Selamat membaca dan semoga suka, MyRe. Dukung terus novel kita dengan cara vote gems, hadiah, dan ulasan manis di kolom review. IG:@deasta18
"Bohong." Nindi dengan cepat menyangkal. Dia berpura-pura tetap tegar akan tetapi hatinya sangat hancur mendengar ucapan Alice. Jika Zeeshan masih belum lepas dari cinta pertamanya, kenapa Zeeshan mengaku suka padanya? Apa benar Zeeshan ingin memanfaatkan rasa suka yang pernah Nindi miliki pada pria itu, agar Zeeshan bisa mengatur Nindi semaunya?! "Bohong?" Alice membeo, lagi-lagi dia menyunggingkan senyuman culas di bibirnya, "kau tahu siapa Nimora?" Nindi diam karena dia sama sekali tak tahu siapa Nimora. "Kau tahu kenapa Tuan suka edelweis?" Nindi lagi-lagi tak bisa menjawab. Akan tetapi, entah kenapa dia sangat ingin tahu. Yah, sepertinya suaminya memang sangat suka pada bunga edelweis. Figura yang pernah Nindi rusak, memiliki ukiran bunga edelweis. Beberapa aksesoris yang suaminya belikan, memiliki bandul bunga edelweis. Piyamanya-- memiliki kancing berbentuk bunga edelweis. Hati dan dada Nindi semakin panas. Dia mulai cemas dan sedih. Dia yakin alasan dibalik s
'Kau tidak bisa membawa Nindi ke negara itu. Musuh klan sedang beroperasi di negara itu. Jangan pernah berpikir mengambil resiko untuk kesenangan sesaat. Sebaiknya tunda rencanamu dan Nindi untuk berbulan madu ke sana.' "Baik, Daddy," jawab Zeeshan datar. Meski dia tidak senang akan tetapi dia tidak bisa membantah. Ini demi keselamatan istrinya. Setelah berbicara dengan daddynya, Zeeshan menoleh ke arah Nindi yang masih tidur. Dia mengulurkan tangan untuk menyentuh pelipis istrinya. Dengan lembut, dia membelai alis perempuan itu. Mungkin Nindi akan kecewa untuk yang ke sekian kalinya. Ini kali kedua Zeeshan menunda bulan madu mereka. Nindi menggeliat, mengerutkan kening lalu tak lama matanya terbuka. Dia terganggu oleh sebuah gerakan ringan yang menyentuh alisnya. Nindi membuka mata lalu menoleh pada pemilik tangan yang kini sedang membelai pipinya. Zeeshan terus menatapnya, sorot mata pria itu terlihat sayu. Ekspresinya seakan ingin mengatakan sesuatu. "Aku ingin men
"Ini sudah tengah malam, kenapa kau belum pulang?" "Ini-- saya ingin pamit, Tuan," jawab Alice. "Biar saya saja yang mengantarkan Alice, Tuan," ucap Oliver cepat. Dia tahu Alice sedang mengkode agar diantar pulang oleh tuannya, oleh sebab itu dia dengan cepat menawarkan diri. Dia hanya takut nyonyanya tahu tuannya mengantar Alice, lalu akhirnya nyonya dan tuannya bertengkar karena masalah tersebut. "Tidak perlu," jawab Zeeshan tegas, "seharian ini kau belum beristirahat. Biarkan bodyguard yang mengantar Alice." "O-oh, baik, Tuan," jawab Oliver dengan cepat. Zeeshan segera beranjak dari sana, berjalan dengan langkah tenang. Alice memandang punggung Zeeshan yang kian menjauh dari pelupuk mata. Tatapannya sayu dan ekspresinya terlihat kecewa. 'Semakin hari, perhatian Tuan semakin menghilang. Aku dan Pak Oliver sama-sama bekerja keras, tetapi hanya Oliver yang diperhatikan.' batin Alice, setelahnya menunduk sedih. Sekarang Zeeshan begitu dingin dan cuek padanya. "A
"Bagaimana kalau aku mengatakan bahwa aku menyukaimu sejak lama?" Deg deg deg' Mendengar itu, seketika mata Nindi membulat dan mulutnya terbuka, menganga karena terkejut pada perkataan Zeeshan. Nindi reflek berdiri, masih menatap Zeeshan dengan ekspresi kaget bercampur gugup. Jangan tanya bagaimana keadaan jantung Nindi? Bagai petasan tahun baru, meledak ke langit lalu berbunga-bunga. Zeeshan meraih tangan Nindi, menggenggamnya dengan lembut. "Aku men--" Namun, tiba-tiba saja Nindi melepas genggaman tangan pria itu secara cepat. Hal tersebut membuat Zeeshan menghentikan ucapannya. Nindi menjauh dari Zeeshan lalu buru-buru berjalan ke arah balkon. Perempuan itu menyibak sedikit gorden dan tirai, mengintip ke luar dan melihat apa yang terjadi di luar sana. 'Nggak ada hujan badai ataupun hujan meteor. Nggak ada angin beliung, pesawat piring UFO pun nggak ada.' batin Nindi, masih mengintip ke luar. Satu tangan Nindi memegang tirai dengan kuat dan satu lagi ia letakkan di atas dada
Clara menggaruk kepala, dia mulai bingung. "Iya juga sih. Bahaya juga kalau dia sedang berpura-pura sayang ke kamu lalu kamu terjerat oleh cinta palsu itu. Tapi-- caranya memandangmu, itu indah banget loh, Nin. Dalam dan … seolah kamu saja yang bisa ditangkap oleh indra penglihatannya. Kurasa itu bukan sekadar suka sih, tapi sudah cinta …-" "Eish, jangan bikin aku berharap dong, Nyet." Nindi dengan cepat memotong ucapan Clara. "Ouh, jadi kamu nggak benci lagi sama Tuan Zeeshan? Udah cinta nih ceritanya?" Clara senyum jahil, menggoda Nindi yang terlihat kalang kabut dan salah tingkah. "A-apaan sih?! Siapa yang suka? Aku masih benci," jawab Nindi kesal dan ketus, padahal aslinya sedang deg degkan. "Daniel kamu!" Clara mendengus, menatap malas ke arah Nindi. "Yaudah, berarti kamu cuma punya pilihan ganti wallpaper." "Tapi kan--" "Tepe ken!" ledek Clara, "ganti, Nyet. Ngaku-ngaku benci tapi fotonya kamu jadiin wallpaper." "Kan aku sudah jelasin. Ini itu penolak malapetaka
"Lalu siapa pria di walpaper handphonemu?" Wajah Nindi seketika tegang dan jantungnya langsung berdebar kencang. "O-oh, wallpaperku yah?" ulang Nindi, mencoba tetap tenang walau dia sudah berkeringat dingin karena gugup dan panik, "itu … aku juga tidak tahu. Fotonya asal aku comot di pintere-t. Fotonya bagus jadi kusimpan dan kujadikan sebagai wallpaperku," jawab Nindi dengan penuh keyakinan, senyum manis di akhir kalimat sambil menoleh ke arah suaminya–berharap pria ini percaya pada kebohongannya. Nindi terpaksa berbohong karena sangat memalukan jika dia mengatakan yang sebenarnya. Foto wallpaper-nya adalah foto Zeeshan sendiri. Foto tersebut Nindi ambil secara diam-diam saat mereka high school dulu, saat Zeeshan berada di lapangan basket–sedang bermain basket bersama dua temannya. Namun, dalam foto tersebut hanya ada Zeeshan karena Nindi hanya mengincar Zeeshan. Ada banyak gambar yang ia dapat, tetapi gambar saat Zeeshan membelakangi kamera lah yang ia jadikan sebagai wallpaper