“Ini semua gara-gara kau. Harusnya kau yang mati!”Bugh BughJenni murka karena sang papa yang justru menjadi korban racun itu. Dia memukul Kevin bertubi-tubi.Tadi dokter menyampaikan kalau Galen kritis dan Jenni takut sang papa benar-benar pergi. Zara yang terkejut bertanya, “apa maksudnya harusnya Kevin yang mati?”Seketika Mika menarik tangan Jenni untuk duduk kembali di sampingnya, “bukan apa-apa. Adikmu hanya lagi panik.”Mendengar jawaban sang mama membuat hati Zara kembali tergelitik untuk mencari tahu kebenarannya.“Antarkan aku ke kantor polisi untuk membuat laporan polisi.”Kevin yang hendak berdiri untuk mengantarkan sang istri tiba-tiba mengurungkan niatnya setelah suara melengking Mika kembali terdengar.“Situasi sedang seperti ini kau mau pergi. Memang polisi bisa bikin Papa-mu cepat sembuh huh?”Kevin menarik tangan sang istri untuk kembali duduk. Dia paling tidak bisa melihat wanita yang dia cintai kena marah seperti ini.Pintu ruang ICU terbuka, Mika dan kedua anakn
“Om pasti senang sekali kalau tahu Nak Irfan melunasi semua biayanya,” puji Mika Johanes lagi.Zara berdiri dari duduknya lalu pergi menuju taman yang berada di lantai bawah. Kevin menyusul di belakangnya.“Aku anak siapa?” Meski suara Zara lirih dan nyaris tak terdengar nyatanya Kevin masih bisa mendengarnya.Kevin duduk di samping sang istri lalu berujar, “ya anak Mama dan Papa.”Zara bukan orang bodoh yang bisa gampang percaya begitu saja ucapan Kevin disaat golongan darahnya tak sama dengan kedua orang tuanya.“Apa jangan-jangan aku bukan cucu kandung kakek juga?”Kevin tersenyum, “wajahmu sangat mirip dengan kakek, bagaimana kau bisa berpikir kalau kau bukan cucu kandung Kakek.”Ucapan Kevin benar juga, tapi Zara tetap harus menemukan jawaban atas keraguannya ini.“Apa mungkin seorang anak kandung bisa jadi punya golongan darah yang berbeda dengan kedua orang tuanya?”Kevin tak mau terjebak dalam pikiran rumit istrinya. Dia memilih untuk diam.“Hey kau mau kemana?” terik Kevin s
Dua hari berikutnya Kevin akan mewakili langsung perusahaannya untuk mendapatkan tender di Kota ini.Dia harus tunjukan pada Irfan kalau orang yang dianggapnya hanya orang asing ini adalah orang yang jauh lebih baik dari pengusaha lokal.Kevin juga sedang membangun anak cabang perusahaan yang ke 140 dan kali ini untuk pertama kali perusahaannya akan berdiri di Kota Victoire.“Apa semua berkasnya sudah siap?”Kevin saat ini ada di dalam mobil mewahnya yang dikemudikan oleh Dimas.Sang Presdir sedang mengganti pakaian lusuhnya menjadi pakaian rapi dan mahal. “Sudah Tuan. Tapi saingan berat anda kali ini Irfan,” ucap Dimas.Kevin menipiskan bibirnya, sang Presdir cukup percaya diri untuk melawan siapapun termasuk Irfan.“Jangankan dia, Papanya sekalipun aku tidak takut. Meski kita bukan warga asli kota ini dan dianggap hanya sebagai orang asing, namun harus dibuktikan kita lebih baik dari mereka.”Dimas mengangguk menyetujuinya. Sesekali Irfan memang harus diberi pelajaran agar tidak so
“Makanya kalau mau jadi pengusaha sukses otak harus dipakai. Ucapan harus realistis karena ini bisnis bukan janji saat kampanye.”Pertemuan hari baru berakhir dan mereka akan segera kembali ke rumah masing-masing.Namun Kevin tak lupa mendekati Irfan hanya untuk meledek orang itu.“Belajar lebih banyak lagi soal bisnis ya? Masih bau kencur ngaku CEO.”Kalimat menohok Kevin sebelum pergi dari ruangan itu membuat Irfan kesal.Sang CEO mengejarnya hanya untuk membalas Kevin dengan ancaman.“Aku akan membongkar identitas aslimu. Dan kau tahu betapa bencinya Zara karena merasa dibohongi olehmu,” ucapnya penuh penekanan.Kevin tergelak.“Kalau Zara sebenarnya sudah tahu siapa aku,” jawab Kevin bohong.Niat untuk membuat Kevin terkejut kini malah dirinya yang tercengang.“Tapi kalau kau mau membongkar identitas asliku di depan dua pendukungmu yang bau tanah itu, apa mungkin mereka tidak malah tunduk padaku setelah tahu aku konglomerat.”Kalau ini bukan tempat umum ingin sekali rasanya Irfan
“Tuan saya sudah reservasi restoran untuk anda dan Nyonya,” ucap Dimas.Kevin mengangguk, ‘terima kasih Dimas,” sahut Kevin.Keduanya masih berada di proyek dan akan segera menuju ke lokasi syuting Zara.Kata Pedro hari ini Zara banyak menangis bahkan tak konsentrasi syuting hanya karena memikirkan mengenai golongan darahnya yang tak sama dengan kedua orang tuanya.“Kita berangkat sekarang,” ajak Kevin.“Baik Tuan,” jawab Dimas.Mereka berpamitan pada kepala proyek, lalu menuju ke parkiran.Dimas membukakan pintu untuk sang atasan.Setelah memastikan Kevin duduk dengan nyaman sang asisten memutar setengah badan mobil untuk duduk di balik kemudi.Dimas menginjak pedal gas lalu melaju dengan kecepatan sedang menuju ke lokasi syuting Zara.“Tuan apa Nyonya tidak marah karena anda harus kembali malam ini juga?” Ada salah satu klien pemasok bahan baku menolak mengirim bahan baku ke Adamson Corporation sehingga stok di gudang semakin menipis.Kevin harus turun tangan langsung menyelesaikan
“Jadi dia tetap tidak mau membahas ini dengan kalian?” tanya Kevin pada bawahannya. Hari ini pemilik perusahaan kecil yang sengaja menghentikan untuk mengirim bahan bakunya ke Adamson Corporation sudah mau memenuhi undangan untuk datang. Akan tetapi tetap saja dia menolak untuk melakukan diskusi dengan tangan kanan Kevin di kantor.Pemilik bahan baku itu juga meminta harganya untuk menaikan dua kali lipat dan ingin agar bertemu langsung dengan Kevin tidak dengan yang lain.Kevin mendengus pelan lelaki tampan sejuta pesona itu sedang berdiri di samping jendela menatap ke bawah di keramaian kota West Country.Pria itu juga menatap gedung-gedung pencakar langit yang berada di sekitar perusahaan miliknya.Sebab memang gedung Adamson Group dibangun di wilayah khusus perkantoran.Jadi di sekitarnya memang padat area kantor baik perusahaan swasta maupun BUMN.“Benar Tuan, beliau tetap menolak untuk melanjutkan meeting bila bukan anda langsung yang memimpin meeting,” ucap Dimas memberi lap
“Terima kasih Tuan,” jawabnya.Sang presdir lantas duduk di kursi kebesarannya sambil menyilangkan kedua kakinya.Pria tua itu menggeram dan menarik tangannya kaku. Suara bariton sang presdir membuat nyali pria tua itu sedikit menciut.Padahal tadi dia begitu menggebu-gebu ketika berhadapan dengan Daffa, Dimas dan juga beberapa tim produksi.Sambil menghela nafas panjang pemilik bahan baku itu pun duduk di hadapan Kevin.‘Kenapa suasananya mendadak horor?’ tanyanya di dalam hati.Pria tua itu lantas mengelap keringat di dahinya meski ruang meeting itu memiliki pendingin udara yang sudah bekerja dengan maksimal.Ia baru tersadar, pria muda di depannya itu bukan sembarang orang yang mudah untuk ditaklukkan.Perusahaan yang berdiri megah di kota West country dan memiliki banyak anak cabang di seluruh dunia.Bahkan perusahaan itu seratus kali lipat lebih besar dari perusahaan pemilik bahan bahan tersebut.Tapi perusahaan Kevin sedang membutuhkan kerja samanya sekarang. Seharusnya dia b
Pria tua itu semakin ketakutan saat Kevin menerima telepon dari seseorang.“Anda sudah mengacaukan jadwal kerja saya dengan hal sepele macam ini. Anda dan anak anda harus menerima ganjarannya.”Pria tua itu berlutut di depan Kevin, tapi sang presdir memintanya untuk berdiri.Sebab apapun yang dia lakukan tak bisa meredam amarah Kevin.“Tolong jangan lakukan itu pada anak semata wayang saya, Tuan. Saya mengaku kalau saya bersalah pada anda dan bawahan anda, Tuan. Saya tidak akan memberi syarat apapun," jelasnya gugup.Kevin menoleh ke arah Dimas dan berujar tegas, "segera lakukan, Dimas!"Suara Kevin sedikit membentak Dimas hingga membuat semua yang ada di ruang meeting ketakutan.“Tuan, Anda bisa meminta apapun dari saya. Tapi tolong, jangan hancurkan karir anak saya. Ini adalah impiannya sejak kecil Tuan." Pria tua itu kembali menghiba. Ia menatap Kevin dengan pandangan memelas dan penuh permohonan.Bagaimanapun dia sudah membangunkan macan tidur. Apa jadinya jika sang anak kesayan