Share

Sembilan

Gala terlihat tidak bersemangat. Persyaratan untuk terjun menjadi aktivis tidak semudah yang dibayangkannya. Belum lagi hari ini dirinya tidak bisa bercengkerama dengan Tita.

“Muka ditekuk melulu dari tadi. Kenapa Bu Dosen?” tanya Dodi heran.

Gala menggelengkan kepalanya. Ia lalu meraih ponselnya. Jemarinya mulai membuka I*******m. Matanya berbinar mendapati story Tita berada di pojok paling kiri. Ia segera menyentuh layar. Tampak gambar Kopipiko dengan tulisan di sampingnya.

[Baru sampai kos lupa mau beli ini. Butuh penyegaran]

Gala segera membuka W******p, kemudian mulai mengirim pesan pada nomor Tita.

[Habis maghrib aku jemput, ya]

[Gak mau]

[Jangan curang atau aku yang menang]

[Gak bisa gitu]

[Bisa, itu kesepakatan kita]

[Ya sudah]

Gala tertawa senang. Ia akhirnya bisa mengalihkan rasa suntuknya menghadapi diklat minggu depan. Berkumpul dengan mahasiswa yang baru melewati masa remaja akhir. Itu sungguh tidak pernah terlintas dalam benaknya.

Selepas salat Maghrib di samping musala dekat coffee shop miliknya, ia segera berbenah diri. Laki-laki dengan kaos putih itu mulai merapikan rambutnya. Parfum kesayangan tidak lupa ia semprotkan ke seluruh badan.

“Wangi banget. Mau ke mana?” tanya Dodi.

“Jemput Bu Dosen.”

“Kencan terus!” ledek Dodi sambil menggelengkan kepalanya.

“Kencan di sini aja. Awas jomlo dilarang iri.”

“Emang kamu udah diterima?”

“Belum juga.”

Gala dan Dodi pun terbahak.

“Ya sudah, aku berangkat dulu.”

Gala melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang. Malam minggu jalanan di kota Malang lumayan padat. Tidak lama kemudian ia sudah tiba di depan indekos Tita.

[Aku sudah sampai]

[Oke, tunggu]

Gala keluar dari mobil. Ia lalu berdiri dekat pintu mobil sebelah kiri. Laki-laki itu menyandarkan punggungnya pada kendaraan berwarna putih kesayangannya. Ia kembali bermain ponsel seraya menunggu kedatangan Tita.

“Hai”

Gala mendongakkan kepala saat mendengar sapaan dari suara yang sangat dikenalnya. Ia sontak terpukau melihat penampilan Tita.

“Kok, bengong.”

“Eh, enggak. Biasa, ada bidadari lagi berdiri di depanku. Jadi gak konsen.”

‘Gombal,” ujar Tita sambil memukul lengan Gala dengan tasnya. Laki-laki itu tertawa sambil pura-pura mengaduh.

Gala pun membukakan pintu mobil untuk Tita. Ia benar-benar memperlakukan wanita itu dengan sangat manis. Mobil putih itu lalu melaju dengan pelan.

“Kita mau ke mana, Ga?”

“Ke suatu tempat yang ingin didatangi seorang Tita saat ini.”

Tita mengernyitkan kening. Ia sendiri tidak paham dirinya ingin pergi ke mana saat ini. Hanya kasur yang ingin ditujunya. Namun, ancaman Gala tadi di chat membuatnya mengurungkan diri untuk istirahat lebih awal.

“Kayanya aku lagi gak pengen ke mana-mana. Kamu sok tau banget, ya.”

“Masa?”

Tita manggut-manggut.

“Ada. Kamu pingin ke suatu tempat.”

“Kaya ngerti saja isi pikiranku.”

“Emang tahu,” ucap Gala yakin.

Tita menoleh ke arah laki-laki yang berada di balik kemudi tersebut. Ia jadi penasaran dengan tempat yang akan dituju.

“Tempatnya sederhana, sih. Tapi di sana, kamu akan mulai mengenal sedikit demi sedikit tentang Galaksi Mahendra.”

“Pede, aku gak mau mengenal seorang Galaksi.”

Gala mencebik.

“Karena takut jatuh cinta, kan?” goda Gala sambil tergelak.

Tita menoleh sekilas ke arah Gala. Ia hanya bisa menggelengkan kepala mendapati rasa percaya diri pemuda itu yang berlebihan.

“Sok tahu banget, sumpah. Lama kelamaan kamu itu menjengkelkan.”

“Nah, jangan jengkel nanti jadi cinta,” ucap Gala seraya terkekeh.

“Udah, deh. Hentikan mobilnya, aku turun sini saja.”

Gala terperanjat mendapati ancaman dari Tita.

“Bercanda, bercanda. Maaf, ya. Pokoknya kamu bakal senang kalau sampai sana.”

Tita tersenyum puas. Satu kali gertakan saja bisa membuat Gala menghentikan gombalannya. Namun, dalam hati, ia penasaran juga dengan perkataan penuh teka-teki yang keluar dari bibir mahasiswanya tersebut. Wanita dengan lipstik berwarna blushing nude itu kembali menatap Gala penuh tanya.

***

Gala mengarahkan kemudi ke kanan, berbelok menuju parkiran Kopipiko. Ia menoleh sekilas ke arah Tita. Wanita itu terlihat berseri-seri sambil manggut-manggut.

“Selamat datang di Kopipiko.”

Tita tertawa sambil melirik ke arah Gala.

“Aku paham sekarang. Kamu lihat story-ku, ya?”

Gala terkekeh sambil membuka seat belt. Ia lalu berjalan ke arah pintu sebelah kiri. Seperti biasanya, dirinya selalu siap menyambut Tita keluar dari mobil. Gala pun mengajak wanita dengan kerudung berwarna hitam tersebut untuk masuk ke Kopipiko.

“Silakan duduk. Mau pesan apa, Ibu?”

Tita tergelak mendapat perlakuan selayaknya pelayan restoran dari Gala.

“Hazelnut Latte ada, Mas?”

“Oke siap. Tunggu sebentar, ya.”

Gala berlalu menuju meja pembuatan kopi. Tita yang berada di kursi pojok mengernyitkan keningnya melihat laki-laki yang malam ini mengenakan kaca mata itu sibuk mempersiapkan pesanannya. Ia tampak cekatan meracik minuman yang sedang populer di kota dingin ini. Tidak lama kemudian, Gala kembali dengan satu gelas Hazelnut Latte di tangannya.

“Hazelnut Latte istimewa,” ucap Gala sambil menyerahkan pesanan Tita.

“Ini serius yang buat kamu, Ga?” tanya Tita tidak percaya. Gala mengangguk sambil memimcingkan mata sebelah kanan.

“Cobain, deh.”

“Gak bikin sakit perut, kan?”

Gala terbahak mendengar pertanyaan Tita. Wanita itu lalu menancapkan sedotan berwarna hitam ke bagian atas gelas. Namun, benda panjang itu tidak juga sukses menembus plastik penutup walaupun Tita sudah berulang kali menusukkannya.

“Kok, susah, sih?”

Gala menatap Tita seraya tersenyum. Ia kemudian mengambil gelas di tangan wanita berhidung mancung tersebut.

“Gini caranya aku kasih tahu. Baca doa dulu. Bismillah.”

Gala lalu menancapkan sedotan ke gelas plastik tersebut. Anehnya, hanya satu kali tusukan  dan berhasil. Wanita di depannya membeliak sambil menutup mulut karena tersipu. Tanpa Tita duga, Gala tiba-tiba mendekatkan tabung plastik tipis berwarna hitam itu ke bibirnya.

“Eits, apa-an ini?”

“Udah, tinggal disedot aja.”

“Gak, gak. Malu diliatin orang.”

Tita meraih gelas yang ada di tangan Gala. Ia mulai menyeruput minuman manis tersebut. Tegukan pertama, ia tersentak. Rasa minuman ini lebih enak dari yang biasanya ia beli di kedai yang sama.

“Eumh, enak banget. Hazelnutnya kerasa,” puji Tita yang langsung mendapat reaksi dari Gala yang langsung berpose dengan jari telunjuk dan jempol memegang dagu. “Kok, kamu yang bikin?”

Gala tersenyum sambil memperlihatkan deretan gigi putihnya. Ia membiarkan Tita menebak makna dari ekspresinya tersebut.

“Kamu bajak Kopipiko?”

“Enak aja.”

“Terus? Oh, jangan-jangan kedai ini milik temanmu atau saudaramu?”

Gala kembali tersenyum. Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya.

“Ish, apa sih, Ga? Aku gak mau minum lagi kalau gak jelas gini.”

“Bentar, jangan sewot gitu, dong,” kata Gala sambil melambaikan tangangan ke meja bar. “Do!”

Dodi yang sedang bersantai segera melangkah menuju meja Gala dan Tita.

“Kenalkan, ini dia Dodi owner Kopipiko,” ucap Gala menyambut kedatangan rekan kerjanya tersebut. Dodi yang baru datang sontak kebingungan.

“Eh, iya, iya. Salam kenal,” ujar Dodi setelah mendapat kedipan dari Gala. Ia pun berkenalan dengan Tita.

“Kok, gak ikut ngobrol di sini, Mas?” tanya Tita saat Dodi berpamitan untuk kembali ke meja bar.

“Waduh, saya gak enak sama Gala, Mbak. Ini aja udah dikedipin buat balik. Ganggu orang kencan katanya.”

Dodi tertawa jahil sedangkan Gala hanya tertunduk malu-malu.

“Siapa yang kencan?” tanya Tita.

Sambil terkekeh, Dodi menunjuk Gala dan Tita. Ia segera berlalu sebelum mendapat lemparan sandal dari sahabatnya itu.

Gala terdiam dalam duduknya. Ia menikmati wajah yang tengah sibuk dengan minumannya tersebut.

Kenapa akau bisa cinta banget sama kamu, Tita?

“Gala!”

Pekikan Tita membuat Gala tersadar dari lamunannya.

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status