...."Kamu di sini, Aira?" sapa Lara setelah mereka mendengarkan gelak tawa dari percakapan antara Neo, Zio, Asha serta Alex."Iya, Lara," jawab Aira dengan melanjutkan mendorong kursi roda milik Neo mendekat pada Lara yang masih duduk di bangku bersama dengan Alex."Sendirian saja?""Iya. Sama anak-anak saja. Mereka bilang mau ketemu Zio dan Asha. Jadi aku pergi ke sini. Berhubung Ibrani sedang menerima telepon dari rekan kerjanya, aku yang menjaga Neo.""Terima kasih," ucap Lara hampir berdiri tetapi Aira mencegahnya, "Duduklah di sana saja. Bagaimana keadaanmu?"Lara mengangguk dengan seberkas rasa senang, "Sudah lebih baik kok. Tinggal menunggu Shenina bangun, aku pastikan jika aku bisa kembali seperti semula.""Jangan menuntut dirimu sendiri dengan begitu keras. Pelan-pelan saja yang penting bisa sampai ke tujuan.""Baik, terima kasih untuk sarannya."Mereka saling menukar senyuman saat Aira mengambil duduk di samping Lara. Selagi Zio dan Asha berlarian saling mengejar untuk mengh
....Sementara itu di tempat lain, Alex baru saja pergi meninggalkan Lara yang sedang bersama dengan Aira dan anak-anaknya. Ia pergi setelah menerima panggilan dari Ibra agar mereka bertemu sekarang.Alex belum sempat berpamitan pada Lara karena ia terburu-buru. Sepertinya Ibra menemukan sesuatu yang harus ia sampaikan padanya sesegera mungkin.“Pak Alex,” panggil Ibra saat Alex melewati persimpangan koridor tak jauh dari salah satu bangunan rumah sakit.“Ibrani,” sapa Alex seraya menghentikan langkahnya.“Neo sedang bersama dengan Aira. Aku belum sempat bertanya ke mana mereka pergi,” katanya. “Apakah Lara sudah selesai konseling?”“Sudah. Jangan khawatir, Neo dibawa Aira untuk bertemu dengan Lara kok. Mereka bicara di dekat taman tadi.”“Oh, syukurlah kalau begitu.”“Ada yang ingin kaamu bicarakan?” tanya Alex sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana berwarna putih yang senada dengan kemeja yang ia kenakan. Memandang Ibra ... sepertinya Alex tahu jika pemuda itu sedang
Alex tidak akan pernah lupa dengan apa yang dilakukan oleh Shiera kepada Lara hari itu. Semua kejadian masih membekas di dalam benaknya hingga hari ini. Tangis Lara yang meratapi genangan darah, atau Neo dan Shenina yang ketakutan melihat kondisi ibunya, serta hatinya sendiri yang seperti dikoyak hingga tak berbentuk, kala ia harus menanda tangani persetujuan untuk mengangkat sisa-sisa janin dari kandungan Lara.Setelah waktu seolah sedang mengambil alih segala hal dan menggantinya dengan kebahagiaan yang Alex pikir adalah sebuah kebahagiaan yang hakiki, nyatanya keadaan semu justru lebih tertarik untuk membelenggunya.Baru saja, dengan sepasang telinganya sendiri ia mendengar dari Ibra bahwa serang pria gila yang terobsesi dengan Lara bisa jadi adalah partner dalam kejahatan Shiera.Lelaki yang menyediakan benda mengandung oksitosin yang nyaris merusak rahim istrinya.“Bedebah!” Alex mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Ia menatap tajam, menerobos melewati bahu Ibra yang berdiri
Alex berpikir dalam hati, ‘Tadi bukankah dia sendiri yang bilang jika aku harus bersikap normal karena tidak memiliki bukti untuk menuduh Selim? Tapi lihat yang dilakukannya! Memasang badan dengan gagah perkasa.’ Yang sedang dibicarakan oleh Alex adalah Ibrani.Ibra sendiri yang mengatakan jika Alex tidak boleh gegabah dan agar sebaiknya menahan diri, tetapi sikapnya yang defensif yang terbiasa melindungi Alex muncul dari alam bawah sadarnya dengan memasang badan dan menghadapi pria itu sebelum ia sampai di hadapan Alex.Kebiasaan memang tidak bisa diubah begitu saja. Begitu juga dengan seorang Ibrani Loure Halls.“Selamat siang,” tanggap Ibra atas sapaan Selim yang berdiri beberapa jarak di hadapannya.“Ada ... yang bisa saya bantu?” tanyanya lagi, berpura-pura tidak mengenal padahal dari telinga Alex yang terbiasa mendengar suara Ibra, ia tahu bahwa anak itu sedang menahan amarah yang bergolak di dalam dadanya.“Hanya ingin menjenguk Shenina, dan juga Neo. Aku mendengar dari salah s
Ba ... ha ... ya?Lara mengulangi gerak bibir Aira yang berdiri beberapa meter di sebelah kirinya. Mereka saling pandang, cukup lama, sebelum Aira menganggukkan kepalanya secara tidak kentara.Lara meriding sekujur badan. Ia menatap kepada Alex yang senyumnya tak bisa ia artikan sepenuhnya. Ada ketegangan yang tersirat, yang dengan bodohnya diabaikan oleh Lara.Kini, saat ia mendapatkan isyarat dari Aira, Lara baru saja menyadari hal ini.Ibra yang memasang badan terlebih dahulu, kerlingan tajamnya saat bertukar tatapan mata dengan Alex, serta Alex yang mengatakan siapa dirinya. Bahwa dia adalah suaminya, ayah dari Neo, Shenina dan juga Sky. Pertanyaan berbumbu curiga dari Alex saat ia menyinggung soal bagaimana caranya Selim tiba di sini, sebenarnya itu telah merujuk pada ketegangan yang sedang coba ditutupi oleh Alex dan Ibra.Lara tidak tahu apa yang terjadi.Tetapi dua manusia itu sepertinya sedang menyembunyikan sesuatu dan bersikap defensif.Dan ketegangan yang coba ditutupi itu
Lara merinding sekujur badan mendengar apa yang disampaikan oleh Aira. Ia bahkan harus menggosok tengkuknya yang mendadak berat saat ini.Ia menoleh ke arah jendela kaca, debaran jantungnya meningkat sepuluh kali lipat dengan hanya membayangkan pria itu mengawasinya selama ini tanpa Lara mengetahuinya sama sekali.“Kenapa dia seperti itu, Aira? Padahal aku juga tidak begitu mengenalnya dulu. Kami hanya tahu bahwa kami hanyalah sebatas tetangga, tidak lebih! Lagi pula komplek kami berbeda. Dia ada di komplek yang rumahnya jauh lebih bagus, tidak seperti rumahku yang kecil.”Lara menatap Aira dengan kedua sisi matanya yang terasa panas dan perih. “Seseorang yang terobsesi akan seperti itu, Lara. Sekalipun kalian jarang bertemu, atau hanya bertemu sekali saja, tapi karena dia menyukaimu dan berpikir hanya dia yang berhak memilikimu, maka dia tidak akan melepasmu.”“Dan dia datang dengan tanpa dosanya ke sini, mengucapkan kalau dia prihatin dan berduka tetapi itu hanyalah sebuah topeng?”
“Bagaimana kalau kita memberinya umpan?” tanya Lara tiba-tiba. Ia memandang Alex yang seketika itu alisnya berkerut penuh tanda tanya.“Umpan bagaimana, Sayang?” tanya Alex balik.“Misalnya dengan memancingnya untuk datang lagi. Tapi kali ini kita yang menyiapkan perangkap untuknya. Misal harus membuat dia mengaku lalu kita mendapatkan rekamannya?”Alex menggeleng, “Dia sangat hati-hati, Sayang. Dia tidak mungkin mengatakan hal seperti itu dengan jujur dan terbuka. Dia adalah tipe yang mempertimbangkan segala hal secara kritis. Dengan waktu tunggunya yang tidak sebentar itu ... dia pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Dia pasti tidak ingin memiliki nasib yang sama dengan yang didapatkan oleh perempuan itu.”“Perempuan itu?” ulangi Lara tak mengerti akan ucaapan Alex.Merujuk kepada siapa ‘perempuan’ yang dia katakan itu?“Iya, perempuan itu. Shiera.”“Apa hubungannya dengan Shiera, Alex?”“Ibrani bilang kalau mereka pernah bertemu dan menginap pada hari dan tanggal waktu kamu ke
Alex bergeming. Kediamannya tentu saja membuat Jefri berang sehingga ia sekali lagi bertanya, “Papa tanya padamu, Jest Alexander Suh! Apa yang sudah kamu lakukan pada Lara?”Didengar dari nada bicaranya ... sepertinya Lara tahu bahwa Jefri bukan hanya sekadar bertanya. Tanya yang keluar dari bibirnya itu sebab ia pasti sudah mengetahui jawabannya sehingga ia hanya meminta Alex agar jujur.“Papa ....” panggil Lara lirih, ia maju satu langkah tetapi hal itu ia urungkan.Kakinya seolah terpancang di lantai, tak bisa bergerak. Berdiam mematung di sana.PLAKK!Tamparan tangan Jefri melayang mengenai pipi sebelah kiri Alex. Dan saking kerasnya, Alex mundur untuk beberapa langkah ke belakang, nyaris saja limbung.“Jadi ini alasan kenapa kamu meminta aku dan ibumu untuk tidak mencampuri urusanmu saat itu? Karena kamu menelantarkan Lara?!”Tangan Jefri sekali lagi terangkat. Dalam satu detik jelas ia akan menampar Alex lagi. Oleh karenanya Lara maju dengan gegas dan menahan pergelangan tangann