Selamat membaca, MyRe. Semoga ....(✿^‿^)(✿^‿^)
Apapun itu, Om Marchel tidak akan membiarkanmu dalam masalah. Sekalipun dia mau kamu berhenti, tapi itu bukan dengan cara seperti ini, Clara sayang," ucap Nindi pada sahabatnya. "Intinya tenang saja, aku akan membantumu." "Huaaa … terima kasih, My Honey sweety bunny!" pekik Clara, memeluk Nindi dengan penuh perasaan senang dan bahagia. Selanjutnya mereka makan bersama sambil bercerita banyak hal. Setelah makan bersama, Clara menemani Nindi ke toko buku lalu setelahnya mereka pulang. Nindi sebenernya ingin mampir ke apartemen Clara, akan tetapi karena waktunya untuk menghabiskan waktu di luar rumah sudah habis, jadilah Nindi pulang. Sedangkan Clara, dia pulang ke apartemennya. Namun, saat dia tiba di apartemen, ternyata Leonard sudah ada di sana. "Ck, ya Ampun!" gumam Clara pelan, menatap Leonard yang terlihat tidur di sofa. Sejak kapan pria ini di sini? Apa sudah lama sampai dia ketiduran? Clara mengabaikan Leonard yang ketiduran di sofa. Dia menghela napas dan berjalan menuju
"Kakanda," panggil Nindi, menghampiri suaminya–berlari kecil ke arah lift. "Jangan lari-lari, Sweetheart," peringat Zeeshan yang sudah ada dalam lift. Nindi menunjukkan cengiran lalu masuk ke dalam lift. "Mas Ze, kenapa pergi? Mas tidak senang yah kalau Kak Leo menikah dengan Clara?" tanya Nindi, memeluk lengan suaminya dengan erat–sambil mendongak pada suaminya. "Senang," jawab Zeeshan singkat. "Jadi? Kenapa Mas langsung pergi?" tanya Nindi lagi."Kau tidak berbicara denganku," jawab pria itu lagi dengan nada datar, tak menoleh sama sekali pada Nindi.Saat pintu lift terbuka, Zeeshan segera keluar dan Nindi otomatis juga ikut keluar karena masih memeluk lengan suaminya. "Yaudah, mari kita berbicara, Mas Ze," ucap Nindi, di mana dia dan Zeeshan berjalan ke arah kamar. "Berdua saja dalam kamar. Bagaimana?"Zeeshan menoleh ke arah isrtinya lalu senyum tipis pada Nindi. "Humm." Zeeshan berdehem singkat, "aku suka mendengar suaramu yang berbicara padaku, Sweetheart," lanjutnya yang s
Clara menganggukkan kepala secara malas. Memangnya pria ini pikir apa? Om-om kurang belaian? Sugar daddynya Clara?Ya ampun! Padahal dia se mirip itu dengan papanya. Bahkan karena mirip dengan sang papa, keluarga ibunya sampai membencinya."Ouh." Leonard langsung melepas pelukannya pada pinggang Clara, dia segera mendekati papa Clara dan langsung menyalam tangan pria tua itu. "Salam, Ayah mertua," ucapnya, seketika bersikap ramah, manis, dan sopan. "Huh." Marchel mendengus pelan, menatap tak suka pada Leonard, "punya hubungan apa kau dengan putriku?"Leonard tak langsung menjawab, dia memegang kursi tempat Marchel sebelumnya duduk, lalu mempersilahkan Marchel untuk duduk. "Silahkan duduk, Ayah mertua," ucapnya manis. Marchel kembali mendengus akan tetapi bersedia kembali. "Darling, kau juga duduklah," ucap Leonard pada Clara. Perempuan itu kembali duduk, menatap muram ke arah Leonard. 'Seketika aku berkeringat dingin.' batin Clara, melirik papanya lalu menatap Leonard dengan raut
"Apa Apartemenmu yang sekarang nyaman, Clara?" tanya seorang pria paruh baya pada Clara. Pria dengan pakaian formal dan berpenampilan rapi tersebut memotong grilled salmon di depannya kemudian memindahkan beberapa potong ke piring Clara. Dia perhatikan Clara terlihat lebih kurus dari yang sebelumnya, dan dia sedikit mengkhawatirkan perempuan cantik miliknya ini. "Aku kurang suka ikan," ujar Clara, mengabaikan pertanyaan ayahnya dan memilih fokus pada potongan daging salmon yang di letakkan di atas piringnya. Pria tua yang masih tampan itu, senyum manis pada Clara. "Tapi salmon kesukaan putriku," jawab pria itu lembut. "Ck." Clara berdecak pelan, memutar bola mata jengah dan terlihat kesal. Akan tetapi, dalam hati dia sangat gembira, bahkan sejujurnya dia menahan senyum karena senang ayahnya masih ingat kalau dia suka pada salmon. "Atau … Clara ingin pindah apartemen, Sayang?" tanya Marchel, ayah Clara. Clara menatap berang pada ayahnya. "Ngapain sih Papa panggil sayang sayang ke
"A-astaga? Ke-kenapa bajuku berganti?" gumam Clara, panik saat sadar kalau pakaiannya telah berganti. Seingatnya dia ketiduran di sofa. Belum berganti pakaian, masih mengenakan sebuah kemeja warna navy yang ia padu dengan celana bahan–panjang, berwarna putih. Namun, sekarang dia mengenakan piyama. "Pa-Pak Leonard!" pekik Clara pelan, mengingat kalau pria itu sempat datang ke apartemennya. Clara buru-buru bangkit lalu berdiri di depan cermin. Dia memperhatikan setiap detail tubuhnya, mencari-cari apakah ada jejak sentuhan yang ia temukan di tubuhnya. Untungnya tidak! Bibirnya memang sedikit bengkak. Akan tetapi itu wajar. Dia baru bangun tidur dan sebelumnya juga habis menangis. Jadi wajar bibir dan wajahnya sedikit bengkak. Clara menatap jam, ternyata masih jam sembilan malam. Dia segera mencuci muka lalu setelahnya meraih handphone untuk memesan makanan. Akan tetapi baru saja dia menyalakan handphone, panggilan dari ibunya langsung menghias layar. Clara menghela napas pelan u
"Suli!" peringat Faren pada istrinya, "jaga bicaramu! Jangan mengatakan hal omong kosong!" Suli menatap takut pada suaminya lalu menatap berang ke arah Nindi. Sedangkan Nindi, dia tetap tenang. Saat paman suaminya menatapnya, Nindi melempar senyum tipis padanya. "Nindi, jangan dengarkan ucapan Tante dan sekali lagi Paman meminta maaf padamu," ucap Faren dengan nada penuh perasaan bersalah. "Iya, Paman." Nindi menganggukkan kepala secara pelan. "Untuk masalah Adrea dikirim ke luar negeri, mohon maaf, Paman, untuk hal itu aku tidak bisa ikut campur. Itu keputusan Mas Zeeshan, Kak Razie dan yang lainnya.""Tidak apa-apa, Nak. Adrea memang lebih baik di luar negeri, dan Paman juga sering ke luar negri. Jadi tidak masalah," ucap Faren, menanggapi perkataan Nindi dengan positif dan sama sekali tidak tersinggung ataupun marah. Suli sejujurnya ingin membantah perkataan suaminya dan kembali ingin menyerang Nindi, akan tetapi Zeeshan tiba-tiba datang. Suli memilih diam, senyum manis dan men