Semoga suka dengan satu bab kita hari ini, MyRe. Maaf yah, Myre. Untuk sekarang kita satu bab dulu, tunggu novelnya kekunci baru CaCi up dua bab perhari yah, MyRe. Sehat selalu untuk kalian semua dan semangat! IG:@deasta18
"Kau menamaiku seperti itu?" tanya Zeeshan, nadanya serak dan berat, di mana wajahnya semakin dekat pada wajah Nindi. Karena Nindi memundurkan kepala supaya menjauh, Zeeshan langsung menahan tengkuk perempuan itu sehingga Nindi tak lagi bisa menghindar. "I-itu panggilan cinta, Mas sayang. Hehehe …." ucap Nindi cepat–panik. Zeeshan tak menanggapi, tiba-tiba memindahkan Nindi ke atas pangkuannya lalu mencium bibir perempuan itu dengan lembut. Sejujurnya dia kecanduan pada bibir Nindi. Rasanya manis, segar dan mirip buah watermelon. Mungkin karena Nindi rutin menggunakan lipcare dengan rasa dan aroma watermelon, jadi aroma dan rasanya tertinggal di bibir Nindi. Lumatan Zeeshan yang lembut pada bibir Nindi berakhir tergesa-gesa, akibat hasrat yang menggebu-gebu. Dia hampir kehilangan kendali pada dirinya. Bibir perempuan ini terlalu nikmat hingga rasanya Zeeshan sulit berhenti. "Panggilan sayang?" ucap Zeeshan, setelah melepas ciuman–membelai bibir Nindi dengan ibu jari, membe
"Nyonya, Tuan bilang jika anda ingin sekali bersih-bersih, anda bisa membersihkan ruangan kerja Tuan," ucap bodyguard tersebut, setelah sebelumnya menghubungi tuannya. Nindi menghela napas berat, cukup lega karena Zeeshan tak marah saat bodyguard tersebut memberitahu kalau Nindi keukeuh ingin masuk ke ruangan misterius ini. "Yaudah, Pak," jawab Nindi, segera beranjak dari sana sambil membawa alat bersih-bersih. Bodyguard tersebut geleng-geleng kepala, merasa aneh pada nyonya-nya karena mengidam ingin bersih-bersih. "Nyonya memang sangat unik," gumam bodyguard tersebut secara pelan. Sedangkan Nindi, setelah dia berada di ruang kerja Zeeshan, dia tak langsung beres-beres. Namun, dia duduk sambil menatap sekitar ruang kerja suaminya. Dia ingin mencari benda yang bisa ia hancurkan akan tetapi tak akan bisa didapat gantinya. Tujuan Nindi masih sama, membuat Zeeshan marah! "Jam pasir." Nindi menatap jam pasir di atas meja kerja suaminya, "kalau aku pecahkan jam pasir itu, past
Dasi itu adalah hadiah yang Nindi berikan pada suaminya. Wa-wait! Bukankah Zeeshan membenci hadiah pemberiannya? Tapi kenapa Zeeshan memakai hadiah pemberiannya. Apa memang benar pria ini sudah berubah? "Ada apa, Nin?" tanya Zeeshan lagi, menaikkan sebelah alis sambil menatap intens ke arah Nindi. Nindi mengulurkan tangan, menyentuh dasi suaminya pakai. Bukan hanya itu, penjepit dasi yang juga merupakan hadiah darinya, dipakai oleh pria ini. "Ka-kata Pak Oliver, dasi ini sudah Mas gunakan selama dua minggu," ucap Nindi, mendongak pada Zeeshan untuk menatap wajah tampan namun dingin milik suaminya. Suaminya memang tinggi dan dia merasa seperti toge yang kepedean tumbuh di samping tonggak listrik. Zeeshan memiliki tinggi 192 cm, sedangkan dia hanya 162 cm. Sebetulnya, Nindi cukup tinggi dan ideal di negara ini. Hanya saja, pria ini membuat tinggi badannya yang ideal bukan apa-apa. "Lalu?" Zeeshan menatap Nindi sekilas lalu langsung melayangkan tatapan tajam pada Oliver yang kebetu
"Ada apa, Mas?" tanya Nindi setelah mereka berada di dalam kamar, di mana Zeeshan mendudukkannya di pinggir ranjang kemudian Zeeshan sendiri berdiri di depannya. Zeeshan bersedekap di dada, raut mukanya datar, dan tatapannya seperti biasa. Sebuah tatapan tajam yang sulit Nindi pahami–tatapan itu dalam, tetapi Nindi ketakutan melihatnya. "O-oh, mengenai masalah kehamilanku yang diketahui Mommy dan Daddy yah? Itu-- aku sama sekali tidak tahu kenapa mereka bisa sampai tahu. Intinya bukan aku yang memberitahu Mommy dan Daddy," jelas Nindi, saking takutnya dituduh atau dimarahi oleh Zeeshan. "Ck." Tiba-tiba pria itu berdecak pelan, "tak perlu kau jelaskan," jawab pria itu cuek dan terkesan ketus, tiba-tiba segera beranjak dari sana dengan ekspresi muka dingin dan menahan marah. Nindi menatap kepergian pria itu dengan tampang muka heran bercampur sedih. Apakah dia melakukan kesalahan sehingga Zeeshan berdecak kesal? "Ah, sudahlah. Terserah dia saja. Aku capek," gumam Nindi dengan n
"Pantas saja Mommy perhatikan kamu makin cantik, ternyata-- kamu hamil yah?" Mata Nindi membulat saat mendengar ucapan mama mertuanya, wajahnya langsung menegang dan pucat. Ke-kenapa mertuanya tahu kalau dia sedang hamil? "Kenapa tidak memberitahu Daddy dan Mommy kalau kau sedang hamil? Papa dan Mamamu juga belum tahu bukan? Apa Zeeshan yang melarangmu merahasiakan kehamilanmu?" ucap ayah mertuanya, semakin membuat Nindi tegang dan panik, "tidak perlu panik, Daddy tak sedang marah," tambah sang ayah mertua. "Iya, Nindi. Mommy dan Daddy tidak marah. Kami sangat senang malah," ujar Kina, ibu mertuanya, sambil tersenyum manis padanya, "tapi kenapa kehamilannya dirahasiakan? Padahal ini kabar yang sangat baik. Mommy yakin, bukan kami saja yang senang, Mama dan Papa kamu juga pasti senang." "Aku …-" Nindi meremas dress, menahan gugup dan rasa panik yang menyelimuti dirinya. Apa yang harus Nindi katakan? Dia tidak mempersiapkan apapun untuk menghadapi situasi ini. "Sepertinya m
"Sorry …," ucap Nindi pelan, menutup wajah dengan tangan akan tetapi jemarinya ia renggangkan agar bisa melihat ABS alias perut suaminya yang dihias oleh roti sobek. Zeeshan menatap Nindi yang sedang menutup wajah dengan tangan. Alisnya terangkat sebelas. "Lihat saja, tidak apa-apa," ucap Zeeshan, memperhatikan Nindi yang masih menutup wajah dengan kedua tangan. Aneh! Sadar Zeeshan memergokinya, Nindi memilih membelakangi pria itu–reflek meletakkan tangan di atas dada, merasakan debaran jantungnya yang menggila. 'Padahal sudah pernah lihat lebih dari itu, tapi kenapa yah jantungku tetap berdebar-debar nggak karuan? Aaaa … pipiku panas banget,' batin Nindi, kini meletakkan tangan di pipi. "A-ada hadiah untuk Mas Ze di dalam koper. Aku datang ke sini ingin mengatakan itu," ucap Nindi cepat, setelah itu segera keluar dari dalam walk in closet. Namun, tiba-tiba saja Zeeshan mencekal pergelangan tangannya lalu menariknya dengan sekali sentakan, membuat Nindi berakhir menabrak dada