"Nona, hati-hati!"Raut wajah Muktar langsung berubah drastis. Secara naluriah, tubuhnya langsung melesat untuk melindungi Jesika. Pada saat bersamaan, dia juga melemparkan sebuah batu.Batu tersebut mengenai pergelangan tangan Jidon. Hanya membuat pria itu merasa kesakitan sejenak dan arah bidikannya sedikit melenceng saja."Bam ...."Peluru tersebut mengenai bagian perut Muktar. Setelah berteriak dengan menyedihkan, dia langsung terjatuh ke tanah dan kehilangan daya tempurnya."Sial! Tua bangka, kamu cukup hebat juga, ya!"Dengan ekspresi masam menghiasi wajahnya, Jidon mengusap-usap pergelangan tangannya dan berkata dengan tajam, "Tapi, juga sebatas itu saja.""Terlepas dari seberapa hebat kemampuanmu dalam bertarung, memangnya kenapa? Apa bisa lebih cepat dibandingkan peluru?""Seorang ahli bela diri yang dipekerjakan khusus oleh Keluarga Siantar, tapi aku juga hanya membutuhkan satu peluru saja untuk mengalahkanmu!"Saat berbicara, Jidon melangkah maju dan menginjak bagian perut M
"Tuan Besar Triadi sudah sekarat, sekarang Tuan Muda Alendo yang berkuasa atas Keluarga Siantar, nggak akan ada yang bisa menyelamatkan kamu dan ibumu!""Aku beri tahu kamu, biarpun aku menidurimu sekarang, nggak ada seorang pun dari Keluarga Siantar yang berani berkomentar!""Aku peringatkan kamu, jangan mencoba peruntunganmu. Kalau kamu menemaniku tidur dengan patuh sekarang, aku masih bisa mengucapkan beberapa patah kata baik tentang kalian di hadapan Tuan Muda Alendo, agar Tuan Muda membebaskan ibumu!"Walaupun postur Jidon pendek, tetapi saat ini dia memancarkan aura arogan seolah-olah tidak ada orang lain lagi yang bisa membantu Rivani dan Jesika selain dirinya.Dengan ekspresi muram, Jesika berkata dengan suara dalam, "Jidon, apa kamu kira Alendo bisa menguasai segalanya? Ibarat pepatah, serapat-rapat menyimpan bangkai, pasti tercium juga. Aku yakin ibuku bisa membuktikan dirinya nggak bersalah.""Saat itu tiba, kalau Alendo kehilangan kekuasaannya, bagaimana nasibmu yang adalah
Inilah kalimat yang ditunggu-tunggu oleh Yanti. Saat ini, dia berkata dengan terkejut sekaligus senang, "Terima kasih, Pak Jidon, aku pasti akan bekerja keras!"Wanita ini mengucapkan kata "bekerja keras" dengan penuh penekanan, membuat pikiran orang lain melayang ke mana-mana. Intinya, bagi yang paham, pasti sudah paham.Saat ini, sorot mata tajam Jidon tertuju pada Muktar. Dia mempertanyakan pria tua itu dengan dingin, "Muktar, aku dengar dari Yanti, saat di mobil tadi kamu menjelek-jelekkan Tuan Muda Alendo dan aku?"Muktar melangkah maju satu langkah, melindungi Jesika di belakangnya, lalu bertatapan dengan lawan bicaranya dan berkata, "Jidon, aku hanya berbicara sesuai dengan fakta, bagaimana bisa disebut dengan menjelek-jelekkan?""Memangnya Alendo nggak menuduh Nyonya dan merebut kekuasaan?""Jidon, memangnya kamu bukan sedang membantu para penjahat melakukan tindakan kejahatan? Hanya seorang pengurus sepertimu saja berani membantu Alendo menindas anggota inti Keluarga Siantar?"
"Sebelumnya kalian sudah mengikuti Rivani bertindak semena-mena, tapi Tuan Muda Alendo nggak mempermasalahkan hal-hal yang sudah berlalu dan tetap memberi kalian kesempatan untuk menjalankan tugas bersamaku di Kota Banyuli. Dia ingin memberikan kalian kesempatan untuk berubah!""Tapi apa yang kalian lakukan? Kalian malah diam-diam membawa wanita ini kabur.""Kalian benar-benar nggak takut mati, hah?!"Muktar tidak bereaksi, tetapi sekujur tubuh Yanti sudah gemetaran, raut wajahnya juga berubah menjadi pucat pasi.Dia tahu jelas saat ini nasib mereka semua ada di tangan orang lain."Pak Jidon, kamu sudah salah paham padaku. Bagaimana mungkin aku membawa Jesika kabur?"Sambil menunduk, Yanti segera berlari-lari kecil menghampiri pria paruh baya itu, lalu berbicara padanya dengan sikap penuh hormat."Sebenarnya, saat Jesika diam-diam kabur tanpa sepengetahuan Pak Jidon, aku takut dia melakukan tindakan ekstrem kalau aku menghentikannya. Jadi, aku nggak punya pilihan lain selain mengikutin
"Tin ... tin ...."Saat ini, konvoi yang dipimpin oleh Jidon juga sudah berhasil mengejar Jesika dan yang lainnya, mobil mereka sudah sejajar. Pada saat bersamaan, mereka juga menurunkan jendela mobil dan membunyikan klakson. Selain itu, seorang pria berjenggot yang duduk di kursi penumpang samping pengemudi juga mengisyaratkan Jesika untuk menurunkan jendela mobil."Nona Jesika, ikuti kami. Kalau kami menyuruhmu berhenti, kamu harus berhenti."Pria yang duduk di kursi penumpang samping pengemudi itu bersiul sambil tertawa main-main pada Jesika.Melirik mobil-mobil berwarna hitam itu telah mengepung mobilnya, Jesika tidak punya pilihan lain selain mengikuti instruksi pria itu.Setelah mobil melaju sejauh ratusan meter, konvoi tersebut belok ke sebelah kanan, menuju ke sebuah tanah kosong di pinggir jalan."Bam ... bam ...."Mobil-mobil berwarna hitam lainnya juga melaju ke tanah kosong tersebut. Setelah mobil berhenti, satu per satu dari pintu mobil-mobil tersebut pun terbuka.Tak lama
Walaupun Jesika tidak tahu Yanti sedang mengirimkan pesan kepada siapa, tetapi samar-samar dia sudah bisa menebak sesuatu.Sementara itu, meskipun jarak di mana dirinya sekarang dengan lokasi janji temu dengan Ardika sudah sangat dekat, tetapi tetap saja waktu janji temu belum tiba.Karena itulah, dia meletakkan ponselnya di sisi yang tak terlihat oleh Yanti, lalu diam-diam menghubungi nomor Ardika. Namun, tanpa menunggu Ardika menjawab panggilan teleponnya, dia langsung mengakhiri panggilan telepon tersebut.Dengan begitu, tidak akan terdengar suara. Selain itu, dia yakin dengan kekompakan antara dirinya dengan Ardika, Ardika pasti sudah mengerti maksudnya."Brum ...."Tepat pada saat Jesika telah menghubungi Ardika beberapa kali secara beruntun dan baru saja menyimpan kembali ponselnya, tiba-tiba terdengar suara deru mesin mobil yang keras dari arah belakangnya.Melalui kaca spion mobilnya, Jesika melihat ada sekitar sepuluh buah mobil berwarna hitam yang tengah mengejar mobil BMW X7
"Tadi aku hanya terburu-buru ingin menengahi pertengkaran antara kamu dengan Pak Muktar, nggak memperhatikan perasaanmu.""Sekarang aku minta maaf padamu.""Tolong turunkan pistolmu, ya. Bagaimanapun juga, kalian adalah rekan. Kalau ada masalah, bisa dibicarakan secara baik-baik."Melihat sikap Jesika ini, Muktar yang juga adalah orang cerdas juga sudah memahami sesuatu. Dia juga ikut menimpali. "Yanti, karena Nona sudah berbicara begitu, maka aku minta maaf padamu. Aku memang mengandalkan senioritasku.""Nona benar, kita adalah rekan.""Di saat genting seperti ini, kita harus bersatu, membantu memikirkan cara untuk membuktikan Nyonya nggak bersalah dan menghancurkan rencana jahat Alendo dan yang lainnya.""Kalau di saat seperti ini kita malah terlibat konflik internal terlebih dulu, bukankah akan menjadi bahan tertawaan orang lain?"Jesika juga mengangguk."Baiklah, karena kalian sudah meminta maaf, maka aku nggak akan mempermasalahkan hal yang sudah berlalu lagi!"Melihat dua orang i
Pertengkaran di dalam BMW X7 itu makin lama, makin sengit. Situasi di dalam mobil pun kian memanas."Menampar mati aku dengan satu tamparan?"Yanti mencibir. Kemudian, dia langsung menoleh, mengangkat lengannya dan membidik Muktar dengan pistolnya. Lalu, dia berkata dengan nada bicara arogan, "Eh, Muktar si tua bangka, coba saja kalau kamu berani menyentuhku!""Di zaman sekarang ini, apa kamu pikir kekuatan individual masih segala-galanya?""Percaya atau nggak, aku akan langsung menembak mati kamu dengan satu tembakan!"Saking kesalnya, janggut Muktar sampai bergetar dengan kencang.Dalam ruang sekecil ini, dia tidak takut pada senjata api dalam genggaman Yanti.Namun, dia tidak menyangka wanita ini malah berani membidiknya dengan senjata api!Bahkan Jesika juga sudah tidak tahan menyaksikan pemandangan itu lagi. Secara naluriah, dia ingin menghentikan mobilnya. Namun, karena takut kalau dia menginjak rem terlalu mendadak, Yanti akan refleks menembak. Dia hanya bisa memperlambat laju m
"Yanti, kamu sendiri juga tahu jelas selama ini pihak Alendo dan Nona sekeluarga nggak cocok. Sekarang dia sudah menemukan kesalahan Nyonya, tentu saja dia nggak akan memedulikan hubungan kekeluargaan. Dia hanya ingin menyingkirkan Nyonya!""Sekarang Nyonya sedang dikurung, aksesnya dengan dunia luar terputus. Menghadapi Alendo, dia sama sekali nggak berdaya untuk melakukan serangan balik.""Selain itu, kalau ingin membersihkan nama Nyonya dan agar Nona sekeluarga tetap bisa bertahan di Keluarga Siantar, hanya bisa mengandalkan kekuatan Nona.""Jadi Nona pergi ke ibu kota provinsi untuk mencari Tuan Ardika, aku sangat setuju.""Walau sebelumnya Tuan Ardika pernah memukulku, aku nggak memendam kebencian terhadapnya, karena orang ini adalah orang yang berkemampuan, orang yang bisa membantu Nona sekeluarga menghadapi kesulitan saat ini.""Apa kamu nggak lihat Nyonya selalu memujinya dan sudah menganggapnya sebagai menantu?"Awalnya Jesika sama sekali tidak bersuara.Namun saat ini, begitu