Home / Romansa / Memories / Chapter 8

Share

Chapter 8

Author: Sherra Misaki
last update Last Updated: 2021-09-07 14:24:25

Aku selalu merasa takut untuk merasa bahagia, apalagi untuk cerita roman remaja. Bukan hanya karena orangtuaku yang sangat kaku. Entahlah, setiapkali aku merasa bahagia, disaat yang bersamaan aku merasa akan ada suatu bahaya atau kecelakaan besar. Dengan ‘fobia’ anehku itu aku jadi orang yang sangat waspada. Posisi, keadaan, ataupun orang lain, aku seakan tidak bisa mempercayai mereka jauh dari lubuk instingku yang paling dalam. Tapi aku harus tetap memakai topeng ini untuk bisa menjalani kehidupan normal. Dan parahnya terkadang hormone hormone remaja ini terlalu sulit untuk dikendalikan. Aku bahkan sering merasa tidak mengerti diriku sendiri. Mungkin itulah artinya menjadi remaja?

               Dan seperti biasa di jam pulang sekolah, tim kami selalu belajar bersama di bawah pohon itu, markas kami. Bahkan seingatku kami tidak pernah pulang tepat waktu sejak saat itu. Sampai penjaga sekolah berteriak untuk mengakhiri seluruh kegiatan ekskul, kami tidak berhenti belajar. Terkadang kami membuat kuis dadakan untuk satu sama lain, dan mentraktir minuman bersoda atau teh lemon dingin bagi yang kalah. Aku juga menghabiskan waktu istirahat dan sela sela pergantian jam pelajaran untuk mempelajari materi lomba. Hingga akhirnya perlahan aku merasa jarak kemampuan kami semakin kecil. Aku cukup percaya diri dengan kemampuanku sekarang, dan itu juga berkat dukungan Derald.

               “Aku ingin pergi.” Kata Derald tiba-tiba ketika aku baru saja mengeluarkan catatan berisi materi latihan kami dari dalam tas. Hari itu seperti biasa, aku dan Derald berkumpul di bawah pohon.

               “Hah? Apa yang kau bicarakan tiba-tiba? ahaha.. Kau aneh.” aku melihatnya sedang menopang dagunya bosan. Seperti berpura pura sebagai anak kecil.

               “Aku bilang aku ingin pergi” 

               “Kemana?”

               Dia kemudian melirikku yang menatapnya kebingungan.

               “Hei, setelah ini semua selesai, ayo kita jalan!”

               Tiba tiba aku bisa merasakan jantungku sempat berhenti berdetak sepersekian detik tadi. Atau mungkin ia sedang melompat. Apapun itu aku dapat merasakannya dengan jelas. Apa dia bermaksud mengajakku kencan? Heyy tidak tidak, terlalu cepat untuk berkesimpulan seperti itu tanpa bukti Sofia. Tetaplah tenang!.

               “Setelah ini semua selesai, aku sudah ada jadwal berduaan dengan uang hasil lomba ini.”

               AAAHHH! Sofiaaaa, bicara apa kau ini??? Apa apaan dengan nada bicara yang datar itu? Mengapa tiba tiba ada kata berduaan? Membicarakan uang disaat seperti ini benar-benar nampak seperti orang yang membosankan! Meskipun itu memang niatku yang sebenarnya, tidak bisakah aku mengatakan hal lain? Dasar bodoh.

               “Berduaan dengan uang ya..” jawab Derald dengan nada bosan yang sama.

               Kau lihat? Derald bahkn sudah merasa jijik dengan diriku setelah aku mengatakannya dengan begitu datar. Habislah sudah… Siapapun tolong kubur aku sekarang. Aku tidak mampu bicara apapun lagi setelahnya dan hanya menunduk. Derald kemudian melanjutkan kata-katanya.

               “Apa kau tidak ingin berduaan …” dia menyingkap rambut yang menutupi wajahku. Mata kami kemudian bertemu.  “….  denganku?”

               Selama beberapa detik angin lembut sore hari bertiup, sembari diriku yang masih menatap matanya. Tatapan dari mata hitamnya yang begitu dalam dan jujur, seperti menyimpan sesuatu yang ingin disampaikan. Kali ini dia tidak tersenyum, dan aku masih membisu.

               Dia melanjutkan kata katanya.

               “Ahahaha, ada apa? Kau tiba-tiba jadi sekaku patung selamat datang. Kau pasti tidak berpengalaman menghadapi laki-laki.” Seketika aku merasa jiwaku baru saja kembali masuk dalam tubuhku. “A,Aku tidak begitu!” bentakku untuk menghindari agar wajahku tidak menampakkan sesuatu yang aneh. Dia kemudian meresponku. “Kau pasti ...”

                “Hai, Hai, waktu bermesraan sudah berakhir, kalian berdua.” Seru Jimmy diikuti Bobyang berjalan bersama menuju kesini. Dibelakangnya tampak Ellen dan Stacy yang sibuk mengobrol dalam topik mereka sendiri. Aku mencoba menengahi kesalah pahaman yang terjadi.

               “Kami tidak..”

               “Tenanglah, kami tidak akan mengatakan apapun pada mereka berdua, benar kan Bob?” Jimmy mengisyaratkan “mereka berdua” yang dimaksud adalah Ellen dan Stacy. Bob kemudian merespon dengan menutup mulutnya dengan tangan seperti menutup sebuah zipper dan membuang kuncinya. Tetap saja ini suatu kesalahpahaman besar, meski aku akui, aku memiliki sedikit harapan bahwa itu benar.

               “Tapi tetap saja bukan seperti itu teman teman. Derald, bantu aku jelaskan pada mereka.” Derald melihat kearah lain dengan tetap menopang dagunya.

               “Derald!” teriakku kesal, tapi aku tetap berupaya agar suaraku tidak terdengar terlalu jauh. Sisi menyebalkannya itu muncul diwaktu yang tidak tepat. Sangat tidak tepat. Sedangkan dua cowok itu terkekeh panjang menertawakan kejadian ini. Apa Derald sengaja melakukannya? Apa intensi sebenarnya? Aku tidak bisa memahami cowok ini. Atau bahkan cowok manapun.

               “Hai semua, apa kami terlewat sesuatu?” Ellen dan Stacy baru sampai dan menyapa kami berempat. “Tidak, hanya ada  pemandangan 2 rakun yang sibuk mendekatkan diri satu sama lain tadi.” Kata Jimmy santai. Aku langsung memukul lengannya. “Jim!” bisikku. Jimmy hanya tertawa bersama Bob. “Wah ada apa ini? Kalian mencurigakan. Hmmm” sekarang giliran Stacy ikut menimpali.

               “Oke, semua sudah berkumpul. Ayo segera kita mulai berlatih. Waktu kita tidak banyak kawan-kawan.” Oh, Derald tiba-tiba bicara memfokuskan tujuan pertemuan kami yang sempat tak jelas arahnya. Warna tiba tiba berbeda, kembali menjadi sosok pemimpin tim. Benar benar secara tiba-tiba. Aku tak paham lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Memories   Chapter 62 part 2

    “Ooi! Katakan sesuatu!” Suara pukulan yang keras tepat di perutnya bersamaan dengan suaranya yang mencoba untuk menahan muntahan darah untuk keluar dari mulutnya. Wajahnya yang berlumuran darah tiba tiba menyebut namaku. “Lari, S-Sofia…” “Derald!” Aku segera menggerakkan tubuhku dan berlari menuju Derald. Tapi ketiga orang yang berada dibelakangku segera menangkapku. “Sofia— Ugh…!“ Derald mencoba berteriak ketika melihat mereka menangkapku. Meski dia akhirnya dipukuli lagi dan lagi. Aku mencoba untuk memberontak tetapi mereka langsung menahan perger

  • Memories   Chapter 62

    “Bagaimana dengan perjanjiannya?” “Aah. Hanya beberapa jam lagi, ya…” Aku tiba-tiba menghentikan langkahku. “… setelah itu kita bisa membakar tempat ini.” Wah, wah… Sepertinya meninggalkan tempat ini bukan tindakan yang benar untuk sekarang. Apa jangan jangan ini yang aku dan Derald dengar sore tadi sebelum babak kedua dimulai. Aku segera kembali ketempat sebelumnya, merapat ke dinding. “Selain itu, memanfaatkan acara ini sungguh ide yang luar biasa, ketua. Anda memang hebat.&

  • Memories   Chapter 61

    “Kau… sungguh tidak menggunakan parfum?” Aku membalas wajah terkejutnya dengan tatapan bingung. Apa itu sesuatu yang aneh? Aku hanya mengangguk. “Sungguh, kau tidak pernah memakai parfum?” “Uhm.” Aku lagi lagi mengangguk. “Sungguh tidak pernah?” Dia mendekatkan wajahnya.

  • Memories   Chapter 60

    Aku segera beranjak menuju tenda kami yang berada di bawah pohon, tidak sulit untuk menemukannya. Segera aku masuk ke dalam tendaku yang ku tempati berdua dengan Alisa nantinya. Setidaknya aku perlu istirahat dari ini keriuhan ini. Istirahat yang cukup bagi fisik, dan mentalku. Terus berada bersama ditengah orangorang membuatku lelah, secara batin. Aku melepas jas almamater dan rompi rajut serta melonggarkan dasi yang ku gunakan. Hanya meninggalkan kemeja dan rok kotak-kotak, juga membiarkan kaos kaki hitamku tetap berada di tempatnya. Di dalam sini terasa panas, ditambah aku yang baru saja berlari, membuat tubuhku menjadi terasa panas. Aku mulai bisa merasakan keringat menetes satu demi satu dari tubuhku. M

  • Memories   Chapter 59

    “Uughhh..haaah….” Aku meregangkan tubuhku setelah keluar dari area hutan. Babak kedua akhirnya kami lalui dengan lancar. Ternyata tidak semua dari peserta lolos di babak ini. Itu sangat masuk akal jika kau tanya aku. Pasalnya, berbeda dari mengerjakan soal biasa, dengan sistem permainan “Mencari Harta Karun” pada babak ini, kau tidak bisa memilih soal mana yang menurutmu mudah atau yang bisa kau kerjakan terlebih dulu. Semuanya harus selesai denga jawaban yang tepat, atau setidaknya mendekati. Jika kau salah perhitungan, itu akan menyebabkan mu tersesat di dalam hutan itu. Ya, meskipun sudah ada tali pembatas untuk membuat permainan ini tetap aman. “Kau meregangkan tubuhmu seperti wanita tua, Sofia.” 

  • Memories   Chapter 58 (Derald)

    “Kalau begitu, sekarang kita selalu bersama ya, Sofia!” Kataku padanya. Gadis itu kemudian membalas senyumku dengan begitu cerahnya. Aku merasakan sesuatu yang membuatku bergetar ketika melihat itu. “Lalu kau sendiri, kenapa ada di sini?” Dia balik bertanya padaku.Sungguh, aku berfikir untuk tidak mengatakannya. Dia mungkin tidak akan mengerti apa yang aku akan aku ceritakan. Apa sebaiknya aku berbohong? Tapi kebohongan apa yang harus aku katakan. Bagian dari dalam diriku seperti tidak bisa berbohong padanya.“Um.. ceritanya panjang—“ “Ceritakan!” Sekarang dia melihatku dengan mata yang berapi api. Well, sepertinya aku memang tidak bisa berbohong darinya.&

  • Memories   Chapter 57 (Derald)

    Tapi malam itu, rasanya aku sudah tidak kuat lagi menahan semuanya. Aku ingin berlari, berteriak, sejauh dan sekencang yang aku bisa. Aku ingin melepaskan semuanya. Dengan mata tertutup dan air mata yang mulai menetes aku berlari secepat yang aku bisa. AKu tidak memiliki tujuan, tidak tau harus kemana. Tapi aku hanya ingin berlari, dengan begitu mungkin aku kana kelelahan dan pingsan, atau mati jika aku beruntung, hanya itu yang ada dalam pikiranku saat itu. Tapi sepertinya malaikat masih ingin melihatku bertarung lebih lama lagi. Nihil, aku akhirnya hanya kesulitan bernafas dan terjatuh di tengah jalan yang sepi, tak ada siapapun. Saljunya terasa begitu lembut, meski akhirnya melukai tanganku yang sudah terlalu lama menahan suhu dingin di luar sini. Aku akhirnya mau tidak mau bangkit kembali setelah

  • Memories   Chapter 56 (Derald)

    Di malam bersalju itu, aku bertemu dengannya. Udara yang dingin menerpa jari jemariku yang kecil saat itu. Aku hanya bisa menahan dinginnya, dan perlahan merasakan kulitku yang seakan membeku. Meski begitu aku masih memilih untuk berada di luar. Mau bagaimana lagi, di dalam rumah ataupun di luar, dinginnya tetap sama. Entahlah, apa aku pantas mengatakan bahwa takdir yang harus kujalani ini terlalu sulit. Aku tidak ingin mengasihani diriku sendiri. Aku mulai percaya apa yang dikatakan orang orang. “Sesuatu yang kau dapatkan harus kau bayar dengan sesuatu yang setimpal.” Adik perempuanku baru saja lahir be

  • Memories   Chapter 55

    “Kau mengatakan sesuatu?” “Ahh umm tidak, hanya, aku terkesan kau bisa melewatkan tahap taman kanak kanak, sekaligus merasa kasihan.” Begitu jawabnya. Sebenarnya aku sedikit mencurigainya karena dia terbata bata. Tapi, mungkin ia hanya terkejut mendengar ada orang yang melewatkan TK. “Ya… orangtuaku, khususnya ayah. Dia berfikir taman kanak-kanak itu adalah hal yang sia sia dan terlalu memakan banyak biaya hanya untuk ‘bermain-main’. Jadi, daripada mengirimku ke TK, ayah menyuruhku untuk tetap di perpustakaan dan belajar.” “Kau benar benar terus belajar?” Derald hampir kehilangan fokusnya pada soal dan melihatku dengan tatapan terkejut.&n

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status