Hai Kakak, mohon dukungannya untuk cerita ini yah. Jangan lupa kasih rate bintang 5 serta tinggalkan komen biar author makin semangat yah.
Bab 16Kami duduk di atas sofa ruang tengah sambil menonton TV, sementara Rini masih sibuk mencuci piring kotor.Mas Farid terlihat gelisah, entah apa yang sedang ia pikirkan. Apa mungkin ia sedang ketakutan, takut rahasianya terbongkar? Entahlah!"Ma, ini kan sudah malam, jika Mama mau pulang biar Farid antar." Tiba-tiba Mas Farid memecah keheningan di antara kami. Mama mengalihkan parhatiannya dari TV LED berukuran 42 inci yang sedang menayangkan sinetron favoritnya tersebut, beralih menatap Mas Farid."Mama enggak mau pulang. Mama akan menginap di sini sampai keadaan Adel pulih kembali," jawab Mama. Mama kembali fokus menyaksikan sinetron suara hati istri yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi terbesar di negeri ini. Mama memang menyukai sinetron, berbeda denganku. Aku tidak suka film sinetron, malah lebih suka membaca cerita di salah satu aplikasi yang lagi tenar akhir-akhir ini.Wajah Mas Farid mendadak berubah, seperti tidak suka jika Mama menginap di sini."Kenapa,
Bab 17Mas Farid menatapku tajam, mungkin ia tidak menyangka jika aku berani berkata seperti itu padanya. Selama ini, aku selalu bersikap baik dan lembut, serta selalu menghormatinya sebagai imamku. Itu dulu, sekarang tidak lagi. Luka yang ia torehkan di dalam hatiku telah membunuh dan memusnahkan seluruh rasa cintaku, yang tersisa hanyalah rasa benci."Dek, apa kamu tidak punya simpanan lagi? Tolonglah, Mas yakin kamu pasti masih punya tabungan. Ini kan buat kebaikan kita juga." Mas Farid mengiba. Ia pikir aku akan luluh? tidak, Mas!Aku memang masih mempunyai tabungan, tapi aku tidak akan mau menggunakan uang tabunganku untuk membayar cicilan rumah ini. Biarkan saja rumah ini disita pihak Bank, biar Mas Farid dan gundiknya itu jadi gelandangan."Enggak punya, Mas! Mas usahain dong, pinjam sama teman atau sama siapa, gitu!""Mas enggak berani minjam uang lagi. Uang yang Mas pinjam untuk membayar tagihan klinik kemaren saja belum Mas bayar," ungkapnya.Ya ampun, ternyata uang itu dapa
Bab 18Mama memutar video yang berhasil direkamnya tadi, memperlihatkannya padaku. Di dalam video itu terlihat dengan jelas saat Mas Farid membuat jus buah, Rini langsung memasukkan obat tidur tersebut ke dalamnya. Begitu juga dengan teh untuk Mama, Rini mencelupkan obat tidur tersebut ke dalamnya dan mengaduknya hingga larut.Astagfirullah … aku menutup mulut agar suaraku tidak terdengar ke luar kamar. Jangan sampai Rini mendengarnya. Rini tidak boleh tahu bahwa aku dan Mama telah mengetahui apa yang telah mereka lakukan.Berarti beberapa malam belakangan ini, aku sudah meminum jus buah yang telah dicampur dengan obat tidur. Pantas aku selalu tidur cepat.Kalian benar-benar jahat! Gara-gara kalian, aku sampai kehilangan janinku. Astagfirullah … astagfirullah …. Mataku terasa memanas, aku mencoba meredam emosiku, gemuruh di dada semakin bergejolak, memaksa untuk dilampiaskan. "Sabar, Nak! Kamu harus kuat. Inilah kenyataannya." Mama mengelus punggungku, mencoba menenangkanku."Ingat
Bab 19 "Huft! Akhirnya tidur juga kalian." Rini mendekatiku dan Mama untuk memastikan bahwa kami telah benar-benar tidur. Setelah itu, terdengar Rini mengambil mangkuk yang berisi mie ayam sisanya Mama tersebut, lalu memakannya. Rini … Rini … makanan sisa dimakan juga. Kasihan bangat sih, kamu! "Aduh, Mas. Pedas Mas, minum!" Rini berteriak sambil menyuruh Mas Farid untuk mengambilkan minum. "Memang dasar nenek lampir! Udah tau orang lagi pengen makan mie ayam, tapi enggak mau beliin juga buatku. Giliran ada sisa, eh malah enggak bisa dimakan saking pedasnya. Sepertinya memang Mbak Adel dan nenek sihir ini sengaja mau ngerjain Rini, Mas," umpatnya, lalu terdengar suara langkah kaki Rini mendekat ke arahku dan Mama. "Mas tahu enggak, aku tuh kesal bangat sama si nenek lampir ini! Seharian aku disuruh-suruh, sudah seperti pembantu saja. Aku pingin menjitak kepalanya, Mas!" "Jangan kurang ajar kamu Rin. Mas enggak suka. Bagaimanapun juga, dia mertuanya Mas. Mas tidak akan membiarka
Bab 20Aku yakin, pasti Mas Farid dan gundiknya itu sekarang lagi ketakutan melihat Mama.Sayangnya, aku tidak bisa melihat bagaimana expresi Mas Farid dan Rini saat mereka melihat kedatangan Mama.Pasti Mama sudah menyaksikan pemandangan yang menjijikkan di dalam sana. Sementara aku masih berada di sini, mengikuti arahan Mama untuk tidak melakukan apapun tanpa perintahnya."Di depan panas sekali, nyamuk juga banyak. Mama mau tidur di sini. Di sini kan ada AC nya." Terdengar Mama merebahkan tubuhnya di atas kasur."Huft! Selamat! Kirain kedok kita akan ketahuan. Tau nya Tante hanya ngigau," ucap Rini."Kita pindah ke kamar l
Bab 21Rini telah selesai memasak nasi goreng dan telah menghidangkannya di atas meja makan. Sementara Mas Farid membantunya mengambil piring dan juga gelas. Keduanya sudah seperti pembantu saja. Sekarang mereka berdua adalah pelayan sekaligus pembantu di rumah ini.Jam menunjukkan pukul 06.30. Kami sudah berada di ruang makan untuk menikmati sarapan buatan Rini.Saat Mas Farid menyendok nasi goreng ke piringnya, Mama tiba-tiba bertanya. "Farid, kenapa semalam kamu berada di kamar Rini? Apa yang kalian lakukan?" Mama menatap tajam Mas Farid, kemudian beralih menatap Rini.Keduanya tampak salah tingkah, aku yakin, pasti mereka berdua sedang mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan Mama."Enggak kok', Ma! Farid semalam bersama Adelia di kamar," jawab Mas Farid sekenanya."Kamu enggak bohong? Semalam Mama juga dengar kalian bisik-bisik. Pas Mama masuk ke kamar Rini, kalian berdua ada di dalam. Dalam keadaan tidak berpakaian," ungkap Mama.Seketika, wajah Mas Farid memerah sepe
Bab 22 "Jika tidak suka kenapa enggak angkat kaki dari rumah ini? Pintu keluar terbuka lebar," tegas Mama. Tok tok tok! "Assalamu'alaikum." Tiba- tiba terdengar bunyi ketukan pintu diiringi salam. Mama langsung beranjak, meninggalkan ruang makan untuk membukakan pintu. Tinggallah kami bertiga di ruang makan. Hanya ada keheningan karena tidak ada yang bicara diantara kami. "Wa'alaikumsalam, silakan masuk ibu-ibu." Terdengar Mama membukakan pintu dan mempersilahkan tamu yang datang untuk masuk. Aku juga tidak tahu siapa yang bertamu pagi-pagi begini. "Adel, ini ada Bu RT dan Bu Tari mau menjengukmu, Nak," teriak Mama dari ruang tamu. "Iya, Ma." Aku pun berdiri dan mulai melangkah pelan-pelan. Mas Farid berhenti makan sejenak, menawarkan diri untuk membantuku. "Mas bantu ya," ucapnya. Tapi aku menolaknya. Aku sudah mulai pulih, tidak boleh bergantung pada siapapun. "Mas bantu ya," tawarnya lagi. "Enggak usah. Aku tidak boleh bergantung pada orang lain. Aku harus berusaha s
Bab 23"Ibu pamit ya, Del, dah …." Bu Tari melambaikan tangannya. Aku hanya tersenyum melihat tingkah dari tetanggaku itu. Segitu bencinya pada Rini, sampai-sampai tidak rela jika buah-buahan yang mereka bawa dimakan oleh Rini."Mbak, kok' belum jawab pertanyaan Rini Sih?""Enak aja, kalau pingin, beli dong! Bu Tari sama Bu RT saja enggak rela jika kamu memakan buah-buahan itu karena mereka memberikannya untukku, bukan untukmu," jawabku tanpa mempedulikan perasaannya. Memang dia peduli pada perasaanku saat ia merebut suamiku?"Rini, jangan kamu minta parcel buah milik Adel. Bu RT dan Bu Tari memberikannya untuk Adel, bukan untukmu. Sekarang cepat laksanakan perintahku!" Mama menyuruh agar Rini segera pergi.