Home / Romansa / Menantu Kontrak Sang Ceo / BAB 1 - Tanda tangan takdir

Share

Menantu Kontrak Sang Ceo
Menantu Kontrak Sang Ceo
Author: Revri

BAB 1 - Tanda tangan takdir

Author: Revri
last update Last Updated: 2025-07-01 08:34:26

Suara rintik hujan yang menetes di atap seng rumah kontrakan itu seperti merangkai irama pilu di dada Saskia. Di meja makan reyot yang sudah berwarna kusam, setumpuk amplop tagihan bertumpuk tak beraturan. Beberapa di antaranya sudah dibuka, sisanya masih tergeletak begitu saja, menunggu diurusi entah kapan.

Saskia memandangi satu surat paling tebal di antara semuanya: peringatan dari bank. Rumah ini akan disita. Semua barang berharga sudah lama dijual. Warung kecil peninggalan almarhum ibunya pun sudah tutup sejak ayahnya kabur entah ke mana. Sejak seminggu lalu, Saskia nyaris tidak tidur memikirkan bagaimana cara membayar utang itu.

Hening. Hanya deru napasnya sendiri yang terdengar. Tangannya bergetar meremas ujung surat sambil menatap foto ibunya yang tergantung di dinding. “Bu, kenapa Bapak tega?” bisiknya parau. Tidak ada jawaban, hanya angin dingin yang menelusup ke sela-sela jendela kayu yang sudah rapuh.

Ponselnya berdering. Nomor tak dikenal. Awalnya dia ragu mengangkatnya, tapi rasa penasaran memaksa. “Halo?”

“Ini dengan Saskia Sasmita?” suara di seberang terdengar formal.

“Iya, saya sendiri.”

“Mohon maaf mengganggu. Kami dari Aryasatya Group. Kami ingin mengundang Anda datang ke kantor pusat kami besok pukul sepuluh pagi. Ada hal penting yang harus dibicarakan.”

Saskia mengernyit. “Maaf, saya tidak paham. Kenapa saya?”

“Mohon datang saja, Nona Saskia. Detailnya akan kami jelaskan langsung. Ini berkaitan dengan hutang almarhum Bapak Anda.”

Deg. Jantung Saskia seolah berhenti berdetak. Telepon terputus begitu saja, menyisakan gema kata ‘hutang’ di kepalanya. Ia mendongak menatap langit-langit yang basah, seolah mencari cara menelan semua kecemasan. Besok. Apa lagi yang harus ia hadapi?

Keesokan paginya, Saskia berdiri kaku di depan gedung menjulang tinggi dengan papan nama besar: Aryasatya Group. Tangannya mencengkram gagang tas lusuhnya erat-erat, seolah di dalam tas itu ada nyawanya sendiri. Hujan semalam membuat ujung sepatunya masih basah, dingin merembes sampai ke telapak kaki.

Resepsionis menyambutnya sopan, lalu mengantarnya ke lantai paling atas. Ruangan itu sunyi, hanya ada aroma kopi hangat dan kilap perabot mahal. Seorang pria berjas abu-abu berdiri di depan jendela lebar, membelakangi Saskia. Bahunya bidang, postur tubuhnya tegap. Begitu dia berbalik, pandangan mereka bertemu.

Mata pria itu tajam, rahangnya tegas, ada aura dingin yang membuat Saskia terpaksa menunduk. Ini pasti Keenan Aryasatya—direktur muda pewaris tunggal perusahaan yang namanya sering muncul di berita bisnis.

“Silakan duduk.” Suaranya datar, nyaris tanpa emosi.

Saskia menarik kursi di depannya pelan, takut-takut. Ia meremas ujung roknya di atas paha.

“Aku tidak suka basa-basi.” Keenan menatapnya, mencondongkan badan ke depan. “Ayahmu punya hutang seratus lima puluh juta rupiah pada perusahaan kami. Sekarang, beliau menghilang, meninggalkan nama dan tanda tanganmu sebagai penjamin.”

Saskia memucat. “Tapi... saya tidak pernah menandatangani apa pun.”

Keenan mendecak pelan. “Itu urusanmu dengan ayahmu. Yang jelas, hutang itu jatuh padamu. Jika tidak bisa membayar dalam waktu dekat, rumahmu akan disita.”

Lantai seolah runtuh di bawah kakinya. “Saya... saya tidak punya uang sebanyak itu, Tuan.”

Untuk pertama kalinya, sudut bibir Keenan terangkat samar—bukan senyum hangat, tapi senyum yang lebih mirip jebakan. Ia membuka map cokelat, menarik selembar dokumen.

“Ada satu cara.” Ia meletakkan berkas di hadapan Saskia. Di bagian atas tertera judul: Perjanjian Pernikahan Kontrak.

Saskia menatap lembaran itu dengan mata melebar. “Apa maksud Anda?”

“Kamu akan menikah denganku. Pernikahan ini hanya di atas kertas. Dua tahun. Setelah itu, kita cerai. Sebagai gantinya, hutang ayahmu lunas, rumahmu aman.”

Tubuh Saskia gemetar. “Kenapa saya? Anda bisa memilih wanita mana pun. Kenapa harus saya?”

Keenan menatapnya dingin. “Karena aku butuh istri secepatnya. Nenekku menuntutku menikah agar warisan perusahaan tetap padaku. Aku tidak butuh istri sungguhan, hanya orang yang mau pura-pura. Dan kamu, Saskia, kamu orang yang tepat—karena kamu tidak akan pernah berani menuntut lebih.”

Saskia tertawa hambar, menatap jari-jarinya yang mulai membiru. Rasanya seperti sedang dipaksa menukar kebebasan dengan kertas. Tapi, jika tidak? Ia bisa kehilangan rumah. Ia dan adiknya akan tidur di jalan.

“Aku beri waktu lima menit. Kalau menolak, akan kupastikan bank datang menyegel rumahmu besok pagi.”

Waktu berjalan lambat. Telinganya berdengung. Wajah ibu dan adiknya menari di benaknya, berbaur dengan suara hujan semalam. Dalam hati, ia tahu ia kalah sebelum bertarung.

Dengan tangan gemetar, Saskia meraih pulpen di atas meja. Ujung penanya menari di atas kertas, menorehkan tanda tangan yang merenggut kebebasannya.

Keenan berdiri, meraih map itu kembali, menutupnya rapi. “Bagus. Mulai hari ini, kamu adalah istriku.”

Hatinya terasa beku. Saskia bangkit berdiri, berusaha menjaga napasnya tetap teratur. Di antara gemuruh hatinya, sebuah suara kecil berbisik: Kamu baru saja menjual hidupmu pada iblis.

Beberapa jam kemudian, Saskia berdiri di lobi gedung megah itu, memandangi jari manisnya. Cincin pernikahan akan segera melingkar di sana, bukan karena cinta, tapi demi hutang ayah yang tak bertanggung jawab.

Langkahnya terasa berat saat keluar dari pintu kaca. Angin sore menampar pipinya. Ia tahu, hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Dan di balik jendela lantai atas, Keenan Aryasatya menatap punggungnya, seolah mengukur seberapa lama ‘istri kontraknya’ akan bertahan di neraka yang bernama pernikahan pura-pura.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menantu Kontrak Sang Ceo    BAB 12 - Jalan Yang Terluka Diam Diam

    Alya menatap kosong ke arah jendela mobil, melihat bayangan pohon yang berkelebat seiring laju kendaraan. Udara malam yang menusuk masuk melalui celah kaca yang terbuka sedikit, membawa serta aroma hujan yang belum turun. Tangannya mengepal di atas rok, mencoba meredam gemetar yang tak juga mereda sejak percakapan panas dengan Ibu Dara tadi siang.Fitnah itu seperti duri yang ditanam perlahan di bawah kulitnya. Diam-diam menyakitkan, tak berdarah, tapi mencabik harga dirinya pelan-pelan.“Dia sedang menunggu di ujung jalan,” gumam sopir yang mengantar, suaranya datar tanpa intonasi.Alya menoleh. Lampu jalan meredup saat mobil melambat. Di seberang trotoar, berdiri seorang pria dengan kemeja putih kusut dan wajah yang tampak lebih tua dari usia sebenarnya. Bayu.Senyum yang dulu menggetarkan dada Alya, kini hanya meninggalkan getir. Lelaki itu berdiri tegak, seperti seseorang yang tahu dirinya tak pantas tapi tetap berharap diberi tempat.

  • Menantu Kontrak Sang Ceo    BAB 11 - Fitnah Yang Mengakar

    Pagi di rumah besar keluarga Aryasatya tampak seperti pagi yang biasa: sinar matahari menembus tirai tebal, aroma kopi mengepul dari dapur, dan suara langkah kaki para pelayan sibuk menyiapkan sarapan. Tapi bagi Saskia, pagi ini terasa asing.Semalam ia tertidur di pelukan Keenan sesuatu yang tak pernah ia bayangkan bisa terjadi. Pria dingin itu menahan tangannya sepanjang malam, seolah takut Saskia akan lenyap begitu mata terpejam. Beberapa kali Keenan terbangun, memeriksa apakah gadis itu masih di sana.Sekarang, saat Saskia duduk di tepi ranjang sambil merapikan selimut, dadanya masih sesak. Ia memandangi Keenan yang tertidur di sisi lain ranjang. Rambutnya berantakan, napasnya teratur. Ada gurat lelah di wajah itu tapi entah kenapa, Saskia justru merasa damai.Ia teringat kata-kata Keenan di bawah hujan: “Aku buang kontrak itu. Aku hanya mau kau… apa adanya.”Tapi di sudut hatinya, keraguan kecil berbisik: Bisakah kau benar-benar memegang kata-kat

  • Menantu Kontrak Sang Ceo    BAB 10 - Kata Yang Tak Pernah Terucap

    Hujan turun deras membasahi trotoar kecil di depan galeri lukisan. Lampu jalan berkedip lemah di antara kabut malam, sementara Saskia berdiri di pinggir jalan, tangan memeluk tubuhnya sendiri. Jaket tipis Anita yang dipinjamnya sama sekali tak menahan dingin yang merambat ke tulang.Setiap langkah menjauh dari galeri membuat hatinya terasa ditarik paksa. Ia ingin percaya Keenan akan menahannya, mengejarnya, atau setidaknya memanggil namanya sekali lagi. Tapi langkah kaki di belakang tetap sunyi.Saskia menoleh sekilas. Di balik kaca galeri yang buram oleh embun, siluet Keenan tampak berdiri kaku. Hanya menatap. Tidak bergerak. Tidak bicara.Tawa getir lolos dari bibir Saskia. Bahkan untuk sekadar menahan, kau tak mampu, Keenan.Hatinya seolah menjerit, memohon agar logikanya berhenti berharap. Tapi langkah kakinya tak mau diam di sana selamanya. Ia menunduk, membenahi tali tas kecil di pundaknya, lalu berjalan di bawah hujan.Setiap tetes air

  • Menantu Kontrak Sang Ceo    BAB 9 - Batas Gengsi Yang Retak

    Langit malam di atas kota seolah penuh sorot lampu dan suara klakson bersahutan. Tapi di dalam mobil hitamnya, Keenan hanya mendengar deru napas sendiri. Tangannya meremas setir, matanya menatap lurus ke depan seolah di kepalanya hanya ada satu tujuan: menjemput Saskia.Beberapa jam lalu, ia melempar Renata keluar mobil. Keputusan paling cepat yang pernah ia buat, dan anehnya… Keenan merasa sedikit lega. Tapi rasa lega itu digantikan panik begitu ia kembali ke rumah, hanya untuk mendapati kamar kosong. Saskia pergi. Mbok Marni bilang, gadis itu butuh menenangkan diri — tapi bagi Keenan, itu berarti alarm bahaya.Jika Saskia pergi sekarang, akankah dia kembali?Ponselnya berdering di kursi penumpang. Reno menelepon, lagi. Tapi Keenan mengabaikannya. Ia menepikan mobil, membuka pesan lama di kontaknya: Saskia. Tangan Keenan bergetar di atas layar. Ingin mengetik, ‘Di mana kau?’ Tapi jemarinya hanya terpaku. Sial. Kenapa kata sesederhana ini sulit keluar?

  • Menantu Kontrak Sang Ceo    BAB 8 - Luka Yang Tak Mau Pergi

    Setelah hujan reda, Saskia masih terjaga di kamar. Baju tidurnya lembap, sisa hujan di taman tadi belum sepenuhnya kering. Di kursi samping ranjang, Keenan duduk diam hanya menatap Saskia yang membelakangi dia di bawah selimut. Mereka seperti dua orang asing yang dipaksa tidur di ranjang sama.Saskia memejamkan mata, tapi pikirannya justru makin gaduh. Pelukan Keenan tadi di taman, kehangatan dadanya semua terasa nyata, tapi juga semu. Kalau memang tak mau aku pergi, kenapa tak pernah bilang kau butuh aku?“Kalau dingin, kau bisa bilang. Aku akan nyalakan penghangat ruangan,” suara Keenan pelan, parau. Tapi Saskia hanya diam. Punggungnya tetap kaku. Beberapa menit kemudian, Keenan berdiri, menarik selimutnya pelan. Saskia menahan napas, berharap ia bicara sesuatu. Tapi Keenan hanya menatapnya sesaat — lalu berjalan pergi ke sofa panjang, membiarkan dirinya terbungkus rasa sepi yang semakin menyesakkan.Pagi datang, membawa denting g

  • Menantu Kontrak Sang Ceo    BAB 7 - Retakan Di Antara Kebisuan

    Hujan semalam meninggalkan bau tanah basah yang samar menusuk hidung Saskia. Pagi ini, suasana rumah Aryasatya terasa lebih dingin dari biasaya, meskipun sinar matahari mencoba menembus tirai jendela yang setengah terbuka.Saskia masih duduk di pinggir ranjang, dengan mata bengkak bekas semalaman menahan tangis. Di sampingnya, ranjang Keenan kosong. Tidak ada jejak tubuh hangat di sana. Seperti biasa, Keenan pergi pagi-pagi sekali, tanpa sepatah kata pun. Dan Saskia terlalu lelah untuk bertanya ke mana. Ia menatap jemarinya yang saling menggenggam. Sampai kapan aku begini? Pertanyaan itu berputar di kepalanya. Ia tidak pernah menyangka bahwa perasaan bisa tumbuh begitu ruwet. Dulu ia pikir, ia hanya akan menunaikan kontrak, menutup hutang ayahnya, lalu pergi. Tapi setiap malam ia mendengar napas Keenan di sisinya, ia tahu… hatinya sudah tak bisa diajak kompromi. Saskia bangkit, merapikan bantal yang berantakan. Tatapan matanya jat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status