"

Mega memanyunkan bibirnya. "Aih, tidak bisa lihat teman sendiri senang sedikit apa!"

Keduanya kembali melanjutkan pekerjaan sebelum akhirnya tak lama kemudian, Pak Jerico datang bersama asisten pribadinya. Mereka terlibat obrolan sebentar kemudian menegur Greta dan Mega.

"Bagaimana dengan meja baru kalian? Nyaman? Kalau kurang nyaman, nanti saya minta mereka untuk merombaknya lagi."

"Sangat nyaman sekali, Pak," sela Mega langsung. Padahal yang dia harapkan jawaban dari Greta.

"Bagus kalau kalian suka dan nyaman. Oh, ya Greta. Satu jam lagi kita ada meeting dengan Pak Radit. Saya ingin kamu siapkan semua berkas dan dokumen yang diperlukan. Jangan sampai ada yang salah dan tertinggal."

"Baik, Pak. Saya siapkan semuanya sekarang."

***

"Semoga kerja sama kita berjalan dengan lancar," ucap Pak Radit seraya mengulurkan tangan.

Jerico meraih uluran tangan Pak Radit, lalu keduanya berjabat tangan. "Terima kasih, karena Pak Radit telah menyetujui kerja sama ini. Saya pastikan perusahaan kami akan melakukan yang terbaik."

"Baiklah. Kami permisi dulu." Pak Radit dengan sekretarisnya pamit terlebih dahulu.

Meeting pun selesai. Selagi Jerico tengah menerima telepon, Greta merapikan berkas-berkas dan dokumen yang dia gunakan presentasi tadi. Sebentar lagi jam makan siang, dia baru ingat kalau memiliki janji dengan Nino untuk makan siang bersama.

"Waktunya jam makan siang. Kita makan dulu, ya." Jerico kembali ke meja setelah menyudahi teleponnya. Kebetulan tadi mereka meeting di restauran ini. Jadi, Jerico berinisiatif sekalian mengajak Greta makan siang bersama.

"Tapi, Pak, saya sudah punya janji dengan teman kantor," tolak Greta baik-baik.

"Teman kantor yang mana? Mega? Satria?"

"Nino, Pak. Saya tidak enak kalau harus ingkar janji."

"Jadi, kamu lebih memilih Nino daripada atasanmu sendiri? Yang menggajimu siapa?" Nada bicara Jerico terkesan emosi namun masih pelan.

"Bukan begitu, Pak. Tapi sa-saya ...."

"Saya tidak terima penolakan apa pun." Jerico langsung memotong ucapan Greta. Perempuan itu masih sama seperti dulu, keras kepala.

Tidak ada pilihan lain selain mengiyakan ajakan Jerico. Dia tidak ingin gajinya dipotong ataupun tidak dibayarkan bulan ini. Sebab bulan ini, giliran dia yang membayar sewa kosan setelah bulan sebelumnya Calvin yang membayar.

Jerico tersenyum penuh kemenangan. Dia yakin perlahan-lahan bisa menaklukan hati Greta lagi seperti dulu. Dia bisa membuat perempuan itu mencintainya lagi.

"Kamu ingin pesan apa?" tanya Jerico. Nada bicaranya berubah melembut.

"Terserah Bapak saja." Greta merasa dirinya tidak nyaman. Apa lagi sorot mata atasannya itu terus menatapnya tajam.

"Sudah saya pesankan." Jerico paham jika Greta tidak nyaman bersamanya. Maka dari itu, dia mencoba bersikap santai. Bukan memposisikan dirinya sebagai atasan dan bawahan, melainkan teman. "Omong-omong sudah berapa lama kamu bekerja di perusahaan saya?"

"Satu tahun lebih, Pak," ucapnya seraya mengirimkan pesan pada Nino jika dia tidak bisa datang.

"Kalau sedang di luar kantor, jangan panggil saya Bapak. Panggil Jerico saja."

"Ba-baik, Pak. Eh, Jer-jerico." Greta tergagap karena gugup. Dia menunduk malu sekaligus merasa aneh dengan tingkah atasannya yang terkadang berubah-ubah.

Tak lama menunggu, pesanan mereka akhirnya tiba juga. Jerico memesan pasta untuk Greta dan nasi goreng untuk dirinya sendiri. Namun makanan Greta menarik perhatian Jerico.

"Kamu makan ini saja." Jerico menukarkan nasi goreng miliknya dengan pasta untuk Greta. "Ada udang. Kamu bisa alergi nanti."

Bukan hanya terkejut, lagi-lagi Greta dibuat heran oleh lelaki itu. "Bapak tahu kalau saya alergi udang? Apa sebelumnya kita pernah kenal dan dekat?"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Mince Hermawan
kok sama. aku juga alergi udang
goodnovel comment avatar
Aprilia Choi
pepet terus Jer...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status