Aku terkejut, baki tempatku membawa gelas bergetar, mas Agus meminta pisah, padahal rumah tangga mereka baik-baik saja, kenapa sekarang tiba-tiba ia meminta pisah?"Sabar dulu lah gus, watak Siska memang begitu, kamu jangan terbawa emosi berlebih!" Emak memberi nasehat, meski kalimatnya terdengar memberikan Pembelaan sepihak."Emak nggak tau rasanya jadi aku mak. Coba Dho kamu jadi aku, setiap kali dia marah cucian baju nggak ada yang di sentuh, makan beli sendiri, dia bawa sendiri ke dalam kamar dan di kunci!"Kami terdiam, sebenarnya tak heran juga jika begitu watak mbak Siska. Setiap kali marah dengan Emak juga terkadang ucapan nya sangat kasar. Pernah ia membanting panci di dapur Emak hanya karena Emak tak juga selesai berdandan saat ia ingin mengajak pergi."Coba pak aku harus bagaimana? Ada saudaraku datang kalau dia nggak suka ya nggak bakal keluar kamar, bahkan sekedar menjabat tangan saja nggak mau, apa nggak buat malu suami kalau begitu?""Wataknya kan memang begitu gus, ya
Mega sedang menyapu halaman saat mobil merah milik Siska masuk ke penerangannya. Klaksonnya berbunyi nyaring berkali-kali, bahkan lampunya mengarah tepat ke wajahnya.Wanita angkuh itu keluar dan membanting pintu dengan keras, ia berjalan tak suka ke arah Mega, seolah ingin segera menerkam wanita berperawakan kurus itu."Mana Ridho?" Siska melirik ke dalam rumah, tangannya terlipat ke depan dengan tatapan meremehkan iparnyaMege menatap Siska yang sedang memperlihatkan keangkuhannya. "Ke sawah mbak, ada perlu apa dengan mas Ridho?""Bukan urusanmu aku mau apa sama Ridho!"Mega mengehela napas oelan, berusaha sabar dengan watak menyebalkan kakak iparnya. "Jika begitu mbak bisa duduk dulu sambil menunggu mas Ridho pulang dari sawah." Ia menawarkam diri, merasa tak sopan juga memiarkan tamu berlama-lama di luat rumah."Nggak perlu, aku nggak mau masuk rumahmu yang kotor itu. Heh Mega, mengadu apa kamu dengan suamiku?" Siska berkacak pinggang dan menatap tajam adik iparnya."Ngadu? Aku ng
Ridho hanya terdiam saat Mega bercerita dengan air mata mengalir di pipinya, bukan dia tidak percaya kata-kata istrinya, hanya saja begitu sulit menerima kenyataan kalimat itu datang dari kakaknya sendiri.Ridho berdiri dari tempatnya, tangannya mencengkeram seolah segala amarahnya berkumpul di sana. Tanpa berkata, Ridho berjalan meninggalkan rumahnya, di terangi lampu jalan ia melangkahkan kaki menuju rumah kedua orang tuanya.Mobil Siska masih terparkir di halaman rumah, tanda wanita yang bersetatus kakaknya itu masih ada di sana. Saat Ridho masuk, rumah begitu hening ia lalu menuju ke dalam kamar ibunya.Brak!Ridho membanting pintu kamar, menimbulkan suara nyaring di antara benturan hendel dan tembok rumah. Siska sedang tertidur bersama Emak di sampingnya."Bangun!" Ridho menyibak kasar selimut yang menutup tubuh Siska.Siska terperanjat, seketika dia terduduk memperhatikan siapa yang sudah menganggu nya."Ridho! Gila kamu." Hardiknya terbawa amarah."Keluar dari kamar!" Ridho men
Ridho berusaha menghubungi Mega, namun istri nya itu tak juga mengangkat telpone nya. Ridho mulai cemas, hari semakin malam namun istri dan dua anak nya tak juga diketahui ada di mana.Lama ia berkeliling sendirian, bahkan sempat berpikir mungkin saja Mega ke makan orang tua nya, tapi sampai di sana juga tak di dapati istrinya itu. Ridho mulai merasa takut, mungkinkah Mega benar-benar merasa kecewa dengannya sekarang, hingga memilih pergi meninggalkan Ridho sendiri."Dho, ngapain di sini?" Dewi yang melihat Ridho sendirian di perempatan desa berhenti menyapa nya.Dewi sedang bersama Halimah saat melihat Ridho duduk sendirian du jalanan sawah desa mereka."Dho pulang le! Bude beli Bakso banyak ini, makan di rumah yo!" Halimah mengajak Keponakannya itu kembali ke rumah."Duluan saja bude, aku masih ada urusan sebentar." Ridho menolak ajakan Halimah."Sebenarnya kamu itu cari siapa dho?" Halimah tertanya saat melihat Ridho nampak semakin gelisah. Kakinya tak bisa menapak tenang, sejak ta
Mega kini tak banyak bicara, beberapa hari setelah mengutarakan niatnya pergi bekerja, Mega memang memilih menyendiri. Setelan semua pekerjaannya selesai dan Ridho suaminya berangkat ke tempat nya bekerja, Mega memilih mengurung diri bersama anak-anaknya di kamar. Dunianya begitu sempit, berputar di antara ruang kecil rumahnya sendiri.Mega lebih memilih menuangkan kisah di dalam memo ponselnya, memimpikan kisah indah cinta atau menceritakan kebahagiaan yang sebenarnya dari sebuah keluarga, menjadi sebuah cerita impiannya yabg di baca dan di nikmati pada aplikasi.[ Best banget thor ceritanya, real sekali][Next kilat thor, candu sekali tulisanmu][Duh author, Ini gemes banget ceritanya!]Mega tersenyum sendiri, membaca setiap komentar yang masuk ke dalam ceritanya. Sepertinya mereka semua suka dengan tulisan-tulisannya.Sudah lama Mega menulis kisah fiksi karangannya, meski hanya mendapat beberapa ratus ribu setiap bulannya, namun cerita kali ini berbeda, ia mendapat banyak like dan
"Kalau mbak Siska merasa aku salah ya sudah mas, aku nggak bisa apa-apa. Tapi kalau aku harus ke sana dan minta maaf, aku tak bisa mas, aku juga nggak merasa salah apa-apa. Bagaimana dong?"Mega menjawab dengan ketus, ia sudah sangat malas meladeni drama yang di buat Siska dalam hari-harinya yang tenang.Agus membuang pandangan merasa geram dengan jawaban istri adik iparnya itu. Mega tidak pernah bicara se_menyebalkan itu selama ini."Ngalah saja ga, minta maaf sama mbakmu kan Juga nggak rugi." Agus masih mencoba membujuk Mega."Nggak rugi gimana mas, ya rugi lah aku. Nggak salah suruh minta maaf, lucu mas Agus ini.""Dari pada ribut terus, nggak selesai-selesai masalahnya!""Ya ketemu saja di mana. Mbak Siska minta maaf, aku juga minta maaf, beres masalah. Bagaimana?" Mega menawarkan solusi."Susah bicara sama kamu ga, ngalah sedikit saja ngak mau, egois kamu!"Lah mas Agus itu lucu, dari pada suruh aku yang mengalah dan terus ngertiin mbak Siska, mbok ya mas suruh itu mbak Siska gan
Dengan kesal Mega membuka ponselnya, hatinya panas saat terus mengingat dirinya yang di perlakukan seenaknya di tempat ini. Tiba-tiba terlintas sebuah ide cerita dan Mega menulisnya pada layar ponsel di tangan. Mega memang suka menulis sejak lama, ia sering membuat cerita pendek yang di kirim di grup kepenulisan di aplikasi biru lalu di kirim pada aplikasi berbayar, meski hasil yang di dapat selama ini tidaklah banyak."Dek buka pintu!" Ditengah asyiknya dia mengeluarkan segala sesak dalam dirinya, Mega mendengar Ridho memintanya membuka pintu kamar.Mega meletakkan ponselnya di meja dan berjalan membuka pintu, Ridho sudah berdiri di depannya sembari menatap dalam diam."Ada apa lagi mas?" "Kalau kamu nggak mau minta maaf, mbak Siska akan terus mencari kesalahanmu dek." Ucap Ridho menjelaskan, ia hanya tak ingin keluarganya terus di rong-rong kakaknya."Jika aku meminta maaf, mas rela harga diriku di injak?" Tanya Mega pada sang suami."Tak ada yang menginjak harga dirimu Mega, ini
Mega tak membalas pesan iparnya, ia diam menunggu saja suaminya pulang ke rumah dan meminta penjelasan. Hingga hari semakin malam, suara motor Ridho memasuki pelataran rumah.Mega berjalan ke depan saat mertuanya batu turun dari motor. "Jangan lupa bilang sama Mega Dho, di bujuk saja biar mau!" Ucap Siti lalu pulang membawa kantung besar plastik berwarna putih.Ridho menghela napas sebentar dan berjalan masuk membawa Alika yang tertidur bersamanya. Baru masuk dari pintu depan Mega sudah berdiri di tengah ruang tamu."Siapkan tempat untuk Alika tidur." Ucap Ridho sedikit gemetar, ia memikirkan banyak hal sebelum mengatakan pada istrinya."Di kamar sudah bersih." Jawab Mega, ia tak ikut Ridho masuk, justeru berjalan melihat keluar rumah.Mega melihat ke halaman, ibu mertuanya tak lagi ada, ia juga tak melihat di mana Alina sekarang, bergegas dia masuk ke dalam kamar."Mana Alina?" Tanyanya pada Ridho yang tengah menidurkan anak sulungnya di atas ranjang."Mas, mana Alina?" Tanyanya lagi