Sudah beberapa hari, tapi belum juga ada kabar dari anak buah Riko. Mereka belum dapat menemukan keberadaan tentang keluarga Mia.Mia semakin gelisah dan bersedih. Tapi mau bagaimana lagi, dia tidak bisa menyalahkan anak buah Riko. Pernah suatu hari, Gara mengajaknya pergi untuk mencoba mencari keluarganya. Tapi sampai malam mereka tidak mendapatkan hasil apa-apa dan hanya pulang dengan kekecewaan."Sabar ya sayang. Mulai besok, Riko akan menyuruh anak buahnya untuk mencari keluar Kota. Siapa tahu, mereka pindah ke luar kota."Mia mengangguk, "Iya. Kita juga sudah berusaha.""Baiklah. Sekarang tidurlah." Gara menata bantal untuk sang istri. Mia mulai merebahkan tubuhnya dengan pandangan kosong menatap plafon.Gara tahu jika istrinya sangat gelisah memikirkan keluarganya. Setiap malam, dia sering melamun seperti itu.Gara sangat sedih melihat keadaan Mia. Dia tidak berani mengganggu. Hanya sesekali mencium bibirnya sekedar untuk menggodanya. Gara hanya rindu dan ingin melihat Mia ter
Karena dokumen itu berada di dalam sebuah map, Gara dapat melihat apa isinya."Kamu sedang mencari pekerjaan?" Gara bertanya sambil mengulurkan Map itu kepada Farhan.Farhan hanya mengangguk ragu sambil malu-malu.Gara lalu ikut masuk, dan Riko menjalankan mobilnya.Mereka turun dan memasuki sebuah rumah makan. Gara dan Farhan telah duduk, sementara Riko memesan makan siang."Mas Farhan. Kalian pindah kemana?" Tanya Gara."Kalian tahu kami sudah pindah?" Farhan malah bertanya."Minggu lalu, aku dan Mia mengunjungi kalian. Tapi rumah ibu sudah disita dan kalian tidak ada disana lagi. Kami bertanya pada para tetangga, tetapi mereka tidak ada yang tahu kalian pergi kemana. Kata mereka, kalian pergi malam-malam dari rumah itu. Benarkah?""Iya Gara. Kami pergi dini hari karena keinginan ibu dan Silvia. Mungkin Mlmereka malu kalau tetangga melihatnya."Gara menarik nafas. "Kalian tidak tahu, bagaimana keadaan Mia sekarang. Setiap saat dia menangis memikirkan kalian. Riko bahkan mengutus ana
Akhirnya mereka berjalan meninggalkan rumah makan dan kembali ke mobil.Jantung Farhan berdetak sangat kuat sampai tidak bisa ditenangkan, ketika mobil itu telah berhenti di depan rumah yang sangat besar dan mewah.Pikirannya langsung teringat pada Silvia. Istrinya itu yang paling ingin bisa berkunjung ke rumah Gara, tapi hari ini sungguh tidak menyangka, jika malah dia yang pertama datang ke rumah ini.Mereka menuruni mobil."Ayo, masuk." Gara mempersilahkan Farhan untuk masuk, sementara Riko pergi lagi untuk ke kantor kembali.Tubuh Farhan gemetaran ketika melangkah masuk. Matanya berputar ke segala arah.Ini sih, rumah sultan!Farhan berdecak kagum.Kalau Silvia ada disini, otomatis mulut cablaknya itu bakal menjerit terus. Yakin lah!"Ayo ke atas." Gara mengajak Farhan naik ke lantai atas dan menuju ruang keluarga.Gara memanggil pelayan dan memerintahkan untuk mengambil minuman serta cemilan."Mas Farhan, tunggu sebentar ya? Aku akan memanggil Mia."Farhan mengangguk, dia duduk u
“Baiklah. Ini uangnya." Gara mengulurkan uang kepada Farhan.Setelah Farhan turun dan terlihat memasuki restoran, Gara menceritakan tentang bagaimana dia bisa bertemu dengan Farhan dan masalah ketika makan di restoran tadi.Mata Mia berkaca-kaca, dia menangis lagi.Gara menepuk halus kepala istrinya."Sebentar lagi kita akan bertemu mereka. Kita akan membantu mereka. Jangan menangis lagi."Mia mengangguk dan meraih tangan Gara, menciumnya beberapa kali dan membawa ke pipinya."Terimakasih, Gara. Terima Kasih atas pengertianmu. Kamu suami yang terbaik."Gara tersenyum, dan meraih tisu untuk menyeka air mata Mia.Tak lama Farhan telah kembali dengan membawa beberapa kantong makanan."Sudah?" Tanya Gara."Iya, sudah.”Setelah Farhan duduk dengan baik, Gara kembali melaju ke arah yang ditunjuk oleh Farhan.Mobil tidak bisa masuk karena kontrakan mereka ada di dalam gang yang cukup sempit. Terpaksa Gara memarkirkan mobilnya di depan sebuah Toko setelah meminta izin kepada Pemilik toko. Tid
Gara mengangguk, lalu mengajak Farhan untuk menyusul ayah mertua.mereka. Dua pria itu berdiri dan kemudian keluar. Ketika di teras, Farhan memukul keningnya. “Oh iya, ada yang lupa.” Matanya menangkap kantong plastik makanan yang tergeletak di sana, dia cepat-cepat mengambilnya.“Kenapa, Mas?” Tanya Gara.“Makanannya lupa, pantesan, dari tadi kok seperti ada yang kurang? Untung tidak dimakan kucing.” Gerutunya sambil kembali masuk. “Sebentar ya.”“Sil, ada makanan dari Mia. Tadi aku lupa.” Farhan menaruh makanan itu di depan mereka. Wajah Silvia langsung terlihat ceria. “Ya ampun, Mia tahu saja sih kalau aku laper banget. Sudah lima hari nggak makan.” Silvia langsung membuka kantong makanan.“Lebay kamu! Baru setengah hari enggak makan, ngomongnya lima hari!” Sahut Farhan. “Bagiku setengah hari itu sama seperti lima hari rasanya. “Jawab Silvia, sambil memeriksa makanan.“Wah makanannya sangat lezat.” Silvia sumringah saat melihat makanan enak di depannya.“Eh, tunggu ayah. Jangan
“Ayah..” Kedua mata Mia sudah berkaca-kaca, dia berdiri menatap ayahnya. Lelaki yang sudah mulai keriput dengan rambut yang hampir berubah menjadi putih semua itu. Ayah yang sudah cukup tua, seharusnya tidak boleh bekerja keras lagi. Seharusnya sudah duduk manis di rumah menikmati masa tuanya dengan tenang. Tapi ini, Mia melihat sang ayah baru kembali dari pasar, bukan dari belanja tetapi menjadi kuli panggul disana.Entah bagaimana perasaannya saat ini ketika sekelebat bayangan ayahnya yang sedang memanggul beban berat di pundaknya terlintas di pikirannya. Hatinya mendadak seperti teriris, perih.Wibowo juga sama halnya dengan Mia, matanya memerah menahan air mata ketika menatap putrinya itu. Putri yang dulu tersisihkan dan dia bahkan tidak pernah membayangkan jika akan bernasib sebaik ini.Mia menghampiri ayahnya, dia meraih tangannya untuk menciumnya. Tapi Mia yang ingin menahan tidak bisa menahan diri lagi. Dia menubruk bapaknya dan kembali menangis. Kali ini tangisannya sangat k
Mereka semua terdiam, mereka sebenarnya paham dengan kekhawatiran Mia. Paham dengan kebaikan Mia yang sangat peduli dengan keluarganya. Itu semua bukan membuat Ibu ataupun Silvia senang, justru malah semakin membuat mereka malu dan merasa bersalah.Melihat istrinya gelisah, Gara kemudian angkat bicara untuk sebuah saran, “Begini saja. Bagaimana kalau untuk sementara ini kalian ikut kami dan tinggal di sana dahulu sementara. Nanti aku dan Mas Farhan akan mencari jalan keluar. Aku akan membantu Mas Farhan mendapatkan pekerjaan yang tepat, agar dia bisa menafkahi keluarga dengan baik. Aku dan Mia juga sudah pernah berjanji jika menemukan kalian maka kami akan membantu kalian. Jadi biarkan kami membantu kalian.”Mereka terdiam, begitu terharu dengan kebaikan hati Gara.Mia pada akhirnya bertanya pada suaminya dengan gelisah, “Kamu akan mendapatkan rumah ibu lagi kan, Gara?” Gara mengangguk, dia berkata dengan lembut. “Tentu saja, aku akan mendapat di rumah ibu lagi. Setelah itu mereka
“Ada banyak pelayan di sini, Ayah. Kata Gara, mereka sudah ada sejak beberapa tahun sebelum kakeknya meninggal dunia.”Ibu menepuk lembut lengan Mia, “Cepat hamil ya, Nak? Biar rumah ini ramai dengan canda tawa dan tangis anak kalian.” Ucap Rita.Mendengar ucapan ibunya mata Mia berkaca-kaca. “bu benar-benar sudah berubah, dulu dia tidak ingin dirinya hamil. Sekarang justru ibu menyuruhnya untuk hamil.“Apa Ibu senang kalau aku hamil?” Tanya Mia dengan ragu-ragu.Bu Rita menunduk. Dia mengira Mia masih menyimpan kekecewaan karena dia pernah melarangnya untuk hamil.“Mia,maafkan ibu pernah kesal saat mengira kamu dulu itu hamil. Sebenarnya ibu hanya khawatir dengan kehidupan kalian. Ibu tidak pernah tahu kalau suamimu semapan ini. Ibu hanya takut hidup kita yang masih susah akan semakin susah. Maafkan ibu ya?” Bu Rita kembali menangis.“Tidak mengapa, Bu. Aku mengerti apa yang dikhawatirkan Ibu saat itu. Skarang kan semua sudah berbeda. Aku dan Gara juga sedang berusaha. Doakan saja,