Share

Bab 7

“Kamu … Brandon?”

Joseph menatap Brandon dengan kebingungan. Beberapa saat kemudian, dia tersenyum sinis, lalu memarkirkan mobilnya, dan langsung memasuki hotel.

Brandon merasa canggung. Dia tidak menyangka Joseph akan mengabaikannya.

Saat mereka berdua memasuki ruangan VIP, semua teman kuliah lainnya sudah tiba. Jadi, ketika terdengar suara buka pintu, semua tatapan langsung tertuju ke sisi pintu.

“Ketua Kelas sudah datang? Ternyata sama seperti yang digosipkan, semakin sukses saja! Ganteng sekali!” Tiba-tiba ada yang berteriak.

Joseph sedang mengenakan setelan jas dengan menggantung kunci mobil Audi di bagian pinggangnya. Dia memang kelihatan sangat tampan.

Tak lama kemudian, tampak ada Brandon yang memasuki ruangan. Jas yang dikenakannya kelihatannya tidak pas di badan. Hanya saja, dapat diketahui bahwa jas itu adalah jas bermerek yang cukup mahal.

Salah seorang teman kuliah berkata dengan tersenyum, “Brandon, ternyata kamu lumayan juga ya sekarang. Ayo kalian berdua ke sini, tempat ini untuk kalian berdua!”

Joseph melirik Brandon sekilas. Dia pun tersenyum sinis sambil menggelengkan kepalanya. Untuk sementara ini, dia tidak berencana membocorkan masalah sepeda elektrik rongsokan Brandon.

Brandon membalas, “Oh!” Dia juga tidak peduli dengan tempat duduknya. Dia hanya melirik sekeliling saja. Teman sekelasnya waktu itu memiliki penampilan yang biasa-biasa saja, kecuali si bunga kampus yang bernama Winnie. Sampai saat ini, dia bahkan masih kelihatan sangat cantik. Dia memang pantas dijuluki sebagai cewek idaman semua lelaki.

Hari ini Winnie mengenakan pakaian kerja yang cukup pas badan, menonjolkan setiap lekuk keindahan tubuhnya. Dia terlihat sangat memesona.

Bahkan, ketika Joseph yang arogan itu menyadari keberadaan Winnie, kedua matanya pun langsung berkilauan. Dia mendekati Winnie, lalu berkata dengan tersenyum, “Ternyata Winnie sudah datang. Sudah lama ya kita nggak ketemu. Kenapa kamu nggak pernah hubungi aku? Sekarang kamu lagi kerja di mana?”

Winnie tersenyum sopan, lalu berkata, “Aku kerja di tempat biasa-biasa saja. Nggak sehebat Ketua Kelas, bahkan bisa punya mobil Audi.”

Kedua mata Joseph langsung berkilauan. Ternyata tidak sia-sia dia mengangsur setiap bulan untuk membeli mobil Audi!

Belum sempat Joseph berbicara, seorang wanita tiba-tiba berkata, “Ketua Kelas, kamu jangan dibohongi sama Winnie. Apa kamu nggak tahu, sekarang Winnie sedang bekerja menjadi manajer administrasi dari Perusahaan Investasi Sinjaya. Dengar-dengar dia akan dipromosikan menjadi manajer umum!”

“Wah ….”

Semua orang di ruangan merasa kagum dengan kehebatan Winnie. Siapa juga yang tidak kenal dengan perusahaan investasi terbesar di Kota Manthana? Entah sudah berapa banyak perusahaan yang dimodali oleh mereka?

Jika Winnie bisa menduduki posisi manajer umum dalam usia semuda ini, lelaki yang mendapatkan Winnie bukan hanya akan mendapatkan kecantikannya, lelaki itu juga akan mendapatkan relasi yang sangat luas. Keuntungannya tidak bisa dibayangkan.

Selain itu, Winnie sangat cantik, bahkan boleh dikatakan kecantikannya tidak kalah dengan artis papan atas. Wajar kalau banyak lelaki di dalam ruangan merasa rendah diri, dan tidak berani bersuara.

Saat ini, layar televisi memutar lagu duet pilihan Winnie. Saat melihat Winnie mengambil mik, betapa inginnya para lelaki di dalam ruangan ini berduet dengannya. Hanya saja mereka tidak memiliki keberanian itu.

Brandon juga tidak begitu tertarik dengan Winnie, hanya saja ketika mengetahui dia adalah petinggi dari Perusahaan Investasi Sinjaya, dia pun terus meliriknya. Ditambah lagi, kebetulan dia bisa menyanyi lagu yang dipilih Winnie. Tanpa berpikir panjang, Brandon langsung mengambil mik yang satu lagi.

Alhasil, Winnie yang hendak menyanyi itu mengerutkan keningnya. Dia mengamati Brandon sekilas, lalu berkata, “Brandon, bisa nggak kamu lepasin mik kamu?”

“Kenapa? Ada yang mau nyanyi juga?” Brandon langsung berdiri.

“Nggak ada, tapi aku nggak mau duet sama kamu. Aku merasa malu!” ucap Winnie dengan nada meremehkan.

“Pakaian yang kamu pakai memang bermerek, tapi sandalmu itu malu-maluin banget, deh? Jangan-jangan kamu pinjam jas sama orang lain?”

Begitu ucapan itu dilontarkan, semua orang baru menyadarinya. Kualitas setelan jas yang dikenakan Brandon sangat bagus, tapi pakaiannya tidak begitu pas di badannya. Ditambah lagi, dia mengenakan sandal yang sudah usang dan bolong hingga kelihatan jempol kaki kirinya. Penampilan Brandon memang tidak ada bedanya dengan pengemis saja.

Brandon terdiam membisu. Jika tahu akan seperti ini, dia pasti akan pergi membeli sepasang sepatu sebelum datang ke sini.

“Hahaha, Winnie, matamu jeli juga, ya. Aku lihat kita semua itu teman kuliah, aku juga nggak ingin terus terang. Tapi ternyata ada orang yang nggak tahu diri. Aku jadi ingin buka aibnya.” Joseph berjalan dari belakang, lalu tersenyum pada Winnie.

“Teman kita, si Brandon, tadi datang naik sepeda elektrik. Awalnya aku kira mungkin dia sengaja naik sepeda elektrik biar gampang cari parkir. Tapi setelah dilihat-lihat, mana mungkin orang kaya pakai sandal bolong? Sungguh memalukan ….”

Joseph membongkar aibnya. “Brandon, jangan-jangan pakaian yang kamu kenakan hari ini pakaian diskon, ya? Atau jangan-jangan bahkan label pakaiannya juga masih belum dicabut? Nanti setelah acara reuni selesai, kamu bakal retur pakaiannya?”

“Apa mungkin?”

“Tapi Brandon memang bawa sepeda elektrik. Tadi aku lihat kunci sepedanya!”

“Sepertinya dia sudah pakai sandal itu selama bertahun-tahun ….”

“Benar, benar ….”

Seketika, orang-orang di dalam ruangan mulai membahas. Terutama beberapa lelaki yang ingin mencari muka di depan Winnie. Mereka pun berusaha sekuat mungkin untuk menjatuhkan Brandon.

Baru saja Brandon hendak menjelaskan, teman semejanya di saat kuliahnya dulu, Cherry, malah berjalan maju dan berteriak, “Kalian semua sungguh keterlaluan. Kita semua itu teman, meski cara berpakaian Brandon nggak oke, kalian juga nggak seharusnya hina dia, ‘kan?”

Wanita cantik bernama Cherry itu adalah teman satu meja Brandon ketika kuliah dulu. Hubungan mereka berdua tergolong bagus. Sewaktu masa perkuliahan, Brandon sering menyalin jawaban tugasnya. Hanya saja, Brandon sungguh tidak menyangka sekarang Cherry bakal maju untuk membelanya.

Joseph melihat wanita cantik lainnya sedang membela Brandon, dia tiba-tiba berjalan maju untuk menarik kerah pakaian Brandon, dan mengeluarkan label merek dari dalam pakaiannya.

Joseph lalu berkata, “Cherry, kamu malah bela dia? Kamu sudah lihat belum? Labelnya saja masih belum dibuang! Satu setelan ini harganya puluhan juta! Kamu rasa cowok miskin seperti dia bakal sanggup untuk beli pakaian semahal ini?”

“Kalau aku nggak salah ingat, tiga tahun lalu Brandon sudah jadi menantu pecundang dari Keluarga Limantara, ‘kan? Seorang pecundang malah pakai setelan jas merek Armani? Hahaha ….”

“Brandon, jadi orang itu mesti tahu diri. Siapa juga yang nggak tahu masalah kamu itu menantu yang numpang hidup di Kediaman Limantara? Jadi, kamu nggak perlu pura-pura lagi, oke? Bukannya kita semua itu temanmu? Untuk apa kamu pura-pura?”

Brandon menepis tangan Joseph, lalu menatapnya dengan galak.

Melihat tatapan Brandon, Joseph langsung tersenyum. “Kenapa? Kamu marah karena aku bongkar aibmu? Atau kamu ingin bilang kalau pakaian yang kamu pakai saat ini adalah pakaianmu sendiri? Kalau kamu bisa buktiin pakaian ini adalah punyamu, aku bakal berlutut sama kamu!”

Saat Brandon hendak membalas, tiba-tiba ponselnya berdering dengan keras. Dia segera mengeluarkan ponsel jadulnya. Belum sempat dia menjawab, dia langsung menerima suara tawa dari semua orang.

Lucu sekali! Bukannya itu ponsel zaman mereka masih kecil?

Tak disangka Brandon masih menggunakan ponsel model jadul? Dengan ponsel jadul dan sandal bolong, dia bahkan berani mengenakan pakaian merek Armani?

Sepertinya ada masalah dengan otak Brandon?

Saat ini, Brandon tidak meladeni tatapan yang lain, dia langsung mengangkat telepon. Seketika terdengar suara jeritan ibu mertuanya, Tansri, dari ujung telepon. “Brandon, kamu lagi di mana? Kenapa hari ini kamu nggak cuci kamar mandi?”

Astaga! Brandon malah melupakan hal itu! Dia sungguh kehabisan kata-kata.

“Ternyata benar, kamu itu memang adalah menantu pecundang. Padahal kamu cuma pergi ke acara reuni saja, kamu malah dimarah!”

“Sepertinya itu panggilan dari ibu mertuanya? Katanya suruh dia pulang untuk cuci kamar mandi?”

“Hah! Masa sih disuruh buat cuci kamar mandi? Di mana harga diri sebagai seorang lelaki? Kalau aku jadi dia, aku lebih memilih mati saja! Meski aku nggak bisa dapat banyak uang, tapi sampai mati pun aku nggak bakal mau jadi menantu pecundang!”

“Aku juga nggak sanggup!”

Semua orang mulai berbisik-bisik untuk membahas masalah Brandon. Bahkan Cherry juga menghela napas. Dia merasa sedih dengan nasib Brandon.

Cherry teringat kompleks perumahannya sedang merekrut satpam. Dia berencana menawarkan pekerjaan itu pada Brandon agar dia bisa memiliki uang untuk membeli barang kebutuhannya sendiri.

“Sudahlah, cepat pergi sana! Acara reuni nggak sambut orang nggak berguna sepertimu!”

Joseph menatap Brandon dengan tatapan meremehkan. Kemudian, dia berjalan ke hadapan Winnie, lalu berkata dengan tersenyum, “Winnie, aku harap suasana hatimu nggak terganggu karena masalah ini. Tempat ini dibuka oleh teman baik kakak sepupuku.”

“Omong-omong seharusnya kamu kenal sama kakak sepupuku. Namanya Nelson, dia juga bekerja di perusahaan kalian. Dia cukup terkenal di sini. Gimana kalau aku suruh pihak hotel untuk antar anggur terbaik di sini? Biar kita bisa minum bersama.”

Saat Winnie masih belum sempat membalas, Joseph malah sudah menekan bel pelayan. Setelah pelayan masuk, dia langsung berbicara dengan ketus, “Gimana pelayanan di hotel ini? Kenapa lambat sekali? Cepat bawakan dua botol anggur terbagus di hotel kalian ke sini ….”

Pelayan terbengong sejenak. Dia pun berkata dengan ragu, “Tuan, harga anggur terbagus di hotel kami … emm … sepertinya ….”

“Plak ….” Joseph langsung membanting kunci mobil Audi ke atas meja. “Kalian rasa aku nggak sanggup untuk bayar? Apa kalian nggak tahu kalau Nelson itu kakak sepupuku? Kalian tahu siapa itu Nelson? Dia itu teman baik dari bos kalian! Kenapa kalian masih di sini? Cepat ambil minumannya!”

Selesai berbicara, Joseph langsung melirik Winnie sekilas. Ketika menyadari ekspresi kaget di wajah Winnie, dia langsung berlagak tidak peduli. Pokoknya dia harus bersikap royal agar wanita idamannya memiliki kesan baik terhadapnya.

Brandon tidak menyangka ternyata Joseph adalah adik sepupunya Nelson. Kedua kakak beradik itu memang mirip sekali, sama-sama tidak berpendidikan. Kali ini, Brandon merasa masalah semakin menarik lagi. Dia ingin melihat apa yang akan dilakukan Joseph lagi.

Tak lama kemudian, pelayan mengantar dua botol anggur merah, lalu berkata dengan senyum ramah, “Tuan, ini minuman Anda. Tapi ….”

“Tapi apa tapi! Buka!” jerit Joseph dengan tersenyum. Dia melambaikan tangannya tanda dia tidak peduli. “Malam ini semuanya nggak boleh pulang sebelum mabuk. Semuanya, mari bersulang!”

Saat mengangkat gelas, Joseph sengaja melirik Brandon yang masih belum pergi. Dia mengerutkan keningnya, lalu berkata, “Brandon, kita semua memang pernah satu kelas, tapi apa kamu nggak sadar? Kami nggak sambut kedatanganmu. Jangan-jangan kamu ingin minum gratis di sini?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status