"Ya iyalah. Masa salahku? Apa salah ayah, atau Mia, begitu? Bahkan mereka sudah memperingatkan kalian! Tapi kalian ngotot. Kalau tidak, salahkan saja adik kamu yang manja itu! Suruh saja dia minta uang sama suaminya buat membayar hutang. Kan suaminya itu pengusaha. Cabang dari Perusahaan Mahendra Group. Kaya kan?" Sahut Farhan penuh kekesalan.Lalu Farhan ingin melangkah untuk keluar dari kamar."Kamu mau kemana, mas? Aku belum selesai bicara!" Silvia menarik tangan Farhan."Kerja!" Farhan menarik kembali tangannya."Ini kopinya diminum dulu, aku sudah buat, sayang!” Rayu Silvia, mau tidak mau dia harus bisa membujuk suaminya agar bisa mencarikan dana lagi untuk menutupi hutang-hutangnya.Tetapi rupanya Farhan sudah malas pusing."Nggak usah. Ini sudah siang. Nanti telat masuk Kantor, aku bisa dipecat pula, jadi pengangguran, tambah pusing malah!" Jawab Farhan kemudian melangkah keluar dari kamar.Saat membuka pintu, ada ibu mertuanya yang sedang berdiri di sisi depan pintu."Ibu.. Nga
"Kalau kamu nggak terima, antar Mia ke ibu kamu saja. Atau kamu bawa saja dia kerja!"Wibowo tidak lagi bisa protes. Dalam diam, dia hanya bisa bersabar menghadapi istrinya.Wibowo lebih memperhatikan Mia mulai saat itu. Sebelum berangkat kerja, dia akan memandikan Mia terlebih dahulu dan menyuapnya sampai kenyang kemudian berpesan, "Jangan nakal Nak ya, di rumah. Jangan ngerepotin Ibu. Nanti kalau mau mandi atau makan, tunggu ayah saja ya?"Mia yang pada waktu itu belum mengerti apa-apa hanya bisa mengangguk saja dan selalu menunggu ayahnya pulang di sore hari.Begitu Wibowo pulang, pertama yang dilihat adalah Mia. Segera memandikannya dan memberinya makan. Jika tidak, Mia tidak akan mandi dan makan seharian.Mia kecil tidak tahu apa-apa, kenapa ibu tidak menyukainya? Kadang dia bertanya pada ayahnya."Kenapa ibu tidak suka padaku, ayah?”“Ibu hanya capek saja. Makanya Mia jangan nakal ya nak. Nanti ibu juga sayang kok, pada Mia.” Ayahnya akan selalu menjawab demikian.Karena itu Mia
Mendengar ucapan istrinya seperti itu Gara sedikit tercengang. Dalam pikirannya, benarkah Mia sudah berbicara seperti itu pada ibu? Padahal selama ini Gara mengenal baik Mia. Istrinya ini adalah wanita yang lembut dan penyabar. Lalu dia langsung bertanya, “Kamu bicara seperti itu pada ibu?” Mia menggelengkan kepalanya, “ Enggak kok, cuma di dalam hati saja. Mana mungkin juga Mia tidak bicara sopan pada ibu. Biar bagaimanapun, aku tidak akan mungkin berbicara seperti itu. Terus apa bedanya Mia dengan ibu kalau begitu, kan?”Gara ingin tertawa jadinya, dia mengira jika istrinya benar-benar sudah bicara kasar seperti itu pada ibunya. “Terus, tadi bicara apa saja?”Saat Gara di kamar mandi tadi Mia melihat ponselnya berdering. Saat diperiksa, ternyata itu adalah ibunya yang memanggil.Itu sebenarnya Mia ragu untuk menjawab panggilan, tapi tidak bisa dipungkiri jika hatinya memang selalu merindukan ibunya. Rindu bukan karena telah lama tidak bertemu. Tetapi merindukan sentuhan tangan dan
"Iya. Nanti kapan-kapan ibu akan meminta maaf pada suamimu. Sekarang, bisakah ibu minta bantuan kamu dulu, Mia?" Jawab ibu terdengar begitu berterus terang jika perlu bantuan."Iya bu, bantuan apa? Kalau masalah biaya berobat ayah, tidak perlu khawatir. Suamiku sudah berencana untuk membawa ayah berobat ke rumah sakit besar dengan dokter spesialis agar Ayah sembuh dan tidak kambuh-kambuh lagi."Itu sudah pasti, Mia memang sudah pernah merundingkan ini dengan suaminya. Tujuan utama agar ayahnya bisa sehat kembali tanpa harus bolak balik berobat rutin bulanan. Tujuan yang kedua, Mia bisa menebak jika suatu hari nanti sakit ayahnya, bisa menjadi alasan Ibu dan saudaranya untuk memanfaatkan suaminya. Tentu saja Mia tidak ingin itu terjadi.Disamping dia ingin Ibu dan saudaranya sadar, agar bisa sedikit menghargai apa arti kekeluargaan tanpa harus memandang kedudukan dan uang, di samping itu juga, dia tidak ingin Gara salah paham jika sampai di manfaatkan oleh mereka. Sebagai istri, Mia
Iya, suami Dinda benar pengusaha. Tapi kalimat hanya orang kepercayaan, ditambah Perusahaan cabang kecil Gara, itu sudah cukup menjadi semacam kata hinaan halus dari Mia untuk suami Dinda yang ibu bangga-banggakan sampai rela berhutang kesana-sini.Dan kenyataan memang seperti itu adanya, selama persiapan pesta sampai pesta berakhir, seperak pun yang namanya Alex belum memberi bantuan kepada pihak keluarga wanita."Ya sudah, Mia. Ibu mau coba ngomong sama Dinda dulu." Suara ibu lemas, menutup panggilan tanpa sempat mengucapkan salam.Lemas sudah tubuh Bu Rita. Apa yang dikatakan oleh Mia tadi semua benar.Malu jika harus meminjam uang pada Gara, menantu yang dihina semasa ada di rumah ini.Penyesalan Bu Rita, kenapa tidak berbaik sedikit saja pada Gara kala itu? Kalaupun tidak suka setidaknya jangan diperlihatkan. Mungkin saat ini dirinya akan aman.Ada tempat meminta atau untuk menghutang.Terus sekarang dia mau kemana?Mana sejak pagi tadi Bibi Wati terus menelponnya. Puluhan kali t
"Minum, sayang.." Gara mengulurkan Jus jeruk dingin untuk istrinya."Sudah selesai ya?" Mia mulai terlihat lelah."Sudah. Capek ya?"Mia mengangguk manja."Nanti malam, aku bisa pijitin. Pijat Plus-plus malah." Suara Gara menggoda di sisi telinga Mia.Mia tersenyum malu, sambil mencubit kecil pinggang suaminya.Setelah memastikan semua selesai,kemudian mereka berganti dan bergegas pulang.Riko yang setia, mengantar mereka sampai ke apartemen.Begitu sampai di kamar, Mia langsung mandi dan selesai mandi dia ambruk di atas ranjang. Seharian ini, dia benar-benar merasa lelah.Gara hanya tersenyum melihatnya dan bergantian melangkah ke kamar mandi.Malam ini mereka tidur dengan keadaan bahagia.Pagi harinya, Gara terbangun karena merasa geliatan tubuh yang sedang dipeluk.Dia memijat kepalanya yang terasa sedikit pusing. Mungkin karena semalam mereka terlalu bersemangat, hingga baru tidur lewat tengah malam setelah urusan dewasa mereka selesai.Gara duduk sambil mengamati wajah Mia yang
Sebagai seseorang yang sudah cukup lama berada di dunia bisnis, tentu saja Gara sudah paham. Apalagi ini adalah detik-detik hari menuju peresmian pernikahannya.Apalagi saat ini, Gara belum sempat menempatkan beberapa penjaga khusus untuk menjaga Mia. Dia harus waspada dulu. Tidak ingin ada sesuatu yang bisa saja terjadi diluar dugaan, sampai pesta besar mereka nanti.Setelah itu Gara berencana akan membawa Mia untuk tinggal di rumahnya yang penuh pelayan dan penjaga."Gara, kamu tidak pergi kerja hari ini?""Hanya setengah hari. Ada pertemuan penting. Jika tidak, aku sebenarnya malas. Hari ini aku ingin seharian bersamamu."Wajah Mia merona ,merasa sangat diagungkan oleh suaminya."Aku mandi dulu." Gara bergerak untuk mengambil handuk.Sementara Mia masih dengan balutan selimut mengambil ponselnya.Ada banyak panggilan tak terjawab. Mia menggelengkan kepala ketika melihat jika sebanyak itu adalah panggilan dari Ibu. Kemudian dia membuka pesan Chat.Ibu mengiriminya pesan, kembali mem
"Apa Gara mau menangkap kita ya bu.?" Bisik Silvia penuh kecemasan."Menangkap kita bagaimana? Memang kita punya kesalahan apa?' bisik ibu kembali. Hatinya juga susah berdebar tak karuan."Kan kita sering menyakiti mereka dengan hinaan. Siapa tagu Gara tidak terima.""Iya ya. Ya Ampun, bagaimana ini?" Ibu sudah pucat."Bagaimana Pak, Bu?" Pria itu kembali bertanya."Ini maksudnya bagaimana ya? Menjemput untuk apa?" Wibowo yang bertanya."Jadi begini, Besok adalah hari dimana pesta pernikahan Tuan Gara dan Nyonya akan digelar. Jadi pihak keluarga Nyonya sudah harus ada di sana malam ini, untuk persiapan besok agar tidak terburu-buru."Hah! Ibu dan Silvia melompong. Baru saja ingin bertanya lebih lanjut, ponsel ibu berdering, kontak atas nama Mia yang memanggil.Ibu buru-buru mengangkat.“Mia," suara ibu menyapa begitu Lembut.Mia hampir tidak percaya."Bu, apa orang suruhan kami sudah datang?""Iya. Ini mereka ada di rumah. Maksudnya bagaimana?""Oh, begini Bu, kalian ikut saja ya kesini