Share

Bab 3 : Tunangan?

Setelah dibuat bingung oleh kehadiran Hansa, Vindreya keluar dari kamar mandi lalu berjalan menuju dapur. Di sana, dia melihat Kenzo tampak sedang terburu-buru menyajikan makanan di atas meja. 

Merasa ada seseorang di dekatnya, Kenzo mendongakkan kepalanya dan mendapati Vindreya sedang berjalan ke arahnya. 

“Hai, Sayang,” sapa Kenzo ramah. 

Kenzo berjalan cepat menghampiri Vindreya yang masih sekitar 1 meter lagi untuk tiba di meja makan. Laki-laki itu berdiri di belakang Vindreya lalu memegang lembut pundaknya dan mendorongnya hingga akhirnya duduk di depan makanan yang masih sedikit berasap itu. 

“Ayo, dimakan,” suruh Kenzo, masih dengan senyum ramahnya. 

Vindreya mengangguk pelan. Dia melihat ada yang aneh dengan suaminya itu yang tampak terburu-buru seperti ada sesuatu yang sedang dikejar. 

Vindreya mulai memasukkan suapan pertama ke mulutnya. Dia mengunyahnya dengan pelan sambil beberapa kali melihat Kenzo yang terus saja memandangnya. 

“Kamu nggak makan?” tanya Vindreya. 

Kenzo tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. 

Vindreya masih belum berani berbicara banyak pada Kenzo. Gadis itu kemudian kembali memasukkan suapan kedua ke dalam mulutnya. Di sisi lain, Kenzo melihat jam tangannya lalu melihat dengan khawatir ke luar jendela. 

“Ada apa, Kenzo?” tanya Vindreya. 

Kenzo kembali melihat Vindreya lalu tertawa kecil. “Liat ini jam berapa. Jam setengah 9 pagi.”

“Hm? Jadi?” 

Kenzo tertawa kecil lagi. “Aku kerja, Sayang.” 

“Oh, ya udah. Kalo gitu kamu berangkat aja sekarang.” 

“Setelah kamu makan baru aku berangkat.” 

“Eh, nggak apa-apa. Kamu berangkat aja sekarang. Aku ngerasa nggak enak kalo kamu telat.” 

Kenzo tersenyum hangat. “Ya, udah kalo kamu udah nyuruh gitu.” 

Kenzo beranjak dari kursinya lalu berjalan ke sebelah Vindreya kemudian mengecup kening istrinya itu. “Aku berangkat, ya.” 

Vindreya agak terkejut lalu mengangguk pelan dengan perasaan kikuk. 

Sudah sekitar 4 jam yang lalu Kenzo pergi dan masih belum pulang hingga sekarang. Vindreya duduk di sofa sendirian sambil menonton TV, tentunya masih dengan perasaan asing pada sekitarnya. 

Bugh!

Vindreya terperanjat kaget dengan kepalanya yang spontan menoleh ke sisi kanannya, asal suara itu. Sepertinya ada sesuatu di halaman rumahnya. 

“Apa itu Kenzo?” tanya Vindreya pelan. 

Vindreya beranjak dari sofa lalu berjalan pelan keluar dari rumah. Di luar, alisnya tiba-tiba merapat mendapati seorang lelaki asing yang tampaknya baru saja melompat dari atas pagarnya dan kini sedang membersihkan telapak tangannya yang tadi menyentuh tanah untuk menahan tubuhnya. 

Vindreya lagi-lagi ketakutan. Dia berjalan mundur dengan pelan, mencoba tidak menciptakan sedikit pun suara. 

“Hai, Vindreya,” sapa laki-laki asing yang rupanya sudah lebih dulu melihat Vindreya itu. 

Vindreya refleks menghentikan langkah kakinya lalu melihat dengan kaku pada laki-laki asing itu. 

Laki-laki itu berjalan sampai akhirnya dia tiba tepat di depan Vindreya. “Kenzo nggak ada di rumah, ‘kan?” tanyanya sambil mendongakkan kepalanya ke dalam rumah Vindreya. 

Vindreya hanya mengangguk kaku. 

“Huh. Bagus, deh. Jadinya, kita bisa berduaan tanpa perlu ada yang ganggu.” 

“Ka--kamu siapa?” 

Laki-laki itu tersenyum getir. “Kamu jadi nggak ingat sama aku kayak gini gara-gara dia, Vin. Apa aja yang tersisa di ingatan kamu?” 

Vindreya menatap bingung sampai akhirnya dia menggeleng. 

“Nggak ada apapun yang bisa kamu ingat, ya? Kenzo itu bener-bener kejam.” 

Alis Vindreya merapat. Bagaimana bisa Kenzo yang selalu bersikap ramah dan hangat itu disebut kejam oleh laki-laki asing ini? 

Laki-laki itu meraih kedua tangan Vindreya dan menggenggamnya erat. “Vindreya, aku adalah Elvano, tunangan kamu.” 

Deg! 

Vindreya spontan menarik tangannya. Keanehan apa lagi ini? Setelah suami, sekarang tunangan? 

“Ta--tapi aku udah bersuami. Nggak mungkin aku punya tunangan lagi,” elak Vindreya yang memang saat ini sedang mencoba untuk percaya bahwa Kenzo adalah suaminya. 

“Bersuami? Oh, aku tau. Pasti Kenzo bilang ke kamu kalo dia adalah suami kamu, ya?” 

Vindreya mengangguk. 

“Vin, cowok itu bohong. Dia bukan suami kamu. Satu-satunya kekasih kamu adalah aku. Kenzo bukan siapa-siapa kamu.” 

“Kenzo bilang aku kecelakaan dan hilang ingatan.”

“Dia bohong, Vin. Nggak ada satu pun tentang Kenzo yang bener. Kamu tau? Dia adalah orang jahat yang sengaja nyulik kamu dari aku, cuci otak kamu sampai kamu lupa semuanya, dan mengaku bahwa kalian adalah sepasang suami istri. Tapi, kayak yang aku bilang tadi bahwa dia bohong.” 

“Gimana caranya aku percaya sama kamu? Apa buktinya kalo semua yang kamu bilang itu adalah kebenarannya?” 

“Nggak ada satu pun bukti yang bisa ngasih tau kamu kebenarannya kecuali perasaan kamu sendiri.” 

“Berarti yang bener adalah Kenzo.” 

“Hah? Kok bisa dia yang bener? Udah aku bilang dia itu pembohong, Vin.” 

“Tadi kamu bilang aku harus percaya sama perasaan aku karena itu adalah satu-satunya bukti kebenarannya, ‘kan? Meskipun masih ngerasa asing, tapi ada perasaan nyaman yang aku rasain saat ada di deket Kenzo.” 

“Kalo hanya tentang perasaan nyaman, aku juga bisa kasih itu untuk kamu, Vin. Ayo, ikut aku. Kita buktiin bahwa kamu juga akan ngerasa nyaman sama aku.” 

Elvano tiba-tiba menarik tangan Vindreya lalu membawanya masuk ke dalam rumah kemudian mengunci pintunya. 

“Lho. Kamu mau ngapain?” tanya Vindreya kaget. 

~bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status