Home / Romansa / Membuatmu Jatuh Cinta Lagi / 4. Kesepakatan untuk Biyan

Share

4. Kesepakatan untuk Biyan

last update Last Updated: 2023-09-07 13:13:37

Adisti sedang menyantap bakmie di kantor saat Gumilar menyampaikan kabar penting itu.

“Papa serius?” Dia berjalan menjauhi Indah menuju sudut ruangan. “Mereka masih di sana? Gimana kondisi Mas Biyan?”

Mereka sudah pulang sekitar sepuluh menit lalu.” Bukan jawaban yang ingin Adisti dengar. “Biyan jauh lebih baik meski masih berusaha mengingat tahun-tahunnya yang hilang. Papa enggak bisa ungkit namamu juga, maaf.”

Sebenarnya, perempuan itu lelah harus menoleransi kondisi Biyan. Sudah hampir seminggu, tetapi Salma belum kunjung memberi lampu hijau untuk menjenguk suaminya.

“Terus, kapan rencananya Mas Biyan dibawa ke luar negeri?” Fakta bahwa sang ibu mertua serius dengan kata-katanya itu membuat lutut Adisti lemas. “Dia enggak mungkin terbang ke sana sendirian, kan?”

Mereka belum bahas jadwal, baru ingin memastikan kesehatan suamimu dan syarat-syaratnya,” Gumilar meringis. “Rencananya, mereka akan pergi ke Yunani. Papa langsung telepon kamu karena ingat residensimu di sana juga.”

Masalahnya, Yunani bukan negara kecil. Siapa tahu Biyan ditempatkan di Athena atau Santorini, sementara Adisti berada di Evia. Kalau dilihat di peta, jaraknya cukup jauh. Lokasi residensi pun terpisah dari daratan utama sampai harus dihubungkan jembatan.

“Dis, bakmie lo mau dimakan, enggak?” Indah menyusulnya sambil membawa dua mangkuk. “Bentar lagi kita meeting sama penulis yang viral di medsos itu.”

“Abisin aja sama kamu.” Nafsu makannya sudah lesap kala Gumilar menyampaikan pessan tadi. Dia juga ragu bakal fokus menyimak rapat. “Dah, kayaknya aku mau izin pulang cepet.”

“Kenapa? Suami lo balik ke rumah?”

Adisti menggeleng lemah. “Justru aku yang harus jemput dia dari tempat mertuaku.”

*

Atas izin Indah dan pemred, Adisti dapat meninggalkan kantor sebelum jam pulang kerja. Taksi yang ditumpanginya menembus kendaraan yang perlahan memadat, lalu berbelok menuju kompleks perumahan mewah di sekitar Jakarta Selatan.

Kali terakhir Adisti mampir menemui Salma adalah saat Idulfitri dua bulan lalu. Jadi, ingatannya akan hunian mewah itu masih melekat kuat. Dia meminta supir untuk melambatkan kecepatan taksi sampai mereka berhenti di depan rumah nomor 326.

“Makasih, Pak. Ambil aja kembaliannya.” Setelah keluar dari taksi, Adisti bergegas menghampiri gerbang tinggi rumah sang mertua. Ditekannya bel, lalu menunggu sampai satpam berlari untuk membukakannya.

Satpam itu, pria paruh baya bernama Kusno, terkejut saat menyadari kedatangannya.

“Anu…” katanya, mendadak gugup. “Non ini istrinya Tuan Biyan, kan?”

“Iya, Mas Biyan ada di rumah?”

Kusno menggaruk-garuk kepala sembari menoleh ke belakang. “Saya—saya tanya Nyonya dulu. Soalnya kata Nyonya… saya enggak boleh sembarang terima tamu.”

Perasaan Adisti semakin tak keruan. “Lho, tapi aku menantunya. Masa enggak boleh masuk?”

“Bukan gitu, Non, tapi—”

“Kusno, siapa yang datang?” Suara Salma cukup keras sampai terdengar ke gerbang. “Kalau Utari atau klien saya, suruh masuk.”

“Bukan, Nyonya. Ini… ini….”

“Siapa?” Sosok itu menuruni tangga untuk mengecek tamu yang mampir. Saat mereka berpandangan, wajahnya seketika kisut. Dia lantas mengisyaratkan Kuson kembali ke pos. “Ada urusan apa kamu ke sini?”

“Aku mau jemput Mas Biyan.” Tanpa basa-basi, Adisti mengutarakan tujuannya. “Seminggu lebih aku menunggu, tapi yang kudapatkan adalah kabar suamiku bakal dibawa ke luar negeri.”

Perempuan di hadapannya berdecak. “Mulut ayahmu lemas sekali, ya?”

“Bu, aku sama Mas Biyan masih terikat status pernikahan,” lanjutnya. “Kenapa aku, yang jelas-jelas adalah istri sahnya, terkesan dihalang-halangi buat bertemu suamiku? Ibu malah membawanya pulang tanpa izinku. Terus tadi apa aku enggak salah dengar? Ibu mengundang Utari ke sini?”

Seolah tak ingin kalah, Salma membalas, “Utari yang akan menemani putra saya berobat.”

“Ibu apa-apaan, sih? Kita tahu mereka udah lama putus. Alasannya juga kurang mengenakan, karena Utari seling—”

“Cukup, Adisti!” bentaknya. “Kamu sendiri sebagai istri malah lebih memprioritaskan kariermu. Sibuk jadi editor, terus ingin ikut residensi penulis. Jangan mentang-mentang Biyan pengertian, kamu jadi lupa tugas utamamu sebagai perempuan dalam rumah tangga.”

Adisti mengepalkan tangannya; menahan amarah yang siap membludak kapan saja. “Aku udah janji bakal ikut program kehamilan begitu selesai residensi.”

“Ya, ya, tapi bagaimana kalau tulisanmu lantas diterbitkan?” sahut Salma sengit. “Pasti kamu bakal meminta Biyan buat menundanya lagi supaya lebih fokus mengurus produksi dan tetek bengek lainnya.”

Sekuat itukah keinginan Salma untuk menggendong cucu? Menilai dari sikapnya yang selalu skeptis dan arogan, Adisti yakin mertuanya akan terus mencari cara untuk menyudutkannya meski dia hamil dan punya anak.

“Sampai sekarang, aku enggak tahu kenapa keberadaanku sulit diterima sama Ibu,” ucapnya sambil menatap lekat-lekat Salma. “Tapi kalau Ibu kira aku bakal cepat menyerah, Ibu salah besar. Selama belum ada kata perpisahan, aku akan terus memperjuangkan pernikahanku.”

Seakan mengabaikan peringatan Adisti, Salma memutar bola mata mendengarnya. “Sudah selesai pidatonya? Saya masih ada urusan.”

“Apa yang Ibu takutkan dariku?” Adisti tak bersedia mundur. “Dari zamanku dan Mas Biyan pacaran sampai menikah, aku manut sama nasehat Ibu. Sebisa mungkin aku menjadikan Ibu prioritas—”

“Kecuali saat saya meminta kamu berhenti bekerja untuk fokus jadi ibu.”

“Untuk hal itu, bukannya Ibu setuju sama tawaran yang Mas Biyan berikan?” sanggahnya cepat. “Sekali lagi, aku akan ikut program kehamilan begitu residensi selesai, terlepas dari hasil yang kuterima terkait tulisanku.”

“Ma, di depan ada tamu?”

Mata Adisti berbinar kala mendengar suara Biyan. Suara yang begitu dia rindukan. Tanpa basa-basi, perempuan itu menggeser gerbang, tetapi sayangnya kalah cepat dari Salma yang menahan tangannya.

“Bu, kumohon,” Adisti kali ini mengiba, “aku cuma mau lihat Mas Biyan.”

“Biyan baik-baik saja. Saya ibunya. Saya yang lebih tahu bagaimana cara merawatnya,” balasnya tegas. “Lagi pula, percakapan kita belum selesai. Mari cari tempat lain.”

*

Adisti, mengikuti ajakan Salma, pergi ke restoran mewah yang letaknya dekat dari kompleks perumahan. Harapannya bertemu Biyan, bahkan sekadar melihat wajahnya, seketika pupus saat mengetahui suaminya tak diajak. Itu berarti satu hal: pembicaraan ini akan berakhir pada kesepakatan di antara mereka berdua.

“Apa hasil seleksi residensi sudah keluar?” tanya Salma tanpa basa-basi setelah memesankan makanan. “Seandainya diterima, berapa lama kamu tinggal di Yunani?”

“Belum, mungkin dalam beberapa hari.” Harapan Adisti dinyatakan lolos seleksi semakin besar. “Peserta residensi akan tinggal selama dua atau tiga bulan.”

“Benar penempatannya di Pulau Evia?”

Adisti mengangguk. “Kenapa Ibu tiba-tiba membahas residensi yang kuikuti?”

“Karena mungkin ini satu-satunya kesempatan yang akan saya berikan padamu.” Wajah Salma kian masam saat menyampaikannya. Jelas dia berat hati. “Biyan menetap juga di Evia, ditemani Utari. Kebetulan dia punya vila dan sedang mengurus bisnis di sana.”

Panas kuping Adisti mendengar mertuanya membanggakan perempuan lain. Di sisi lain, dia senang mengetahui ada kemungkinan tinggal di satu area bersama suaminya.

“Dengar, saya akan berbaik hati menyesuaikan jadwal keberangkatan Biyan seandainya kamu diterima sebagai peserta.” Sang mertua melayangkan tatapan tajam. “Waktumu hanya tiga bulan untuk meyakinkan Biyan bahwa dia… sudah menikah.”

Sekuat mungkin, Adisti menahan senyum yang nyaris terbit di wajahnya. “Dalam waktu tiga bulan, aku juga akan membuat Mas Biyan jatuh cinta lagi padaku walau ingatannya sebelum kecelakaan enggak bisa kembali.”

“Percaya diri sekali,” sindir Salma. “Baiklah, terserah seperti apa rencanamu. Kalau berhasil, kamu pulang bersama Biyan. Tapi kalau tidak, saya minta kalian bercerai.”

Bukan kesempatan main-main. Jangankan bercerai, memikirkan berpisah lama gara-gara kecelakaan saja tak pernah terlintas dalam benak Adisti. Kendati ada secuil keraguan yang mencuat, dia harus percaya diri. Hanya sikap itu yang dapat menempatkannya sejajar dengan Salma.

“Baik, tiga bulan. Antara Mas Biyan pulang bersamaku sebagai suami atau,” Adisti menelan ludah, “kembali ke rumah Ibu dan menyandang status duda.”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Adny Ummi
huufft senapsaran beud ma novel ini. semangaatt thoor!
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   [dari penulis]

    Halo, teman-teman.Setelah hampir setahun, aku memutuskan menamatkan "Membuatmu Jatuh Cinta Lagi" di bab 60. Ending untuk novel ini sengaja digantung, karena akan dilanjutkan dalam buku baru. Untuk kapan tayangnya mungkin enggak dalam waktu terdekat, karena perlu disiapkan dulu naskahnya.Terima kasih untuk kalian yang sudah mengikuti kisah Biyan dan Adisti sampai titik ini. Sampai bertemu di cerita-cerita berikutnya!erl.

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   60. Akhir Sebuah Babak

    “Welcome home, Babe!”Adisti langsung melepas tas untuk menyambut pelukan Indah. Keduanya melompat-lompat kegirangan; melepas rindu setelah tiga bulan berpisah. Kemudian, dia beralih mendekap Gumilar yang masih mengenakan pakaian kerjanya.“Dis, kita cabut duluan, ya!” Chelsea menghampirinya. “Kalau udah ada yang nerbitin novel, tolong saling kabari.”“Hati-hati. Sampai ketempu lagi!” Adisti menyalami satu per satu rekan residensinya. “Eh, minggu depan kita masih harus ketemu Daffa, kan?”“He-eh, buat penutupan sama pengarahan naskah,” sahut Randy. “Sekalian makan-makan sebelum mencar ke masing-masing kehidupan.”Adisti menyanggupi, sebelum berpisah dengan keduanya. Pandangannya lantas terarah pada Batara yang berjalan bersama Daffa. Perempuan itu meminta Gumilar dan Indah untuk menunggu sebentar, lalu menghampiri kedua pria itu.“Hei,” sapanya. “Aku balik duluan, ya. Udah dijemput sama Papa dan temanku.”“That’s okay, kami kebetulan pulang ke arah yang sama,” ujar Daffa. “Sebentar, s

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   59. Langkah Besar Biyan

    Biyan tak menyangka penyelidikan kecil-kecilannya bakal viral di media sosial.Berawal dari beberapa karyawan yang merekam upaya Utari melepaskan diri dari dua satpam yang menahannya, video tersebut diunggah ke sejumlah platform. Dalam hitungan jam, konten tersebut menuai reaksi netizen.Sebagian menanyakan kronologi kejadian, sebagian lagi—yang mengenali Utari—malah berbagi pengalaman di masa lalu. Ada pula yang melempar celetukan kurang pantas yang tak mau Biyan lihat.Gara-gara itu pula, Salma terpaksa mengadakan konferensi pers demi menjaga nama baik perusahaan serta keluarga Adiratna.“Mama masih tidak percaya dengan kejadian ini.” Di depan cermin, Salma mematut pakaian serbahitam dengan riasan simpel. “Sampai sekarang, Utari belum mengatakan motifnya. Dia malah bakal memanggil pengacara keluarga.”‘Seandainya Mama enggak terus melibatkannya dalam kehidupanku, mungkin kita bakal menjalani hari-hari yang lebih normal.’“Sebagai pengingat, aku yang jadi korban, Ma.” Biyan juga tak

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   58. Meninggalkan Yunani

    Tiga hari menjelang jadwal kepulangan ke Indonesia, para peserta residensi di Evia berangkat ke Athena untuk menikmati masa tenang. Vila yang biasanya tenang kini riuh karena para penghuninya sibuk berkemas. Koper dan tas dipindahkan ke ruang tengah, sementara kamar-kamar dibersihkan hingga rapi.“Sudah cek semua bawaan kalian? Jangan sampai ada barang tertinggal, bakal tepot mengurus pengembaliannya.” Menilai dari pernyataan tadi. Daffa pasti pernah mengalami kendala tersebyt. “Saya akan kirim voucher kamar hotel yang kalian tempat di Athena. Satu kamar untuk dua orang. Adisti bersama Chelsea, Batara bersama Randy.”Sembari menunggu mini bus yang akan dibawa Kyro, Adisti melongok sebentar ke vila Biyan. Sudah sebulan lebih mereka terpisah. Hanya Indah yang menjembatani komunikasi di antara mereka. Sayangnya, sang sahabat belum mengabari kelanjutan kabar Biyan yang meminum kopi yang telah dimasukkan bius.“Apa Biyan akan menjemputmu?”Dari belakang, Biyan berjalan menghampiri. “Akhirn

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   57. Membongkar Kebusukan

    “Kenapa kamu tidak masuk kantor kemarin, Biyan? Benar kamu sakit? Kenapa kamu tidak menghubungi Mama?”Kala Salma memasuki ruang kerjanya, Biyan mengisyaratkan Arthur untuk meninggalkan mereka berdua. Setelah sehari bermalam di indekos asistennya, pria itu memberanikan diri pulang ke apartemen. Dia pun menghubungi staf HR untuk absen sehari walau kondisi tubuhnya sudah membaik.“Iya, aku kelelahan,” sahut Biyan tanpa melepas tatapannya dari layar laptop. “Apa Mama sudah menerima draf perjanjian dari Utari?”“Justru itu, Mama ingin menanyakan keberadannya padamu.” Salma duduk di sofa. Respons sang ibu pun menerbitkan rasa penasaran Biyan. “Dia sempat ke kantor untuk mengambil barang-barangnya selepas meeting. Saat Mama tanya kenapa kalian pulang terpisah, Utari bilang kamu langsung pergi ke apartemen.”Pandangan Biyan tertuju pada Salma yang tampak serius dengan perkataannya. “Apa Utari terlihat gugup atau salah tingkah saat bertemu Mama?”Alit sang ibu bertaut. “Kenapa pula Mama harus

  • Membuatmu Jatuh Cinta Lagi   56. Kabar dari Vila Residensi

    “Batara kelelahan, dia harus bedrest total dua hari.” Daffa menyampaikan pesan dokter yang berkunjung untuk pemeriksaan. “Benar selama seminggu terakhir dia treking berjam-jam?”Adisti mengonfirmasi lewat anggukan. “Kadang dia pulang setelah kami makan siang, lalu melanjutkan tulisannya.”“Apa dia sedang ada masalah?”Kali ini, Adisti memandangi Chelsea dan Randy yang tengah membereskan peralatan makan. Dari lirikan-lirikan singkat, mereka sepakat untuk menyembunyikan drama yang terjadi beberapa hari terakhir.“Batara enggak cerita,” Randy yang menjawab. “Makanya kami juga kaget waktu lihat dia menggigil di kamar.”Daffa lantas meminta ketiganya menjaga Batara dan melaporkan hal-hal yang perlu dibereskan bersama. Setelah dia pergi, Adisti lantas pamit pada Chelsea dan Randy untuk naik ke lantai dua.Saat hendak masuk ke perpustakaan, Adisti melintasi kamar Batara yang sedikit terbuka. Perlahan dari celah pintu, dia mengintip pria yang tengah tertidur nyenyak. Wajahnya terlihat lebih t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status