Share

Bab 6

Author: Arlina Khoman
Santos menatap Dona, lalu memfokuskan pandangannya yang penasaran ke arah Jovita untuk melihat reaksinya.

Jovita sempat terkejut sejenak. Bertahun-tahun dia sudah terbiasa refleks ingin memberi penjelasan, tetapi sekarang dia langsung tersadar. Dia dan Farel sudah dalam proses perceraian, bahkan Farel sendiri saja sudah tidak dipedulikannya, lalu mengapa dia masih harus peduli pada ibu Farel?

Menyadari hal itu, raut wajah Jovita langsung menjadi dingin.

"Bibi, tolong bicara yang sopan. Pertama, aku dan anakmu sedang dalam proses perceraian. Apa yang kulakukan sudah nggak ada hubungannya dengan dia, apalagi denganmu. Kalau kamu tetap mau ikut campur, itu namanya sudah melanggar kebebasanku."

"Kedua, kamu punya bukti apa untuk bilang aku dan Bapak ini selingkuh? Kalau ada, tolong tunjukkan. Kalau nggak ada, berarti kamu memfitnahku dan merusak nama baik kami. Kami berhak menuntutmu."

Dona terdiam sejenak mendengar ucapan Jovita. Setelah tersadar, wajahnya semakin memerah karena marah. "Kamu ... kamu panggil aku apa?"

Dona lalu menepuk meja dengan keras. "Benar-benar keterlaluan! Kamu malah mau menuntutku? Kamu ini benar-benar nggak tahu diri!"

Merasa belum cukup melampiaskan amarahnya, Dona melirik meja, lalu mengambil cangkir kopi dan hendak menyiramkan isinya ke Jovita.

Jovita kaget dan refleks memejamkan mata. Namun, suasana seolah membeku. Kopi itu tidak pernah sampai ke wajahnya. Tangan Dona yang memegang cangkir terhenti di udara, karena Santos telah berdiri dan memegang erat lengannya dengan sigap.

"Apa-apaan ini? Lepaskan aku! Aku mau beri pelajaran ke menantuku, orang luar sepertimu nggak berhak ikut campur!" Dona mencoba menarik lengannya, tapi tenaga Santos lebih besar.

"Bu, urusan rumah tangga Anda bukan urusanku. Tapi aku cuma mau mengingatkan, sebelum kopi ini disiramkan, yang kamu lakukan tadi cuma serangan verbal. Tapi kalau kopi ini sudah sampai tersiram, itu sudah masuk ke ranah penganiayaan fisik dan Nona ini berhak menuntut Anda secara hukum."

Santos melirik Jovita yang baru saja tersadar dari keterkejutannya.

"Hei, kalau dia melukaimu, apa kamu akan menuntut dia secara hukum?"

Mendengar kata-kata itu, Dona tertawa sinis penuh percaya diri. "Mau menuntutku? Kamu nggak lihat dulu dia berani apa nggak? Dia cinta mati sama anakku, tanpa anakku dia nggak bisa hidup! Kalau dia berani macam-macam, nggak takut anakku ninggalin dia?"

Kegaduhan ini cukup besar karena terjadi di tempat umum. Orang-orang di sekitar mulai berkumpul, memperhatikan mereka dan mulai bergosip. Tatapan mereka seperti pisau yang menusuk ke arah Jovita.

Jovita mendengar bisikan dan gumaman dari kerumunan, lalu memandangi wajah Dona yang tampak puas. Tiba-tiba saja, semua ini terasa sangat lucu baginya. Demi seorang pria, dia sampai menjatuhkan dirinya ke titik serendah ini.

Melihat Jovita yang sempat terdiam, Santos kembali bertanya, "Jovita, aku tanya, ya atau tidak?"

Senyum Dona terlihat malah seperti menantang, membuat mata Jovita terasa perih.

"Ya." Suara Jovita memang tidak terlalu keras, tapi sangat tegas.

Begitu kata itu keluar, gumaman orang-orang di sekitar semakin ramai, disertai bisikan-bisikan ketus. Santos menampilkan senyum tipis penuh kepuasan, lalu menepis tangan Dona dengan keras.

Dona yang lengah, hampir saja terjatuh karena gerakan Santos. Begitu bisa menyeimbangkan diri, dia langsung marah besar.

"Astaga, luar biasa! Jovita, kamu benar-benar hebat ya! Kamu mau menuntutku? Semua orang di sini, tolong jadi saksi!"

"Dia ini menantuku, tapi malah main belakang sama pria lain! Anaknya lagi sakit juga nggak mau peduli! Sekarang malah mau nyerang aku? Perempuan seperti dia bukan cuma nggak layak jadi menantu, tapi juga nggak pantas jadi ibu!"

Suara Dona semakin keras, membuat kerumunan semakin ramai dan gaduh.

"Astaga, masa sih? Anaknya sakit nggak diurusin, kenapa wanita ini tega begini?"

"Dipergok ibu mertua waktu selingkuh, kalau aku sih pasti malu bukan main!"

"Parah, nih. Kelihatannya baik-baik, tapi ternyata hatinya busuk!"

Suara bisikan dan komentar orang-orang di sekitar terdengar jelas di telinga Jovita.

Awalnya dia tidak berniat memperpanjang masalah dan hanya ingin pergi bersama Santos. Namun, mendengar semua kata-kata yang begitu menyakitkan itu, langkahnya terhenti.

Tahan? Dulu dia selalu menahan diri. Namun sekarang, bahkan perceraian saja tidak membuatnya takut, lalu kenapa dia masih harus diam saat dipermalukan dan dilecehkan oleh Keluarga Wibisono?

Memikirkan semua itu, Jovita melangkah mendekati Dona. Wajahnya sangat tenang dan sepasang matanya tampak kelam.

Dona mendongakkan kepala menatapnya, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda mau mengalah.

Santos hanya berdiri di samping sambil tersenyum tipis, bahkan tampak sedang menanti-nanti.

"Orang yang matanya kotor, apa pun yang dilihatnya juga kotor. Kalau makan siang sama seorang pria saja dianggap hubungan gelap, lalu bagaimana dengan anak kesayanganmu yang sering pulang larut malam dan menginap di rumah wanita lain? Itu namanya apa?"

Ucapan Jovita membuat suasana langsung riuh, orang-orang menahan napas menunggu perkembangan berikutnya.

Dona langsung merasa bersalah. Tentu saja bohong jika mengatakan bahwa dia tidak merasa bersalah. Sorot matanya melirik ke sekitar dan auranya sontak menjadi lemah. "Kamu, kamu ngomong apa sih? Jangan asal fitnah anakku!"

Jovita hanya menyeringai dingin. "Hah? Aku fitnah anakmu? Apa aku benar-benar memfitnahnya atau nggak, kamu sendiri yang paling tahu soal itu. Lagian, anakmu nggak pulang semalaman itu karena bermesraan sama wanita lain di rumahmu!"

"Kamu!" Dona terdiam sejenak dan hendak membantah, tetapi kata-katanya langsung dipotong oleh Jovita.

"Kamu membiarkan anakmu berhubungan gelap di depan matamu, malah sengaja menjodohkan mereka dan menghancurkan pernikahanku. Kamu bahkan dengan paksa mengambil anakku, membesarkannya di sisi perempuan itu sampai anakku sendiri benci padaku sebagai ibunya dan malah dekat dengan orang lain. Apakah semua itu juga fitnah dariku?"

Dona belum pernah melihat Jovita yang seperti ini. Dalam ingatannya, Jovita selalu bersikap lemah lembut dan hampir tidak punya sifat memberontak sedikit pun. Apa pun yang dia katakan, Jovita pasti akan menurutinya.

Namun sekarang, wanita yang selama ini jinak itu malah berani menentangnya di depan umum dan bahkan berbicara dengan nada seperti itu?

Orang-orang di sekitar mulai berubah haluan. Suara bisikan yang tadinya menyudutkan Jovita, kini berbalik memihaknya.

"Jadi begitu ceritanya? Kenapa ibu mertuanya tega begitu?"

"Kata orang, menghancurkan rumah tangga itu dosa besar. Nenek tua ini benar-benar keterlaluan."

"Kalau aku yang jadi menantunya, aku sudah lama minta cerai!"

"Pada dasarnya wanita memang sudah cukup menderita dalam sebuah pernikahan. Sekarang malah ditindas sama ibu mertua. Padahal sama-sama perempuan, apa dia nggak merasa bersalah sama hati nuraninya?"

Sadar bahwa posisinya mulai goyah, Dona menggertakkan giginya, tapi tetap menatap Jovita dengan enggan mengalah.

"Nggak usah mengalihkan pembicaraan! Kalaupun kalian berdua mau cerai, itu nggak ada hubungannya sama anak! Arfan tadi terluka parah, kamu nggak peduli sama sekali. Kamu masih pantas jadi ibunya Arfan?"

Senyuman di sudut bibir Jovita kini penuh ironi. "Benar, kamu betul. Aku memang nggak pantas. Karena anak yang meninggalkanku sendirian di tengah kobaran api demi memedulikan wanita lain, juga nggak pantas jadi anakku."

"Kamu!"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 100

    Sandra akhirnya lebih tenang.Jovita memanfaatkan waktu untuk keluar ke lorong dan menelepon Santos. "Hari ini aku mau minta izin cuti."Santos tidak langsung menolak. "Masa masih masa magang sudah minta izin cuti ...."Jovita sempat mengira dia kesal dan ingin menjelaskan alasannya, tetapi kemudian merasa urusan keluarga tak perlu terlalu dibuka.Akhirnya, dia hanya menggigit bibir dan berkata, "Aku benaran ada urusan mendesak. Kalau perlu, potong saja gajiku."Santos masih ingat, terakhir kali saat mabuk, Jovita tetap memikirkan gajinya. Sekarang Jovita malah bilang gajinya boleh dipotong. Itu berarti, dia bertemu masalah besar."Oke. Kalau butuh bantuan, langsung telepon aku.""Terima kasih."Setelah menutup telepon, Jovita kembali. Namun, sebelum sempat duduk, pintu ruang operasi telah dibuka.Dokter keluar dari dalam. Sandra dan Jovita buru-buru menghampiri."Dokter, gimana keadaannya?""Ayahku nggak apa-apa, 'kan?"Dokter mengangguk. "Untung dibawa cepat. Kami sudah lakukan opera

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 99

    Selesai makan, Ario merasa kurang nyaman kalau terus berlama-lama. Jadi, dia bangkit dan bersiap untuk pulang.Sebelum pergi, dia berujar, "Siska, kasih aku nomormu deh. Nanti kamu hitung saja barang-barang yang rusak gara-gara aku, aku pasti ganti."Siska cukup kaget, tetapi tidak menolak. Dia mengeluarkan ponsel dan menambahkan kontak. Saat Ario pergi, Siska menoleh dengan ekspresi bangga ke arah Jovita dan Santos."Bilangin ke Jayden sama Winny, taruhan kemarin aku menang ya. Dia sendiri yang minta nomorku lho!"Santos langsung maju dan menjewernya. "Kamu makin berani ya? Baru beberapa hari sudah bawa cowok nginap, itu pun cowok mabuk. Kalau Ayah tahu, kamu bisa habis."Siska pun mencemberutkan bibirnya. "Kak, aku salah. Tolong jangan bilang ke Ayah. Nanti si pria tua itu patahin kakiku!"Jovita tahu betul, Siska memang sangat takut pada ayahnya. Santos melepaskan tangannya sambil memperingatkan, "Lain kali kalau kejadian begini lagi, aku bakal kasih kamu pelajaran."Siska buru-buru

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 98

    Siska baru mengangkat telepon setelah cukup lama. Napasnya terengah-engah seperti benar-benar kelelahan.Jovita langsung panik. "Kenapa? Kamu nggak apa-apa, 'kan?"Jangan-jangan habis minum malah kebablasan dan dimanfaatkan orang?Siska menghela napas panjang. "Ada masalah, masalah besar. Kalian cepat ke sini ya."Usai berbicara, Siska langsung menutup telepon. Jovita buru-buru memanggil sopir pengganti bersama Santos, lalu mereka menuju rumah Siska.Jovita tahu kode akses rumahnya. Begitu pintu dibuka, aroma aneh langsung menyergap dari dalam.Detik berikutnya, mereka melihat Ario duduk bersila di lantai, memeluk tempat sampah dengan wajah penuh kesedihan.Sementara itu, Siska duduk di sofa sambil menatapnya dengan ekspresi jijik. Melihat keduanya datang, Siska langsung mencebik dan memeluk Jovita."Vita, aku apes banget! Tempat sampahku itu merek LV. Lihat, jadi kotor setelah dia muntahin!" Selesai berbicara, Siska menunjuk ke arah sofa. "Sofa itu juga diimpor dari luar negeri, kulit

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 97

    "Dia itu nggak bisa dansa."Melihat Farel kembali mendekat, senyuman di mata Jovita perlahan memudar. Santos bahkan langsung memutar bola matanya."Pantas saja Jovita minta cerai darimu. Ternyata pemahamanmu soal dia bahkan nggak selevel temannya.""Kamu ...!" Farel marah, tetapi masih berusaha menjaga harga diri. Dia pun mendengus dingin dan meneruskan, "Jovita, nggak bisa dansa itu nggak memalukan. Tapi kalau sudah tahu nggak bisa dan masih maksa, itu baru memalukan."Mendengar itu, Jovita mendengus. Sebenarnya, dia bukan orang yang suka bersaing, tetapi omongan Farel itu membuatnya enggan mengalah.Jovita pun mengulurkan tangan, menggenggam tangan Santos, lalu berdiri. Mereka pun menuju ke bagian tengah lantai dansa.Farel hanya bisa melihat dari samping. Wajahnya langsung berubah suram. Jelas-jelas dia ingin Jovita tidak menari, tetapi mulutnya malah terus mengomel, "Sok banget! Nanti malu baru nyesal!"Livia menggigit bibir, menatap Jovita dengan tatapan penuh kebencian. Dia tahu

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 96

    "Pak Luca mungkin harus kecewa hari ini, karena wanita cantik ini adalah pasangan dansaku malam ini."Jovita menggandeng lengan Santos dengan anggun, lalu memandang Luca dengan tenang. "Benar sekali. Lagian, aku dan Farel sedang dalam proses perceraian, jadi sebentar lagi kami bukan suami istri lagi. Karena Farel bawa pasangan, aku nggak bakal ganggu mereka."Ucapan Jovita seketika membongkar hubungan antara Farel dan Livia di depan umum. Mendengar bahwa mereka tengah mengurus perceraian, hadirin pun mulai ramai berbisik-bisik. Wajah Farel tampak sangat suram."Oh, begitu ya? Kalau bisa berpisah baik-baik, itu juga hal bagus. Kalau begitu, aku nggak akan ikut campur urusan anak muda. Kalian bersenang-senanglah."Luca memang pintar. Sekilas saja dia sudah tahu situasinya. Jika Jovita memang ingin memutuskan hubungan dengan Farel, dia pun tak perlu repot-repot membantu mereka.Di bawah arahan Luca, hadirin akhirnya bubar. Jovita tetap menggandeng lengan Santos, berjalan ke sisi lain ruan

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 95

    Farel menatap tajam ke arah Santos, seolah-olah ingin mencabik pria itu hidup-hidup.Melihat situasi nyaris meledak menjadi perkelahian, Jovita maju selangkah dan menarik ujung jas Santos.Santos akhirnya melepaskan cengkeramannya. Farel pun terhuyung dan segera ditopang oleh Livia."Kak Farel, aku benaran nggak apa-apa. Kita balik saja yuk ...."Farel masih menatap Jovita dengan mata penuh amarah. "Jovita, kita bahkan belum resmi bercerai, tapi kamu sudah nggak sabar pacaran sama cowok barumu di depan umum. Terus, kamu masih berani tampar Livia? Kamu nggak merasa dirimu murahan?"Santos hendak maju lagi, tetapi Jovita langsung menariknya ke belakang dan berdiri di depannya. "Biar aku yang hadapi. Beberapa hal memang harus kuselesaikan sendiri."Santos terpaksa mundur selangkah, tetapi tetap berjaga di belakang. Jovita menatap Farel dengan dingin, lalu melirik Livia sekilas."Kalian nggak perlu menyalahkan orang lain. Aku dan Pak Santos nggak punya hubungan istimewa. Tapi, kalian? Apa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status