Share

Bab 5

Author: Arlina Khoman
Mendengar ucapannya, Dona benar-benar menjadi gusar. "Marah? Dia punya hak apa untuk marah sama anakku? Selama ini dia hidup enak karena Farel yang menafkahinya. Dia itu tahunya cuma menikmati hasil, mana ada hak untuk marah?"

Livia berpura-pura bicara dengan nada ragu, "Ibu, aku cuma khawatir. Kalau nanti Jovita tahu aku yang jemput Arfan, apakah dia akan marah?"

Dona malah semakin emosi. "Kamu jemput saja Arfan. Anak itu juga lebih suka sama kamu. Kalau dia berani marah sama kamu, lihat saja nanti aku bakal kasih dia pelajaran!"

"Baiklah." Setelah menutup telepon, Livia tersenyum puas. Dia lalu mengendarai mobil menuju taman kanak-kanak.

Saat tiba di sana, Arfan sedang duduk di ruang kesehatan sekola dengan wajah yang pucat karena kesakitan. Begitu melihat Livia datang, Arfan langsung melompat turun dari ranjang, lalu berlari menghampiri dan memeluknya erat.

"Bibi, akhirnya kamu datang. Arfan sakit."

Livia berpura-pura khawatir sambil memeluk anak itu. "Nggak apa-apa, Arfan. Bibi bawa kamu ke rumah sakit."

Untungnya, luka yang terbuka tidak terlalu parah. Setelah perawatan sederhana di rumah sakit, wajah Arfan kembali tampak ceria. Setelah memastikan kondisinya baik-baik saja, Livia mengajak Arfan keluar.

"Bibi, kalau lain kali aku butuh bantuan, boleh nggak aku langsung telepon Bibi?"

Mendengar pertanyaan itu, Livia berjongkok menatapnya. "Arfan, kalau kamu langsung telepon Bibi, nanti mamamu akan marah."

Benar saja, begitu mendengar nama Jovita disebut, wajah Arfan kembali mengernyit.

"Dia marah atau nggak, nggak penting. Dia sama sekali nggak pantas jadi mamaku. Hari ini aku telepon dia minta dijemput ke rumah sakit, dia malah bilang dia bukan mamaku lagi dan suruh aku jangan hubungi dia lagi."

Sudut bibir Livia menampilkan senyum puas sekilas setelah mendengar protes Arfan.

"Arfan, mamamu benar-benar bilang begitu?"

Arfan mengangguk. "Iya. Aku memang nggak mau dia jadi mamaku. Hari ini dia malah bersikap begitu ke aku. Aku nggak mau peduli lagi sama dia. Bibi, gimana supaya Bibi bisa jadi mamaku?"

Livia mengusap kepala anak itu. "Anak baik, Bibi juga mau jadi mamamu. Tapi, kalau Papa dan Mama kamu bercerai, Bibi baru bisa menikah sama Papa dan jadi mamamu."

Mendengarnya, Arfan langsung terlihat panik. "Terus, mereka kapan cerainya?"

"Arfan benaran mau mereka cerai?"

Arfan buru-buru mengangguk.

Livia tersenyum. "Bibi akan kasih tahu caranya, tapi kamu nggak boleh bilang ke Papa kalau itu ide dari Bibi, ya?"

Arfan langsung kegirangan.

Livia menoleh ke sekeliling dan melihat orang-orang di sekitar mereka. "Ayo kita cari tempat lain. Bibi ajak kamu makan es krim, lalu Bibi akan kasih tahu caranya diam-diam."

Demi menjaga kesehatan Arfan, Jovita dulu tidak pernah membiarkan anak itu makan terlalu banyak es krim. Begitu mendengar ada es krim, Arfan semakin senang hingga senyumnya tidak bisa lagi disembunyikan.

Di sisi lain, Jovita datang lebih awal setengah jam ke tempat yang sudah disepakati. Dia berpikir, lebih baik dirinya yang menunggu orang lain daripada membuat orang lain menunggunya.

Namun saat tiba di lokasi, ternyata sudah ada seseorang yang duduk di tempat yang disepakati. Pria itu mengenakan pakaian santai berwarna terang, duduk di sofa dengan kaki disilangkan, dan tampak sedang membaca majalah fesyen dengan santai.

Saat Jovita mendekat, baru terlihat jelas sosok pria itu. Wajahnya tampan dengan fitur wajah yang tajam. Gaya rambutnya rapi, alisnya tegas, dan sorot matanya tampak jernih. Ada bekas luka samar di pelipis kanannya, membuatnya terlihat maskulin.

Orang ini jelas adalah Santos. Namun, kalau dibilang dia seorang pengacara, rasanya agak sulit dipercaya.

Melihat Jovita mendekat, Santos menutup majalah di tangannya dan sedikit melambaikan tangan ke arahnya. Jovita menghampirinya dan mengulurkan tangan dengan sopan. "Halo, Pak Santos. Namaku Jovita."

Santos memandangi tangan Jovita yang terulur dengan senyum penuh arti. Namun, tampaknya dia tidak berniat membalas uluran tangan itu. Tatapannya mengamati Jovita dari ujung kepala hingga kaki, tanpa disembunyikan sedikit pun.

"Jovita, aku mengenalmu."

Jovita merasa agak canggung dan buru-buru menarik kembali tangannya, lalu duduk di kursi di depannya. "Sepertinya Siska sudah mengenalkanku padamu."

Santos mendengus kecil. "Bukan lewat Siska."

"Lalu, dari mana?"

"Di fakultas hukum kampus kita, ada dua legenda. Kamu tahu nggak?"

Jovita menggeleng. "Boleh diceritakan?"

Santos menyesap kopinya. "Pertama, ada murid kesayangan Profesor Wardino yang sudah mendapat penawaran dari pengadilan bahkan sebelum lulus. Tapi, dia menolaknya dan malah mendirikan kantor hukum sendiri. Sampai sekarang, dia belum pernah kalah di pengadilan."

Jovita teringat dulu di kampus, senior yang sering disebut-sebut itu dikenal sebagai orang yang cuek dan pendiam. Namun melihat Santos hari ini, dia malah merasakan sikap percaya diri yang sangat mirip dengan Siska.

"Senior yang kamu maksud itu kamu sendiri, ya?"

Santos tersenyum penuh percaya diri dan mengangguk. "Yang kedua, murid kesayangan Profesor Wardino setelah aku. Orang itu jelas-jelas sudah dapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan magister dan doktoral, tapi malah menyerah demi seorang pria. Bahkan rela menjadi istri rumahan dan mengorbankan segalanya untuk cinta."

Tangan Jovita yang memegang cangkir kopi, bergetar pelan. Dia tahu persis siapa yang dimaksud dengan cerita itu. Saat Jovita meninggalkan studinya dulu, tatapan penuh penyesalan Profesor Wardino masih terbayang di benaknya.

Dulu Profesor Wardino berkali-kali bertanya padanya, apakah layak menyerahkan segalanya hanya untuk seorang pria, untuk cinta yang entah akan berbalas atau tidak?

Waktu itu Jovita menjawab dengan keyakinan penuh, bahwa semua itu layak diperjuangkan. Namun sekarang, semua yang diperjuangkannya itu justru menjadi kekalahan telak.

Melihat wajah Jovita yang mulai pucat, Santos mendorong hidangan pencuci mulut ke hadapannya.

"Aku cerita semua ini ke kamu cuma mau bilang, nggak pernah ada kata terlambat bagi seseorang yang mau menyadari kesalahannya dan berubah. Yang menakutkan itu adalah, kalau sudah terjebak di jalan buntu tapi masih keras kepala."

Jovita meletakkan cangkir kopi dan menarik napas panjang, tetapi tidak berkata apa-apa.

"Siska sudah cerita padaku tentang situasimu. Aku bisa bilang dengan jelas, hampir mustahil bagimu untuk mendapatkan hak asuh Arfan dengan kondisimu sekarang."

Jovita menatapnya dengan tenang. "Kak Santos salah paham. Aku nggak pernah berniat merebut hak asuh anak."

Mendengar pernyataan itu, Santos tertegun. "Kalau kamu nggak mau hak asuh anak, kenapa repot-repot menggugat cerai?"

"Aku tahu sifat Keluarga Wibisono. Kalau aku cuma mengajukan cerai dengan damai, mereka nggak akan memberiku sepeser pun. Aku gugat cerai supaya aku bisa mendapatkan kembali hakku. Semua yang memang milikku, nggak akan kuserahkan sedikit pun."

Jawaban itu membuat Santos agak terkejut. Senyum di matanya semakin mendalam dan jemarinya yang lentik, bermain-main di dagunya dengan ekspresi tertarik.

Setelah beberapa saat, dia baru mengulurkan tangan. "Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik." Barulah Jovita membalas jabatan tangannya.

Setelah memesan makanan, mereka pun mulai membicarakan detail kasus. Saat itulah, Dona masuk ke restoran.

Setelah lelah berbelanja, Dona berniat untuk makan sesuatu. Siapa sangka baru masuk restoran, dia sudah melihat Jovita duduk dengan seorang pria. Keduanya sedang makan bersama sambil bersenda gurau.

Ucapan Livia tadi pagi masih terngiang-ngiang di benaknya, sehingga membuat amarahnya semakin membara. Dengan wajah garang, Dona langsung berjalan ke arah mereka dan menghantam meja dengan keras.

"Jovita! Dasar perempuan jalang, berani-beraninya kamu selingkuh di luar sama laki-laki lain di belakang anakku!"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 100

    Sandra akhirnya lebih tenang.Jovita memanfaatkan waktu untuk keluar ke lorong dan menelepon Santos. "Hari ini aku mau minta izin cuti."Santos tidak langsung menolak. "Masa masih masa magang sudah minta izin cuti ...."Jovita sempat mengira dia kesal dan ingin menjelaskan alasannya, tetapi kemudian merasa urusan keluarga tak perlu terlalu dibuka.Akhirnya, dia hanya menggigit bibir dan berkata, "Aku benaran ada urusan mendesak. Kalau perlu, potong saja gajiku."Santos masih ingat, terakhir kali saat mabuk, Jovita tetap memikirkan gajinya. Sekarang Jovita malah bilang gajinya boleh dipotong. Itu berarti, dia bertemu masalah besar."Oke. Kalau butuh bantuan, langsung telepon aku.""Terima kasih."Setelah menutup telepon, Jovita kembali. Namun, sebelum sempat duduk, pintu ruang operasi telah dibuka.Dokter keluar dari dalam. Sandra dan Jovita buru-buru menghampiri."Dokter, gimana keadaannya?""Ayahku nggak apa-apa, 'kan?"Dokter mengangguk. "Untung dibawa cepat. Kami sudah lakukan opera

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 99

    Selesai makan, Ario merasa kurang nyaman kalau terus berlama-lama. Jadi, dia bangkit dan bersiap untuk pulang.Sebelum pergi, dia berujar, "Siska, kasih aku nomormu deh. Nanti kamu hitung saja barang-barang yang rusak gara-gara aku, aku pasti ganti."Siska cukup kaget, tetapi tidak menolak. Dia mengeluarkan ponsel dan menambahkan kontak. Saat Ario pergi, Siska menoleh dengan ekspresi bangga ke arah Jovita dan Santos."Bilangin ke Jayden sama Winny, taruhan kemarin aku menang ya. Dia sendiri yang minta nomorku lho!"Santos langsung maju dan menjewernya. "Kamu makin berani ya? Baru beberapa hari sudah bawa cowok nginap, itu pun cowok mabuk. Kalau Ayah tahu, kamu bisa habis."Siska pun mencemberutkan bibirnya. "Kak, aku salah. Tolong jangan bilang ke Ayah. Nanti si pria tua itu patahin kakiku!"Jovita tahu betul, Siska memang sangat takut pada ayahnya. Santos melepaskan tangannya sambil memperingatkan, "Lain kali kalau kejadian begini lagi, aku bakal kasih kamu pelajaran."Siska buru-buru

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 98

    Siska baru mengangkat telepon setelah cukup lama. Napasnya terengah-engah seperti benar-benar kelelahan.Jovita langsung panik. "Kenapa? Kamu nggak apa-apa, 'kan?"Jangan-jangan habis minum malah kebablasan dan dimanfaatkan orang?Siska menghela napas panjang. "Ada masalah, masalah besar. Kalian cepat ke sini ya."Usai berbicara, Siska langsung menutup telepon. Jovita buru-buru memanggil sopir pengganti bersama Santos, lalu mereka menuju rumah Siska.Jovita tahu kode akses rumahnya. Begitu pintu dibuka, aroma aneh langsung menyergap dari dalam.Detik berikutnya, mereka melihat Ario duduk bersila di lantai, memeluk tempat sampah dengan wajah penuh kesedihan.Sementara itu, Siska duduk di sofa sambil menatapnya dengan ekspresi jijik. Melihat keduanya datang, Siska langsung mencebik dan memeluk Jovita."Vita, aku apes banget! Tempat sampahku itu merek LV. Lihat, jadi kotor setelah dia muntahin!" Selesai berbicara, Siska menunjuk ke arah sofa. "Sofa itu juga diimpor dari luar negeri, kulit

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 97

    "Dia itu nggak bisa dansa."Melihat Farel kembali mendekat, senyuman di mata Jovita perlahan memudar. Santos bahkan langsung memutar bola matanya."Pantas saja Jovita minta cerai darimu. Ternyata pemahamanmu soal dia bahkan nggak selevel temannya.""Kamu ...!" Farel marah, tetapi masih berusaha menjaga harga diri. Dia pun mendengus dingin dan meneruskan, "Jovita, nggak bisa dansa itu nggak memalukan. Tapi kalau sudah tahu nggak bisa dan masih maksa, itu baru memalukan."Mendengar itu, Jovita mendengus. Sebenarnya, dia bukan orang yang suka bersaing, tetapi omongan Farel itu membuatnya enggan mengalah.Jovita pun mengulurkan tangan, menggenggam tangan Santos, lalu berdiri. Mereka pun menuju ke bagian tengah lantai dansa.Farel hanya bisa melihat dari samping. Wajahnya langsung berubah suram. Jelas-jelas dia ingin Jovita tidak menari, tetapi mulutnya malah terus mengomel, "Sok banget! Nanti malu baru nyesal!"Livia menggigit bibir, menatap Jovita dengan tatapan penuh kebencian. Dia tahu

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 96

    "Pak Luca mungkin harus kecewa hari ini, karena wanita cantik ini adalah pasangan dansaku malam ini."Jovita menggandeng lengan Santos dengan anggun, lalu memandang Luca dengan tenang. "Benar sekali. Lagian, aku dan Farel sedang dalam proses perceraian, jadi sebentar lagi kami bukan suami istri lagi. Karena Farel bawa pasangan, aku nggak bakal ganggu mereka."Ucapan Jovita seketika membongkar hubungan antara Farel dan Livia di depan umum. Mendengar bahwa mereka tengah mengurus perceraian, hadirin pun mulai ramai berbisik-bisik. Wajah Farel tampak sangat suram."Oh, begitu ya? Kalau bisa berpisah baik-baik, itu juga hal bagus. Kalau begitu, aku nggak akan ikut campur urusan anak muda. Kalian bersenang-senanglah."Luca memang pintar. Sekilas saja dia sudah tahu situasinya. Jika Jovita memang ingin memutuskan hubungan dengan Farel, dia pun tak perlu repot-repot membantu mereka.Di bawah arahan Luca, hadirin akhirnya bubar. Jovita tetap menggandeng lengan Santos, berjalan ke sisi lain ruan

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 95

    Farel menatap tajam ke arah Santos, seolah-olah ingin mencabik pria itu hidup-hidup.Melihat situasi nyaris meledak menjadi perkelahian, Jovita maju selangkah dan menarik ujung jas Santos.Santos akhirnya melepaskan cengkeramannya. Farel pun terhuyung dan segera ditopang oleh Livia."Kak Farel, aku benaran nggak apa-apa. Kita balik saja yuk ...."Farel masih menatap Jovita dengan mata penuh amarah. "Jovita, kita bahkan belum resmi bercerai, tapi kamu sudah nggak sabar pacaran sama cowok barumu di depan umum. Terus, kamu masih berani tampar Livia? Kamu nggak merasa dirimu murahan?"Santos hendak maju lagi, tetapi Jovita langsung menariknya ke belakang dan berdiri di depannya. "Biar aku yang hadapi. Beberapa hal memang harus kuselesaikan sendiri."Santos terpaksa mundur selangkah, tetapi tetap berjaga di belakang. Jovita menatap Farel dengan dingin, lalu melirik Livia sekilas."Kalian nggak perlu menyalahkan orang lain. Aku dan Pak Santos nggak punya hubungan istimewa. Tapi, kalian? Apa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status