Share

2 Aku Masih Hidup?

Author: Setia_AM
last update Last Updated: 2021-03-17 09:02:11

Marcel mengusap bibirnya dengan air yang mengalir dari wastafel dapur. Bukannya kenyang, yang ada dia malah mual.

Tadi itu memang bukan pertama kalinya Marcel dipaksa untuk menghabiskan makanan sisa keluarga istrinya, tapi tetap saja lama-kelamaan dia muak dengan semua ini.

Kalau bukan karena beban yang ditinggalkan kedua orang tuanya yang memilih pergi tanpa tanggung jawab, dia tidak akan sudi menjalani hidup seperti sekarang.

“Saya bantu, Pak?” Suara seorang perempuan terdengar lirih mencapai telinga Marcel dan membuatnya menoleh.

Kepala pelayan yang bernama Nana langsung menyuruh beberapa orang untuk menyingkirkan piring-piring kotor dari atas meja dan menaruhnya ke dalam gak cucian. Satu lagi diimbau untuk membuang sisa nasi dan tulang yang berceceran di lantai.

“Tidak usah, Bi. Nanti kalian bisa kena hukum ...” sahut Marcel tidak kalah lirih karena lemas.

“Sebagian anggota keluarga sudah kembali ke kamarnya masing-masing, sebagian lagi pergi menggunakan mobil.” Anak dari Nana menyahut. “Bapak mau makan lagi, akan saya siapkan ....”

“Tidak usah, Eli. Terima kasih,” angguk Marcel sembari duduk di pojok dengan punggung bersandar sementara beberapa pelayan bahu membahu membersihkan dapur.

Memang hanya mereka yang menaruh hormat kepada Marcel sebagai menantu di rumah keluarga Delvino, meski saat penindasan berlangsung, tidak ada seorang pun yang berani mendekatinya karena risiko dipecat.

Begitu tubuhnya sedikit enakan, Marcel segera bangkit dan pergi menuju gudang yang terletak di luar rumah utama keluarga Delvino. Dia meniti tangga yang melingkar menuju ke ruang bawah tanah, di mana terdapat sebuah laboratorium yang sudah tidak beroperasi lagi sejak orang tuanya pergi tanpa jejak.

Memori Marcel berputar kembali di masa ketika dia tiba dijemput paksa dari kampusnya dengan alasan orang tuanya pergi meninggalkan surat perjanjian yang

Menyatakan bahwa Marcel harus mempertanggungjawabkan utang-utang yang ditinggalkan oleh orangtuanya.

Sejak saat itulah dia terjebak di lingkaran setan karena harus menikah dengan Shirley yang tidak menganggapnya sama sekali.

Kilas balik memori itu berakhir ketika Marcel menapakkan kakinya di atas lantai yang berlapis debu tebal setidaknya satu senti. Dia memang sudah bosan membersihkan lab itu karena kakak-kakak iparnya sering mengentakkan kaki mereka dengan sengaja sehingga membuat debu-debu berjatuhan di bawahnya.

“Aku ingin mengakhirinya,” gumam Marcel sambil melangkah mendekati salah satu lemari kaca yang berisi banyak tabung percobaan yang terbengkalai.

Dalam bayangan Marcel, semua cairan yang ada di dalam tabung itu setidaknya sudah kedaluwarsa dan bisa merenggut nyawa siapapun yang meminumnya.

Tanpa pikir panjang, Marcel membuka lemari kaca itu dan mengambil satu tabung kecil panjang yang berisi cairan berwarna biru elektrik.

“Untuk orang tuaku,” ucap Marcel sebagai salam terakhirnya. “Di mana pun mereka berada.”

Dengan sekali gerakan, Marcel langsung menenggak cairan itu sembari memejamkan kedua matanya.

Satu detik berlalu tanpa reaksi apa pun.

Marcel mengusap mulutnya dengan punggung tangan, setelah itu dia meletakkan tabung yang tadi diambilnya di atas meja.

Beberapa detik kemudian baru terasa sensasi yang tidak biasa di perut Marcel. Lambungnya bagai ada ombak yang pecah dan membentur organ-organ dalamnya, membuat Marcel mencengkeram perutnya erat, setelah itu dia terbungkuk di atas lantai kotor dengan sesuatu yang seperti menggigit-gigit setiap inci kulit tubuhnya.

Marcel mengeluarkan suara-suara aneh dari kerongkongannya, dia masih sempat berpikir bahwa itu adalah suara nyawanya ketika dipaksa meninggalkan tubuh yang tidak lagi stabil.

Ayah, ibu, selamat tinggal. Kalian tidak akan pernah bertemu denganku lagi, kata Marcel dalam hati sebelum akhirnya dia menutup mata ketika tubuhnya terkapar di lantai.

***

“Apakah si bodoh itu masih hidup?”

“Diam, Ciko!”

“Semua ini gara-gara Kakak, kan sudah aku bilang jangan main keroyokan!”

“Kamu diam saja, bocah ... bukankah kata dokter dia cuma keracunan?”

Marcel mendengar sayup-sayup suara yang sangat familiar di telinganya, suara itu terdengar begitu lirih seakan berasal dari tempat yang jauh.

“Apa dia akan selamat?”

“Memangnya apa yang kamu harapkan?”

“Kalau dia tidak selamat, kita yang akan rugi ....”

“Kak Ronnie yang harus bertanggung jawab dalam hal ini!”

“Berisik kalian ....”

Marcel mengerjabkan matanya, dan warna serba putih langsung masuk dalam penglihatannya begitu dia terbangun sepenuhnya.

Aku masih hidup? Batin Marcel tak percaya.

Mustahil! Bukankah dia telah meminum cairan kedaluwarsa yang ada di lab itu?

Bagaimana bisa dia masih hidup?

“Marcel bangun!” Mendadak ada yang menjerit dan membuat gaduh seisi ruangan.

“Cepat panggil ayah dan juga dokter!”

“Masih untung dia hidup, menyusahkan saja!”

Marcel masih terbaring diam karena tidak mengerti dengan apa yang terjadi kepadanya.

Yang dia ingat adalah kejadian terakhir di dalam lab, mana kala Marcel berusaha mengakhiri hidupnya sendiri.

Tidak berselang lama, seorang pria berjas putih muncul dan mengimbau orang-orang untuk meninggalkan ruangan tempat Marcel berada.

“Apakah dia akan pulih, Dokter?” terdengar suara Herman, ayah mertua Marcel.

“Saya harus memeriksa kondisi pasien dengan teliti,” jawab dokter yang menangani Marcel. “Yang pasti pasien berhasil melewati masa kritisnya dengan sangat mengesankan, jadi saya akan melakukan serangkaian pemeriksaan ....”

Marcel tidak lagi mendengarkan apa yang dokter itu katakan, dia masih terlalu bingung dengan situasi yang kini berlangsung di sekitarnya.

“Apa yang kamu rasakan, Cel?” tanya Herman setelah penjelasan dokter selesai.

Marcel membuka mulutnya, tapi tidak ada sepatah kata pun yang keluar.

“Apa kerongkongannya bermasalah?” tanya Herman kepada dokter yang berdiri di sampingnya. “Karena itu dia tidak bisa bicara?”

“Kami akan terus melakukan pemeriksaan, Pak.” Dokter itu mengangguk. “Pasien bisa lolos dari masa kritisnya saja sudah sangat keajaiban karena cairan kimia yang ditelannya termasuk berbahaya ....”

Marcel memejamkan mata, berharap bahwa apa yang tengah berlangsung di depannya adalah mimpi belaka.

Dan dia kembali tertidur ....

Bangun-bangun, Marcel sudah berada di kamar pelayan yang ada di kediaman keluarga Delvino.

Kedua mata Marcel menyapu seluruh ruangan dan melihat Nana yang sedang melipat pakaian bersih.

“Bi ...” panggil Marcel dengan tenggorokan yang begitu kering.

Nana menoleh dengan ekspresi antara kaget dan tidak percaya.

“Syukurlah, Pak Marcel sudah bangun!” ucapnya sambil mendekati Marcel. “Saya ambilkan teh hangat dulu ya, Pak ....”

“Bi, kenapa saya belum ... belum dimakamkan juga?” tanya Marcel terbata.

“Dimakamkan?” sontak saja Nana mengerutkan keningnya ketika mendengar pertanyaan Marcel. “Bapak masih hidup! Anda selamat, Pak!”

Marcel terbaring mematung, dan Nana meninggalkan kamar pelayan dengan nyaris berlari.

“Aku ... masih hidup?” gumam Marcel sambil mengerjabkan matanya berulang kali. “Bagaimana bisa?”

Dia ingat betul kalau dirinya benar-benar meminum cairan kimia itu sampai habis tak bersisa, jadi mustahil kalau dia masih selamat.

Marcel mencubit lengannya dan terasa sakit, tidak lama setelahnya dia menampar wajahnya sendiri berulang kali.

Dan ternyata dia memang masih hidup, ini bukan mimpi!

Bersambung—

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    116 Tetap Ingin Bercerai

    Untuk meluapkan kemarahannya yang tertahan, Shirley memilih untuk mendatangi ruang kerja Herman detik itu juga.Sebenarnya Shirley tergoda sekali ingin menghakimi Marcel sendiri untuk pertama kali, tetapi dia mengurungkannya karena masih memikirkan nama baik sang ayah.Setibanya di ruang kerja, Shirley segera memberi tahu kedatangan Marcel.“Ayah dan Ibu sebaiknya cepat turun, Marcel menunggu.” “Ada Marcel? Ini benar-benar kejutan.” Herman segera berdiri dari duduknya.“Ayo kita semua turun, kita harus berbaik-baik kepada Marcel kalau tidak ingin tambang emas kita hilang untuk kesekian kalinya ....""Aku akan siapkan jamuan untuk Marcel," sahut Reina tidak sabar, dan wanita itupun segera berlalu pergi untuk memerintahkan pelayan menyiapkan teh.Selama menunggu, Marcel sibuk memainkan gawainya. Dia sempat berpikir untuk membahas perceraian dengan Shirley setelah menyelesaikan urusan orang tuanya. Setelah beberapa saat menunggu, Herman dan istrinya muncul bersama Shirley di hadapan Ma

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    115 Lino yang Sebenarnya

    Shirley bertopang dagu sambil memandang ke arah sahabatnya.“Aku malah mikirnya begini, bagaimana kalau ternyata Lino itu adalah Marcel yang menyamar?” ujar Shirley lambat-lambat. “Siapa yang tahu, kan? Dia sengaja pura-pura jadi orang lain karena mau balas dendam sama aku, dengan cara menggulingkan perusahaan ayah.”Elen terbengong-bengong saat mendengar ucapan Shirley yang mulai ke mana-mana.“Kamu ini Bu, kebanyakan nonton drama!” seloroh Elen sambil geleng-geleng kepala. “Saya jadi penasaran seperti apa wajah si Lino itu.”“Percaya deh sama aku, dia itu sebelas dua belas sama Marcel!” Shirley terus-menerus berusaha meyakinkan Elen.“Maaf ya Bu, tapi saya tidak percaya kalau belum bertemu sama orang yang kamu maksud itu.” Elen menghela napas. “Sudahlah, mungkin kamu terlalu sibuk kerja. Stres kan jadinya lama-lama.”“Enak aja, aku tidak stres!” sergah Shirley tidak terima. “Aku hanya gila kalau aku tidak segera tahu siapa Linocemar yang sebenarnya.”Elen melambaikan tangan kepada s

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    114 Mirip dengan Seseorang

    “Kamu tidak perlu bersandiwara di depanku, Cel. Jadi kamu sengaja bersembunyi?” kata Shirley tanpa mempersilakan pria itu duduk. “Terus tiba-tiba kamu datang lagi buat menghancurkan hidup aku?”“Kamu ini bicara apa, sih? Aku Lino, perwakilan dari Aldians untuk menemui Bu Shirley.” Pria itu menegaskan. “Baik, kalau memang tidak ada pembahasan yang penting, aku akan menghubungi sekretarisnya lain waktu.”Pria itu berbalik dan Shirley segera berdiri untuk mencegahnya pergi.“Tunggu dulu!” seru Shirley tertahan hingga pria itu menghentikan langkahnya dan berbalik.“Ada apa lagi?”“Maaf ... sepertinya aku ... kita lanjut,” kata Shirley terbata-bata. “Jadi kamu ini adalah ... Pak Lino yang rencananya bertemu sama aku?”Pria itu menatap Shirley lurus-lurus.“Ya,” sahutnya pendek.Shirley menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab.“Silakan duduk Pak,” pinta Shirley sopan meskipun dia masih setengah shock. “Saya Shirley, CEO dari Delvinos yang mengundang kamu.”Pria bernama Lino itu menatap S

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    113 Tinggal Selangkah Lagi

    Semakin tinggi pohon, semakin kencang pula anginnya. Begitu juga dengan perusahaan Herman yang selama beberapa waktu ini dinobatkan sebagai perusahaan raksasa yang berkibar. "Bu Shirley, Pak Erlan membatalkan kerja sama kita dan memilih kontrak kerja dengan perusahaan lain." Fira melaporkan hasil pembicaraannya kepada Shirley menjelang waktu makan siang. "Apa? Batal?" Shirley mendongak dari pekerjaannya. "Kamu tahu siapa perusahaan yang menyaingi kita?"Fira menganggukkan kepalanya. "Perusahaan milik seorang pengusaha single dan pintar .... ""Fira, saya tanya nama perusahaan yang menyaingi kita. Bukan status pemilik perusahaannya," tukas Shirley yang telinganya paling sensitif jika mendengar kata single. "Maaf Bu, tapi saya sering mendengar orang-orang membahasnya," sahut Fira salah tingkah. "Membahas soal status pemiliknya?" tanya Shirley lagi. "Bukan Bu, mereka hanya sering menyebutnya bos single kaya." Fira menjelaskan. "Dia memimpin dua perusahaan besar dan salah satunya be

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    112 Mengembangkan Sesuatu

    “Jangan memandang ibu saya seperti itu,” kata Elen, kali ini dengan nada yang begitu dingin sementara tatapan matanya tajam memperingatkan Shirley agar lebih menjaga sikap.“Hai, Bu ...?” sapa Shirley dengan mimik terpaksa. “Apa ... Ibu tinggal di sini?”Elen hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sudah tahu kalau ini adalah kediaman orang tuanya ... masih juga dia bertanya.“Iya, sejak Elen masih bayi merah.” Ibu Elen menyahut sambil tersenyum. “Masuk dulu, Bu?”Shirley sebenarnya ingin menolak, tapi Elen mengingatkannya soal Pak Herman dari sudut bibirnya nyaris tanpa suara.“Di sini saja, Bu.” Shirley terpaksa menganggukkan kepala sambil berjalan mendekati bangku kayu panjang yang ada di depan warung lalu meniup-niup bangku kayu sebelum dia duduki, seakan ada debu setebal satu senti di atasnya.“Bisa tidak sih kamu tidak perlu seperti itu?” tanya Elen tersinggung. “Keluarga saya memang sangat sederhana, tapi kami selalu jaga kebersihan soal rumah.”Shirley tidak menanggapi dan senga

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    111 Kena Pelet Apa Kalian

    Kali ini, Jena tidak tertawa seperti biasanya jika mendengar Shirley menghujat orang.“Shierly, dia kan relasi bisnis kamu.” Jena mengingatkan. “Paling tidak, hormatilah dia sedikit.”Shirley mengangkat sebelah alisnya ke arah pantulan Jena di cermin besar yang ada di depannya.“Kamu belain Elen?” tanyanya sambil menyipit curiga.“Bukannya belain, tapi memang dia itu relasi bisnis kamu kan?” tanya Jena balik. “Ya aku kasihan saja sih lihat dia, aku lihat dia baik dan tidak aneh-aneh ....”“Terus?” pancing Shirley sinis.“Kasihan saja sih, lihat kamu galak sama dia terus.” Jena mengangkat bahu. “Tidak ada maksud apa-apa.”Shirley mengembuskan napas keras dan tidak berkata apa-apa.Beberapa saat kemudian ....Saat rambut Shirley selesai dibilas dan sedang dalam proses pengeringan, Elen muncul dengan rambut yang sudah tidak selepek sebelumnya. “Hei, ngapain kamu masuk-masuk tanpa izin?” hardik Shirley, mengagetkan beberapa pengunjung salon yang sedang menikmati layanan para kapster.Leb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status