Share

Berulah

“Masa jemput Zara saja kau lama? Jangan-jangan kau sengaja ya biar tak masak makan malam?” tuduh Mika sadis.

Bila Kevin tak ada, Keluarga Johanes biasanya mempekerjakan satu pelayan untuk bersih-bersih. Namun, tidak ada yang pernah menginap.

Jadi, perihal makan selalu mereka urusan sendiri-sendiri. 

Hanya saja, setiap kali ada Kevin, Galen dan keluarganya ini seolah mengambil untung dengan menjadikan suami Zara itu layaknya pelayan penuh waktu di rumah itu. Bahkan, seperti budak!

Kevin hanya bisa menerima itu semua sembari menunggu rencananya berjalan.

Hanya saja, Zara kali ini benar-benar tampak tak suka. “Ma, kok gitu ngomongnya? Biasanya, kalau tidak ada Kevin, kita beli makanan secara online.”

“Lagipula, Zara yang minta antar Kevin untuk casting peran utama di sinetron yang akan tayang dua bulan lagi,” sambungnya lagi.

Mendengar kata “sinetron”, mata Mika berbinar.

Ini tandanya Zara akan mendapat uang lagi untuk keluarga mereka.

“Lalu, bagaimana hasilnya? Kau berhasil ‘kan mendapat peran itu?” tanya Istri Galen itu dengan antusias.

Zara menghela napas.

Diambilnya ponsel yang baru saja berdering.

Kebetulan, di sana ada pemberitahuan kalau Zara lolos mendapatkan peran utama itu.

Hal ini sontak membuat Zara terperanjat.

Tak lama, ia pun menatap Kevin dengan tersenyum bahagia.

Melihat itu, Kevin ikut tersenyum. Hanya saja, diam-diam, dia berjanji dalam hati bahwa sampai kapanpun, Zara tidak boleh tahu kalau semua kemudahan yang dia alami karena Kevin.

Saat Kevin hendak memberikan selamat, tiba-tiba saja Mika sudah memeluk Zara.

“Selamat, ya, Sayang! Kau benar-benar membuat Mama dan Papa bangga,” ucapnya cepat.

Setelah ia mengurai pelukan, Jenni ikut menyelamati Zara. “Selamat ya Kak.”

Anak Galen dan Mika itu sangat senang karier sang kakak semakin cemerlang karena tandanya kehidupan mereka tak akan pernah jauh dari kemewahan.

Galen juga tampak bahagia. “Kalau begitu, kau akan semakin terkenal, Nak.”

“Lebih baik, sekarang kau segera ceraikan lelaki tak berguna itu. Papa akan mencarikan jodoh yang sepadan denganmu,” ucapnya santai seolah pernikahan Zara bukanlah sesuatu yang besar.

“Pa!” tegur Zara tak suka, “berhenti bicara seperti ini, Pa. Sampai kapanpun, Zara tidak akan pernah bercerai dari Kevin karena ini adalah wasiat Kakek.”

Galen jelas geram.

Ekspresinya tampak menggelap. “Zara!” bentaknya, “sekarang, kau tinggal pilih! Menjadi janda karena perceraian atau menjadi janda karena dia mati!”

Pria tua itu tampak serius dengan ancamannya yang terang-terangan menginginkan kematian sang menantu.

Galen bahkan tidak peduli pada Kevin sama sekali. 

Dengan santainya, dia kembali berbicara, “Papa benar-benar akan membayar orang untuk menghabisi lelaki tak berguna ini bila kalian tak segera bercerai!”

Zara mengepalkan tangan kanannya kencang–menahan emosi.

“Jika itu terjadi, Papa juga akan melihat Zara tak bernyawa lagi,” balasnya cepat.

Dia pun segera berlalu dari sana sembari menggandeng Kevin yang menahan senyum karena dibela habis-habisan oleh sang istri.

Meski demikian, Kevin tak bisa memungkiri bahwa kebenciannya pada Galen semakin bertambah.

‘Membunuhku?’ batin Kevin dalam hati, ‘yang ada, kau mati lebih dulu di tanganku Galen.’

Dalam diam, Kevin meminta bawahannya untuk mempercepat proses pencarian bukti kejahatan Galen.

Tanpa terasa, satu minggu pun berlalu sejak pertengkaran kecil di kediaman Johanes. 

Ia sudah pamit ke Zara untuk menjadi “bodyguard” di West Country. 

Dan diam-diam kembali ke rutinitasnya sebagai pimpinan tertinggi di perusahaan milik keluarga Adamson.

Untungnya, tak ada masalah yang berarti di perusahaan.

Seperti biasa, tangan dingin Kevin mampu membawa perusahaan warisan sang papa menjadi semakin besar dan mempertahankan posisi nomor satu di dunia. 

Tok tok tok!

Pintu ruangan Kevin tiba-tiba diketuk oleh Dimas.

Padahal, dia dan sang asisten baru saja selesai memimpin meeting di aula kantornya. 

Sepertinya, sekarang ada tamu tak diundang ingin menemui dirinya.

“Masuk!” ucap Kevin memberi izin.

“Permisi, Tuan,” ucap Dimas hormat, “Di luar, ada Tuan besar Daniel ingin menemui Anda.”

Kevin menghela nafas panjang. Benar dugaannya.

Entah apa yang akan dilakukan saudara tiri almarhum Mamanya itu.

“Ck. Mau apalagi dia datang?” kesal Kevin. 

“Saya kurang tahu Tuan,” jawabnya, “mohon maaf. Apakah Anda mengizinkannya masuk atau tidak?”

“Sejak kapan orang itu menerima penolakan?”

Dimas pun paham maksud perkataan Bosnya dan segera keluar untuk mengajak Daniel masuk ke dalam ruang kerja sang keponakan.

“Vin,” sapa pria berpenampilan perlente itu begitu masuk.

Kevin membalas uluran tangannya, lalu mengajak sang paman tiri untuk duduk di sofa yang ada di dalam ruang kerja mewahnya.

“Duduk Paman,” ucap Kevin.

“Hmmm,” sahut pria itu dengan gumaman.

“Dari mana saja kau sampai dua minggu menghilang dari Kota ini? Perjalanan bisnis apa yang sedang kau lakukan sampai selama itu?” tanyanya mendadak, seolah memberi perhatian.

Meski demikian, Daniel sebenarnya tidak peduli apapun yang dilakukan sang keponakan.

Yang dia mau hanyalah Kevin segera menikahi Raras–anak semata wayangnya. 

Harta kekayaan dari almarhum papa tiri Daniel atau kakek Kevin dari pihak ibu sebenarnya tidak sedikit. Namun, jelas tak ada apa-apanya dibandingkan milik keluarga Adamson.

Dengan pernikahan itu, Daniel bisa membayangkan dirinya ikut memiliki harta kekayaan keluarga Adamson yang tak akan habis untuk tujuh keturunan.

“Ada kerjasama dengan kepala militer di kota lain,” ucap Kevin membuyarkan lamunan Daniel, “ngomong-ngomong ada apa ya tumben pagi-pagi Paman sudah datang?”

Kevin sengaja mengalihkan pembicaraan mereka.

Tujuannya agar cepat lelaki busuk ini keluar dari kantornya karena ia sudah muak dengan topengnya.

Namun, Daniel tampak tak tersindir. 

Dengan santainya, ia berkata, “Ini Raras titip undangan ulang tahun buatmu. Paman harap kau tak mengecewakannya lagi.”

Pria tua itu lalu menyerahkan kartu undangan yang cukup mewah untuk undangan ulang tahun.

“Kenapa ya kalian suka sekali berpesta?” sindir Kevin–mengomentari kebiasaan keluarga sang paman tanpa melihat isi undangannya.

Daniel tertawa. “Karena hidup ini adalah kebahagiaan. Jadi apapun yang  kami bahagia maka akan kami lakukan.” 

“Dan, tak ada alasan lagi untuk tidak datang,” tambah Daniel penuh penekanan.

Kevin tak merespon. 

Dia justru melihat ke arah ponselnya untuk menghilangkan bosan karena kehadiran sang paman di kantornya.

Namun, sang paman lagi-lagi mencari gara-gara.

Dengan tidak tahu malunya, Daniel bertanya, “Kapan kau akan menikahi Raras?” 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Tresno Yuliyanto
mantap tpi sayang harus banyak koin utk klanjutan crita
goodnovel comment avatar
Ermon Idrus
bagus ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status