Aslan berusaha mencari biodata dosen-dosen di kampusnya. Dia menemukannya di perpustakaan. Dia mendapati status keduanya, yaitu dosen Anggi dan Angga sama-sama belum menikah. Tempat tinggal juga berbeda. Aslan memfoto dua biodata mereka karena penasaran dengan alamatnya juga.
Saat mobil Angga keluar dari kampus sengaja Aslan membuntutinya. Sampai akhirnya Anggi berhenti di rumah mewah berpagar besi yang tinggi.
"Angga, nggak usah mampir dulu ya aku lagi nggak mood nih," ujar Anggi sebelum turun dari mobil Angga.
"Iya sudah, istirahatlah! Kapan-kapan saja kalau kamu sudah baikan moodnya aku datang ke rumah," jawab Angga.
"Maaf ya Angga!" ucap Anggi sedih.
"Sudah santai saja, masuklah!" sahut Angga.
Akhirnya Angga pamit dan Anggi berjalan dengan lelah masuk ke halaman rumahnya yang sangat luas.
"Dia menjadi dosen padahal anak konglomerat. Anehnya dia hanya mengendarai motor saat pergi ke kampus. Siapa orang yang bersamanya?
Anggi dan Herlambang sudah sampai di rumah sakit. Dokter masih menangani di ruang tindakan. Anggi dan Herlambang menunggu dengan cemas dan gelisah. "Pa, carikan dokter terbaik buat omaku!" pinta Anggi merajuk manja. "Tentu sayang, kita lakukan yang terbaik buat oma kamu," jawab Herlambang. "Kita menunggu dulu apa kata dokter?" ujar Herlambang menenangkan. Akhirnya dua dokter keluar dengan wajah lelah dan putus asa. "Bagaimana keadaan oma saya, Dokter?" tanya Anggi bergegas menghampiri dokter. "Operasi sudah berhasil tapi keadaan oma terluka parah. Berdoa saja agar beliau bisa melewati masa kritisnya," pesan dokter. "Dokter, tolong selamatkan oma saya, berapapun biayanya kita bayar!" kata Anggi memohon. "Kita sudah berusaha maksimal, Mbak," jawab dokter. "Bagaimana kalau kita membawa mama saya ke luar negeri saja. Dok?" sahut Herlambang. "Tunggu keadaan membaik dulu, Tuan! Kalau sekarang keadaanya belum memungkin
"Tunggu sampai aku dan Nadya bisa merebut semua hartanya! Kalau tidak keburu dia bisa menemukan anak kandungnya!" ujar Pratiwi. Dalam video itu Pratiwi sedang berada di sebuah Cafe yang terkenal. Dia terus berbicara, tak lama kemudian datang seorang lelaki dengan ponsel di telinganya. Ternyata dialah lelaki yang sedang berbicara dengan Pratiwi di telepon. Tampak akhirnya Pratiwi terperanjat dan mereka berpelukan mesra. Herlambang terkejut atas keberanian Pratiwi dan Tarmuji melakukan ini di belakangnya. "Kita bertiga bersahabat baik sejak dulu. Ternyata mereka menusukku dari belakang," ujar Herlambang sedih. "Pa, Nadya anak tiri papa kan, anaknya Tante itu?" tanya Anggi menyelidiki. "Iya, Sayang," jawab Herlambang. "Terus lelaki itu sahabatnya papa?" tanya Anggi kepo. "Iya. Tepatnya istri dia temanku sejak kecil," jawab Herlambang. "Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba Nadya memusuhiku di kampus. Aku tidak mengaj
Dari hasil autopsi ditemukan racun di tubuh jenazah. Racun di masukkan lewat infusnya. Dan dari CCTV rumah sakit memang tampak dua orang mencurigakan. Tapi sayang dia memakai masker dan kaca mata, sehingga sulit dikenali. Akhirnya jenazah Oma Gina di semayamkan di pemakaman keluarga. Mika dan Miko menangis seolah merasakan kesedihan yang mendalam sekalipun mereka belum mengerti benar apa yang terjadi dengan eyang buyutnya. Sakit rasanya kehilangan orang yang Anggi cintai dalam hidupnya untuk kedua kalinya setelah bundanya. "Apakah papa akan pergi meninggalkan aku juga? Aku sekarang tidak punya siapa-siapa, Pa. Apa papa akan pergi kepada istri papa yang sudah menusuk papa dari belakang," Anggi memberondong pertanyaan dengan memekik menangis. "Hiduplah bersama papa di rumah papa, Anggi! Aku akan selalu melindungi kamu dan anak-anakmu!" usul Herlambang. "Papa yakin akan membawa aku dan anak-anak ku ke sarang penyamun sana?" tanyaku ra
Dari jauh Anggi melihat halaman rumahnya dikerumuni warga. Dengan hati penasaran, Anggi mengayuh sepedanya semakin cepat. Sontak Anggi membanting sepeda dan melempar tas sekolahnya dan berlari menghampiri kerumunan."Bundaaaa!" teriaknya histeris.Melihat Rahma yang bersimpuh di tanah dengan rambut yang acak-acakan. Telur busuk membaluri wajah dan tubuh Rahma. Juga beberapa luka karena timpukan batu dari orang-orang yang mengelilinginya. Air mata Rahma mengucur deras di pipinya yang lebam penuh luka."Pergilah, Anggi, cepat!" perintah Rahma berteriak."Tidak Bunda, aku harus menolong, Bunda!" teriak Anggi menjawab."Ini calon pewarisnya!" teriak salah seorang warga sambil memukul Anggi hingga tersungkur."Auh!" teriak Anggi yang tersungkur."Anggiiii, cepat pergi!" teriak Rahma lagi di sela-sela tangisnya.Anggi dan bundanya saling berpandangan, sakit di tubuh Anggi karena luka tidak seberapa dibanding sakitnya meli
Antara sadar dan tidak, semua seperti mimpi. Anggi berusaha menyengkal tubuh Aslan yang mulai menindihnya. Tapi Anggi tidak memiliki kekuatan, tubuhnya serasa terpaku tak mampu bergerak. Hati Anggi berontak, tapi tubuhnya tiada daya. Aslan mulai melucuti satu-persatu bajunya. Dengan tanpa perduli tubuh Anggi yang sedang demam dan menggigil kedinginan. Air mata Anggi mengucur deras dari sudut matanya. "Jangan ... jangan!" desah Anggi lirih hampir tak terdengar, tapi justru Aslan semakin kesetanan. Mata Anggi terbelalak, seolah tak percaya dengan apa yang dilakukan Aslan malam ini. Dengan kepasrahannya dia menggigit kuat bibir bawahnya menahan sakit hatinya. Seperti tidak punya hati Aslan terus mereguk kenikmatan itu. Akhirnya dia terkapar setelah melepaskan geloranya yang tak terbendung. Setelah sadar dengan apa yang telah dilakukan, Aslan mengutuk dirinya sendiri. Kepalanya dipukul-pukul dengan bogemnya sendiri meratapi penyesala
Kini Aslan dan Anggi sudah sah menjadi suami istri. Bagi Aslan maupun Anggi pernikahan yang dilakukannya tadi hanyalah sebatas syarat agar lolos dari tuntutan massa. Bagi mereka pernikahan tadi belum mempunyai arti yang dalam di dalam kehidupnya. Berbagai tekanan berat belum bisa terhapus dalam ingatannya barang sekejap pun. Akhirnya kedua temannya pulang dengan naik ojek ke perkemahan. Sedang Aslan mengendarai motor berboncengan dengan Anggi. Sepanjang perjalanannya mereka berdua saling diam tanpa bicara. Mereka berkeliling tanpa tujuan. Akhirnya Aslan memarkirkan motornya di pinggir telaga. "Kita harus bicara sebentar, Anggi," ujar Aslan sambil duduk di bangku di pinggir telaga. "Aku tidak tahu makna pernikahan tadi buat kita. Aku dan kamu masih muda dan masih pelajar. Untuk membina rumah tangga aku masih belum siap. Menurut kamu, aku harus bagaimana, Anggi?" ungkap Aslan sedih. "Aku harus pulang kemana, Aslan? Aku tidak
Anggi mulai digelandang masuk oleh pasukan berseragam. Seorang wanita tua sekitar 60 tahun umurnya sedang duduk di meja makan."Ini dia, Nyonya!" seru kedua lelaki berseragam itu menahan tangan Anggi dengan kuat."Lepaskan dia!" perintah nenek itu dengan dingin dan datar."Siapa lagi kamu? Apa yang kamu inginkan dariku? Apa kamu juga ingin membakar aku hidup-hidup seperti yang sudah anda lakukan kepada bundaku? Atau mau lebih sadis lagi? Apa salahku pada kalian? Aku dan bundaku bukanlah orang kejam yang memiliki ilmu hitam. Jangankan membunuh orang lain, membunuh semut pun bundaku tidak tega!" teriak histeris Anggi memerontak."Duduklah, minum susu kurma di depanmu itu! Untuk memulihkan staminamu!" perintah wanita tua itu, Oma Gina."Kamu mau meracuni aku ya? Aku sudah lelah, aku tidak takut mati, jangan khawatir pasti aku minum. Aku ingin secepatnya menyusul bundaku!" hardik Anggi. "Daripada kamu menyiksaku lebih baik dengan cara seperti ini
Thok ... Thok ... Thok! Suara pintu kamar Anggi di ketuk. Dia baru saja keluar dari kamar mandi. Dengan bergegas Anggi menghampiri pintu dan membukanya."Iya ada apa, Mbak?" tanyanya kemudian setelah melihat seorang wanita muda mengenakan seragam putih hijau berclemek."Nyonya Besar memanggil Nona Anggi, beliau menunggu di meja makan," jawab asisten rumah tangga.."Iya sebentar lagi aku keluar, Mbak," jawab Anggi pelan.Semalam Anggi masih belum bisa tidur dengan nyenyak. Trauma pembantaian dengan sadis terus datang menghantuinya. Sontak sesak di dadanya dan ketakutan yang hebat datang menghampiri. Wajah Rahma yang menangis histeris dengan tangan menggapai-nggapai mengharap pertolongan terus lekat di pelupuk mata Anggi.Setelah berdandan sekedarnya dia berjalan keluar kamar menemui Oma Gina. Seorang wanita lansia yang masih tampak kuat dan energik serta tampak dari kalangan darah biru. Rumahnya mewah dan penuh dengan bodyguard maupun pembantu