Arya membaca pesan yang menaikkan darahnya membuat tangan mengepal erat hingga wajah memerah seraya menggeser foto Cahaya yang mengenakan dress berwarna putih yang menampakkan belahan dada sambil duduk di meja dan memegang gelas berisi vodka sambil tersenyum. Ia berpikir sejenak untuk mencari cara agar bisa menyelamatkan istrinya yang jaraknya sangat jauh darinya. Jarak yang harus ditempuh olehnya bersama dua pengawal beribu kilometer dan harus menuju bandara terlebih dahulu. Sedangkan, seorang tak dikenal mengirim pesan dan foto sang istri yang kesadarannya tidak penuh. Hitungan menit, ia menemukan cara efektif untuk bisa menyelamatkan Cahaya dari tangan kotor yang berusaha menyentuhnya. Arya beranjak dari kursi sembari mengirim pesan kepada salah satu teman kuliahnya yang sangat berjasa dalam hidupnya. Nama teman itu tidak akan pernah dilupakan olehnya karena pernah menyelamatkan hidup yang kedua kali. Nama teman kuliah dengan berambut pendek
“Kamu coba lihat lokasi yang kubagikan kepadamu. Aku baru saja membagikan lokasinya dan kamu pasti tahu lokasi itu karena mudah dicari dan menjadi tempat hiburan para orang berduit.” “Oke, aku lihat. Terima kasih informasinya dan tolong amankan istriku. Dia mau berbuat macam-macam dengannya.” “Oke. Kamu kalau datang ke sini hati-hati karena banyak pria yang suka memalak dan membawa senjata tajam yang tertutup oleh jas panjang di bagian pinggang sebelah kiri dan semuanya berjenggot. Ada tiga pria berdiri di depan lokasi yang kubagikan, semua berjenggot dan bersenjata ditambah mengenakan topi koboi sambil merokok. Jika kamu ingin masuk maka katakan kepada mereka bahwa kamu sudah menyewa perempuan di lokasi ini.” Taufan memberi pesan kepada Arya dengan sangat hati-hati. “Siap. Terima kasih informasinya. Aku menuju ke sana bersama kedua temanku,” kata Arya sambil terus melangkah menuju pintu keluar bandara. Arya mematik
“Cahaya?” sontak Arya saat melihat Cahaya yang terbaring di kasur dengan pakaian lengkap dan ditemani oleh temannya sambil melangkah perlahan menuju kasur lalu duduk di tepi kasur. Arya memandang Cahaya dengan khawatir sembari membelai rambutnya yang sedikit kusut. Ia memeriksa tangan, pundak, leher dan punggung, apakah ada luka atau tangan yang menyentuh tubuhnya? Setelah diperiksa dengan teliti dan beberapa menit, ia tidak menemukan bekas tangan di bagian tubuh sang istri. Namun, saat mata hendak beralih ke arah pipi, sebuah goresan kecil di sudut bibir terlihat olehnya. Ia memegang dan mengelus luka kecil itu sambil mengernyitkan dahi. Arya menggosokkan dua jari perlahan dan merasakan luka yang telah mengering. Bagaimana bisa bibir Cahaya terluka? Apakah dia ditampar atau Keanu melakukan hal buruk kepadanya? “Cahaya baik-baik saja, Arya. Kamu jangan khawatir,” kata Taufan pelan. “Bagaimana bisa kamu
“Tanpa harus kujawab, kamu bisa menggambarkan sendiri. Apa pun gambaran yang ada di pikiranmu, terserah,” jawab Taufan datar sambil menatap Arya. Arya membisu dengan menghela napas panjang saat melihat ekspresi Taufan yang tidak berkenan untuk menjawab pertanyaan yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan. Semua orang punya masalah pribadi yang tidak semua perlu diketahui oleh banyak orang. Ia cukup menundukkan pandangan setelah ditolong olehnya meskipun telah berteman lama. Pertemanan dengan waktu yang cukup lama, tidak menutup kemungkinan bisa bebas mengatakan dan menanyakan apa pun termasuk masalah pribadinya. Berbeda dengan seseorang yang terbuka atau memulai bercerita tentang masalah pribadi yang dimiliki. Semua yang terjadi dalam kehidupan masing-masing tidak ada yang tahu dan memang tidak perlu diberitahukan kepada siapa pun. “Terima kasih.” “Sama-sama. Semoga suka dengan pelayanan yang ada di ruma
“Posisi Tuan muda di rumah Mas Taufan?” tanya Willy di balik handphone.“Iya. Kenapa? Ada apa?”“Apakah semuanya baik-baik aja?” Willy malah mengajukan pertanyaan kembali.“Aku baik-baik aja. Pak Willy jangan khawatir. Aku mau melanjutkan perjalananku dulu.”“Tunggu, tunggu, Tuan muda.” Willy mencegah Arya yang akan menutup panggilannya.Arya berdesis sambil mengernyitkan dahi. Ia pun heran dengan nada yang didengar di balik handphone. Nada khawatir akan sesuatu yang terjadi, tetapi tidak diketahui olehnya. “Ada apa? Apakah ada berita buruk dari Ayah?” tanya Arya yang tiba-tiba kepikiran dengan kondisi ayahnya.“Bukan, Tuan muda. Tuan besar baik-baik saja. Saya ….”“Jika masih panjang untuk dibahas maka nanti saja membahasnya karena aku sedang sarapan bersama Taufan.” Arya memotong pembicaraan Willy lalu mematikan panggilan masuk darinya.Arya sengaja memotong pembicaraan Willy yang belum selesai karena merasa ditunggu oleh Taufan untuk sarapan bersama. Jika maka
“Permisi, Tuan, handphone tolong dimatikan atau mode pesawat,” kata pramugari yang melewatinya dengan ramah. “Baik.” Arya mengganti mode handphone menjadi mode pesawat lalu meletakkan handphone di dalam kantong jaket. Ia mengenakan sabuk pengaman yang dipasang di bagian pinggang. Pesawat yang ditumpanginya lepas landas. Arya memandangi Cahaya yang memejamkan mata dengan santai. Namun, ia masih bertanya-tanya atas sesuatu yang terjadi padanya selama beberapa hari belakangan. Setelah pesawat lepas landas, ia melihat foto yang dikirim oleh dua pengawal. Jemari memperbesar foto pria yang mengenakan jaket cokelat dengan kacamata di atas kepala. Rambut berwarna hitam kecokelatan dan tampak sedang bersantai, tetapi tangan kanan sibuk memegang handphone dan terlihat seperti sedang menghubungi atau mengirim pesan ke seseorang. Jemari kanan terdapat sebuah cincin yang melingkar dan tanda lahir di dekat hidung sisi kiri.
“Di belakangmu, ada dua pria asing sedang mengawasi kita. Satu pria, sudut kananmu mengenakan jaket cokelat dengan kacamata hitam dan rambut lurus. Sudut kirimu ada satu pria lain berkulit hitam, pakaian serba hitam dan mengenakan kacamata hitam. Mereka baru saja menuruni pesawat dan pandangan mengarah ke kita.” Kedua pundak Cahaya naik secara bersamaan disertai dengan napas naik turun cepat. Keterkejutan yang didapatkan olehnya, seperti kaki yang membeku saat berada di gunung es. Namun, Arya dengan cepat menenangkan istrinya yang terkena serangan panik. “Sayang, dengerin aku. Apa pun yang terjadi nanti, aku gak akan tinggal diam. Sekarang, kamu ambil lalu buang napas perlahan. Lakukan yang kukatakan.” “A-aku gak bisa lakuin itu. A-aku ingin pergi dari si-sini sek-sekarang juga,” kata Cahaya terbata-bata. Saat Cahaya menghadapi situasi yang terdesak dan pikiran sedang penuh dengan masalah maka akan mengalami seranga
“Mobil ini lebih nyaman dari sebelumnya.” Arya menjawab dengan padat tanpa ada alasan di belakangnya. “Kamu hanya menjawab itu saja?” protes Cahaya dengan intonasi penekanan. “Iya. Aku hanya sesuai porsiku aja. Apa pun pendapat dan alasanmu, aku gak peduli karena yang terpenting adalah keselamatanmu saat ini.” Arya menjawab keprotesannya yang membuatnya mematung. Cahaya membisu dan mematung saat Arya memedulikan keselamatannya. Namun, berasal dari raut wajah dan bibir yang hendak berucap bahwa menunjukkan ketidaksetujuannya dalam jawaban itu. Arya sudah bisa menduga dari ekspresi yang ditunjukkan olehnya bahwa masih protes dengan perbandingan mobil yang tadi dan sekarang. “Apakah mobil yang ini dan tadi berbeda? Kalau dilihat dari kapasitas dan kenyamanan lebih mengarah mobil yang tadi.” “Astaga, kamu itu menjawab aja. Intinya adalah lebih nyaman mobil ini dan kamu bisa berpikir seperti itu karena … mem