Selamat membaca, MyRe.
"Kita bikin sejenis klinik gitu dan kita menerima konsul dari mereka yang mau dicarikan jodoh.""Ih. Ada gila-gilanya." Aluna menatap horor ke arah Sza, berbicara dengan logat yang sering Sza kenakan saat kesal ataupun marah. Menurut Aluna logat yang sering Sza pakai itu sangat lucu. "Ck, duit ini!" Sza berhenti menggambar, bahkan menutup sketchbook, "kita sebagai pecinta jajan garis keras dan pecinta duit tapi malas kerja, ini adalah solusi, Aluna.""Bisnis kotor yang nggak meyakinkan." Aluna menatap berang ke arah Sza, "lagian siapa juga yang bakalan percaya sama kamu kalau kamu bisa cari jodoh untuk orang lain.""Weihh …." Sza langsung menegakkan punggung, seketika menunjukkan raut muka tengil pada Aluna, "remeh kau yah?! Dek … dek!"'Mulai nih si Tengil.' batin Aluna sambil memutar bola mata, menatap malas ke arah Sza. "Asal kamu tahu yah, Lun, tanpa ijazah Sarjana Perjodohan pun, tak akan ada yang bakalan meragukan kemampuanku dalam mencari jodoh." Sza berkata arogan. "Kok bis
"Sialan anak ingusan itu!" marah Carlos, paman Sza. Setelah diusir oleh Sza dan kuasa hukum dari mendiang kakaknya tersebut, dia dan keluarga kembali ke rumahnya. Bagi kalangan menengah, rumahnya termasuk besar. Namun, tak sebanding dengan rumah peninggalan orang tua Sza. "Bisa-bisanya dia menyerahkan rumah itu pada Victor. Dia sama sekali tidak menghormatiku sebagai pamannya!" Carlos memukul meja di sebelahnya sehingga menimbulkan suara dentuman yang keras. Brak'"Anak itu memang kurang ajar." Rina ikut memgomentari, "susah payah aku bersikap baik padanya, rela jadi penjilatnya, akan tetapi … ck, dia berani menentang kita semua. Kenapa kita tidak bunuh saja dia, Pah?" kesal Rina pada suaminya, mendapat anggukan dari Cyntia. "Jika dia mati seluruh kekayaan Kakakku akan dijadikan amal. Victor kuasa hukum yang kuat, dan kita tidak bisa melawannya." Carlos berkata malas, berjalan ke sofa lalu duduk di sana. Rina dan Cyntia mengikuti, duduk di sofa bersama di ruang keluarga yang tak s
"Jangan salah paham!" pekik Sza cepat ketika Xenon sudah berdiri tepat di depannya. "Maksudku aku membawa makan malam untuk Mas X," lanjut Sza cepat, terus mundur hingga pada akhirnya terjatuh–berakhir terduduk di atas kasur karena tersandung body ranjang. Xenon menyunggingkan smirk tipis, mengusap pipi Sza lalu menghapit dagu istrinya, memaksa perempuan itu agar mendongak padanya. "Aku lebih tertarik pada penawaran pertamamu, Kitten," ucap Xenon, mendorong pundak Sza sehingga berakhir berbaring di atas ranjang. Xenon mengambil tempat di atas tubuh Sza kemudian mulia melancarkan aksinya. Karena dia sangat suka kulit mulus Sza, dia mengawali pertemanan-- ah, makan malamnya dengan cara melepas pakaian sang istri. Melihat makan lezat yahh siap santap, tentu Xenon langsung menikmatinya. Malam ini, Sza kembali melakukan penyatuan dengan suaminya. Dia sebenarnya takut karena masih mengingat rasa sakit dari yang pertama. Namun, meskipun yang kedua kalinya juga masih ada rasa sakit, a
Masalahnya anak imut tetapi kelakuan dakjal ini, tergolong mahasiswi yang cerdas dan kritis sehingga dosen sangat sulit menbantainya. Kedua dosen pembimbing anak ini juga terkena masalah, kena peringatan dekan sebab dianggap bersikap buruk. Anak ini tukang kritik kampus dan fakultas mereka, dan siapapun dosen yang berurusan dengannya akan berakhir kena na'as. "Ouh, jadi kamu yang namanya Sza?" ucap dosen tersebut dengan santai tetapi jantung berdebar kencang. Secepatnya dia harus mengusir anak siluman ini dari rumahnya. "Jadi Aluna ini temanmu?" "Iya, Pak," jawab Sza tegas. "Jadi … Bapak mau gimana nih? Kita bicara baik-baik apa langsung by one saja?" ucap Sza menantang, sejak tadi menahan kesal karena melihat sikap sang dosen yang terkesan menganggap mahasiswa rendah dan memposisikan dirinya sebagai raja yang harus dipatuhi, dihormati dan tak ingin ada yang membantahnya. Sza paling benci dosen yang bersikap seperti ini. Benar! Dosen memang harus dihormati oleh mahasiswanya. Na
"Apa masih sakit, Kitten?" tanya Xenon pada Sza, di mana perempuan itu sedang mengeringkan rambut. Mereka sudah mandi, tentunya mandi bersama. Tenang! Xenon tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan, tak ada yang terjadi di kamar mandi kecuali rutinitas membersihkan diri. Dia sudah sangat puas tadi malam, dan dia juga tak ingin membuat istrinya kelelahan. Sza mendongak ke arah Xenon kemudian menganggukkan kepala. "Aku tidak mau lagi begituan," ucap Sza cepat, "kalau bisa kita pisah kamar saja mulai nanti malam, Mas," tambahnya. "Cih." Xenon berdecih geli, dia mendekati Sza lalu mencondongkan tubuh. Sza yang panik saat Xenon mendengar, refleks mengarahkan pengering rambut ke arah suaminya. Xenon yang terbiasa waspada dan mudah memahami situasi, dengan cepat menghindari dari angin panas pengering rambut. Dia juga dengan cepat merebut pengering rambut dari tangan istrinya, bak merebut pistol dari tangan musuh. "Tadi malam, itu pertama kali bagi kita. Wajar jika sakit, Kitten,
'Dia diam saja lagi.' batin Sza, lagi-lagi senyum kaku pada Xenon, 'bahas apa lagi yah enaknya. Mati kamus aku ngehadapin makhluk tampan ini.' batin Sza, kembali menoleh ke sana kemari karena canggung dan tak tahu harus mengatakan apa. Tadi, dia sudah mencoba mengajak pria ini berbicara. Akan tetapi Xenon tak menyahut sama sekali. Itu membuat Sza semakin gugup. Saat Sza menoleh ke arah tembok depan ranjang, mata Sza langsung membulat. Mulutnya menganga lebar dan jantungnya berasa turun ke lambung. Gila! Lukisannya a-ada di sana, dipajang di tembok dengan dipasangkan bingkai berwarna hitam campur emas; figura dengan ukiran bunga mawar merah di setiap sudut bingkai. 'Lu-lukisanku kok bisa di sini?' batin Sza, reflek berdiri sambil menatap terkejut pada lukisan tersebut. "Kau ingin kemana? Kemarilah," ucap Xenon tiba-tiba, menarik pergelangan tangan istrinya sehingga Sza kembali duduk di sebelahnya. Sza menoleh ke arah Xenon lalu menatap sekilas pada lukisannya. "Itu … dapat