“Sakit kanker paru-paru. Tuan besar sudah mengidap penyakit itu bertahun-tahun, tapi disembunyikan dari istri kedua, Kakak Tuan dan Tuan muda,” ungkap Willy yang tidak berani menatap Arya.
Arya tertegun dan mematung saat mendengar kabar Ayah yang mengidap penyakit yang mematikan. Penyakit yang sudah lama ada di tubuhnya dan hanya tangan kanan-nya yang mengetahui penyakitnya.
Bagaimana bisa Ayah Arya menyembunyikan penyakit mematikan itu? Apakah semua karena memajukan bisnis hingga besar agar anaknya bisa meneruskan bisnis yang sudah dirintis olehnya?
“Pulanglah, Tuan muda,” mohon Willy dengan posisi yang masih sama.
“Bapak Willy pulanglah. Aku mau istirahat dan jangan memintaku seperti itu. Aku bukan orang jahat,” balas Arya sambil mengembalikan posisi Willy dengan tegak dan membalikkan badannya sekaligus mengantarkan hingga depan rumah.
Willy pergi dari rumah Arya menggunakan mobil berwarna hitam sport dengan supir pribadi Ayah. Arya memasuki rumahnya seraya memijat kening perlahan lalu duduk di sofa dengan meletakkan kepala di kepala sofa.
Kepala terasa penat dan berat sekali untuk diberdirikan kembali. Arya menjalani hari yang sangat berat. Mata terpejam erat sambil menghela napas panjang.
Pikirannya teringat dengan kondisi Cahaya yang tidak ada kabar sama sekali. Ia mengambil handphone di kantong celana lalu melihat layar yang tidak ada pesan apa pun darinya, hanya ada pesan teman kerjanya. Arya meletakkan handphone di meja ruang tamu dan mengembalikan posisi bersandar di sofa.
Beberapa detik bersandar di sofa, nada dering panjang berbunyi dengan keras. Arya mengambil handphone di meja dan melihat nama Ananta di layar. Sontak, dahi mengernyit dan berpikir sekilas tentangnya, tidak ada urusan sama sekali dengannya.
Arya mengangkat panggilan masuk darinya. “Halo.”
“Halo, Arya. Di mana kamu?”
“Di rumah. Kenapa?”
“Aku melihat istrimu bersama keluarga besar di restoran hotel tempat kita bekerja. Di sana juga terdapat pria yang kamu hajar kemarin, kalau gak salah pria yang menjadi pemilik tunggal perusahaan Stagle ditambah seorang pria paruh baya yang berpakaian jas dan mirip dengan pria itu.”
“Apa? Cahaya ada di sana bersama keluarga besarnya dan keluarga pria yang kuhajar?” tanya Arya dengan intonasi penekanan.
“Iya, kamu buruan ke sini dan aku tadi mendengar percakapan mereka tentang … perjodohan begitu. Aku gak bisa mendengar banyak, takut dikira mata-mata. Kamu lebih baik datang ke sini sekarang sebelum semuanya terlambat,” beber Ananta yang terdengar serius dengan ucapannya.
“Oke, makasih. Aku ke sana sekarang.”
Perbincangan di antara mereka yang bertemu dengan kedua keluarga bukanlah pertemuan yang hanya sekadar bicara melainkan, ada sesuatu yang terjadi di antara mereka. Arya bergegas mendatangi restoran yang dikatakan oleh Ananta dengan berlari ke jalan raya.
Arya terus berlari sambil mencegah taksi dengan melambaikan tangan di pinggir jalan. Taksi yang melewatinya pun tidak ada yang meresponsnya. Ia melanjutkan langkah seribunya dan sampai akhirnya, hujan pun turun dengan deras.
Arya terus berlari dan tidak berhenti melambaikan tangan untuk mencari tumpangan menuju restoran mewah yang ada di dalam hotel. Usaha tiada henti dilakukan, sebuah mobil berwarna abu-abu gelap berhenti di pinggir jalan. Seorang pria bersama wanita berjilbab membuka kaca mobil dan memberi tumpangan untuknya.
“Mau ke mana, Mas?”
“Saya mau ke restoran yang ada di hotel mewah dekat dengan rumah sakit keluarga.”
“Masuk, Mas. Saya dan istri juga mau ke sana.”
“Makasih, Mas.”
Arya masuk ke dalam mobil dengan pakaian basah. Pemilik mobil menginjak gas mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Arya meminta maaf kepada pemilik mobil karena pakaiannya basah.
“Maaf, ya, Mas kursi mobilnya jadi basah.”
“Gak apa-apa, Mas. Santai aja.”
Puluhan menit berlalu, Arya tiba di depan hotel mewah. Arya turun dari mobil bersama pemilik mobil dengan pakaian yang basah. Namun, istri dari pria yang mengenakan kemeja dan rapi mengingatkan suaminya bahwa ada baju baru yang belum dipakai.
“Mas, kamu punya baju baru yang belum dipakai di mobil yang tadi habis beli. Boleh, dikasihkan ke Mas yang bajunya basah?”
“Oh, iya. Astaga, aku lupa, Ma.” Pria baik hati menepuk dahi. “Mas, di mobil ada baju baru model polo shirt dan celana jeans juga. Mas ganti baju dulu, ya biar gak masuk angin.”
Arya tersenyum lebar. “Terima kasih, Mas untuk menawarkan baju. Saya minta maaf kalau menolak, saya sangat bersyukur sudah mendapatkan tumpangan. Saya ke sini bukan untuk keperluan yang penting. Jadi, Mas jangan mengkhawatirkan saya,” jelas Arya perlahan.
“Ah, begitu. Beneran gak apa-apa, Mas?”
“Beneran, Mas. Terima kasih banyak untuk tumpangannya.” Arya membungkuk hormat kepada pria dan wanita yang sudah memberi tumpangan untuknya.
“Sama-sama, Mas. Siapa namanya, Mas?” Pria berbadan atletis dengan jenggot panjang mengulurkan tangan ke arahnya.
Arya mengembalikan posisi badan dengan semula. Bola mata merayap ke arah tangan yang penuh dengan bulu-bulu halus. Arya menjabat tangan pria itu dengan erat sambil tersenyum.
“Nama saya adalah Arya Soeparman.”
“Nama saya adalah Khalid Utsman. Mas bisa panggil saya dengan sebutan Khalid.”
“Baik, Mas Khalid dan Mbak, terima kasih sudah dikasih izin menumpang sampai tempat ini.” Arya mencoba ramah kepada Khalid dan Istri.
“Sama-sama. Oh, ya, nama istri saya adalah Aisyah.”
“Iya, Mas. Salam kenal.”
“Salam kenal juga. Semoga di lain waktu bisa bertemu lagi, ya, Mas Arya.”
“Aamiin.”
“Saya masuk dulu, ya karena sudah ditunggu oleh klien berdua.”
“Silakan, Mas, Mbak.”
Khalid dan Aisyah masuk ke dalam restoran terlebih dahulu. Betapa beruntungnya malam ini mendapatkan tumpangan gratis ditambah bonus pemilik mobil dan istrinya sangat baik dan ramah kepadanya.
Khalid dan Aisyah adalah pengusaha butik muslim yang terdapat baju pengantin perempuan muslim dengan berbagai model yang indah dan modern yang bekerja sama dengan perusahaan Stagle untuk memodifikasi baju pengantin perempuan dan laki-laki.
Arya memasuki restoran hotel mewah dengan pakaian basah. Penjaga restoran membuka pintu restoran dengan menatap sinis saat ia memasuki restoran. Bahkan, penjaga pintu restoran adalah orang yang ada di Bar dan hendak membantu Keanu dan Krisna untuk memukulnya.
Bola mata menyebar ke seluruh sudut restoran. Tidak lama, ia menemukan meja panjang di dekat pilar dan di bawah lampu panjang dan besar berwarna oranye. Cahaya hanya diam dengan menundukkan kepala dan tangan berada di atas paha.
Cahaya terlihat seperti tertekan dan ada sesuatu yang mengusiknya. Namun, Ayah Cahaya, Krisna, pria paruh baya dan Keanu tertawa terbahak-bahak seperti membicarakan sesuatu yang telah dimenangkan. Arya mendekati meja mereka secara perlahan seraya memerhatikan situasi dan bersembunyi di belakang pilar samping mejanya.
“Jadi, bagaimana keputusannya, Calon mertua?” tanya pria paruh baya lalu tertawa dan mengusap lengan Keanu.
Arman Sentosa tertawa sambil melirik dan mengusap tangan Cahaya yang sedari tadi diam tanpa kata dengan memasang wajah masam yang tidak menyukai pertemuan di antara mereka. Pertemuan yang bertujuan untuk menjodohkannya dengan lelaki yang tidak pernah dicintai olehnya. Keluarga Stagle memang berteman lama sampai bekerja sama antar perusahaan dengan saling menanam dan berbagi dari hasil saham. Keuntungan perusahaan Sentosa semakin meningkat karena dukungan dari keluarga Keanu yang terkenal bisa mendongkrak perkembangan bisnis yang bekerja sama dengannya. Perkembangan usaha Sentosa sangat sukses karena adanya Stagle dibalik seluruh kinerja bisnis yang menghasilkan puluhan milyar. Arman Sentosa merasa utang budi karena didukung dan diberi saham yang banyak dari perusahaan Stagle sehingga menjodohkannya dengan Keanu Stagle. “Kalau saya setuju aja dengan perjodohan ini karena mereka berdua cocok dan bisa menghasilkan turunan yang berpo
Cahaya masih menangis sesenggukkan sambil memeluk erat tubuhnya. Ia tidak menjawab pertanyaannya, padahal sudah mengetahui tentang kejadian di restoran mewah. Walaupun sudah mengetahui semuanya, Arya tetap ingin tahu jawaban dari sang istri dengan jujur atau tidak. Arya membiarkan Cahaya untuk meluapkan rasa kekesalan, kemarahan dan kecewa kepadanya dengan memeluk erat. Isak tangis Cahaya semakin mereda setelah puluhan lama memeluk dirinya. Ia hanya membutuhkan pelukan dan sandaran pundak untuk meluapkan semuanya. Cahaya menyeka air mata lalu melepas pelukannya perlahan dari tubuh atletis Arya. Ia menatap wajah suaminya yang tampan, berkarisma dan simpatik dengan lamat sambil dielus perlahan. Wajah yang tidak pernah bosan untuknya meskipun telah berbuat kesalahan. “Paras yang rupawan ini tidak akan terlupakan olehku dan akan selalu ada dalam benak dan hatiku. Kamu yang sudah memenangkan hatiku sampai tidak ada ruang untuk siapa p
Arya membuka mata perlahan dengan lebar lalu duduk di atas sofa sambil mengusap mata. Ia melihat Cahaya yang sibuk memindahkan koper di ruang tamu. Sontak, Arya terkejut dengan situasinya yang memindahkan tiga koper. “Apa yang kamu lakukan?” “Aku memindahkan koper, Mas. Kamu cuci muka dulu setelah itu pergi dari rumah ini dan jangan menunda lagi. Kamu semalam ketiduran makanya kita cepat pergi dari sini sebelum Ayah datang ke rumah ini,” jawab Cahaya yang bersiap untuk pergi dari rumahnya. “Iya, aku semalam ketiduran dengan berniat menunggu waktu untuk membangunkanmu.” “Gak apa-apa. Kamu cuci muka aja sekarang dan jangan ditunda lagi karena mereka pasti akan tiba dalam beberapa jam ke depan. Jadi, bergerak cepat, Mas.” Arya bergegas mencuci muka dan menggosok gigi yang telah disiapkan oleh Cahaya lalu membawa semua perlengkapan untuk dimasukkan ke dalam tas ransel agar tidak membuka koper lagi. Setela
“Iya, semua salah Ayah dan Keanu. Keanu yang gak tahu diri, padahal dia tahu kalau aku sudah punya suami, tapi merengek ke ayahnya untuk dijodohkan denganku. Aku pun gak sudi menikah dengannya. Dia mata keranjang, Ayah. Bahkan, dia pernah tidur dengan teman kantorku dengan cara dipaksa lalu dibayar dengan jumlah yang gak sesuai dengan permintaannya di awal.” Cahaya mengungkapkan sesuatu yang buruk tentang Keanu di depannya dengan ngotot sambil meneteskan air mata. Arman dan Arya terkejut saat mendengar pengungkapan yang dilakukan oleh Cahaya. Keanu yang dianggap baik dan sopan terhadapnya ternyata, memiliki sikap dan sifat yang buruk yang tidak akan pernah menjadi kriteria menantunya. Namun, saat Arman melihat Keanu yang menggeleng dan bersikap biasa aja dianggap olehnya semua yang dikatakan anaknya adalah dusta. “Kamu lihat Keanu, Cahaya. Dia menggeleng yang artinya gak melakukan hal itu. Kamu jangan kemakan omongan siapa pun karena bisa aja d
“Saya hanya memantau aja dari kejauhan, Tuan karena saya lebih banyak menemani Tuan besar dalam mengelola perusahaan dan membantu untuk mengantarnya dalam mengurus pindah nama perusahaan yang dialihkan untuk Tuan. Jadi, mereka ditugaskan untuk menemani Tuan muda agar berguna dan masalah gaji dari saya.” “Biarkan saya yang menggaji mereka. Kamu cepat carikan saya rumah!” seru Arya sambil menoleh ke arah Willy dan dua pria lainnya. “Ba-baik, Tuan muda.” Willy dan salah satu pria yang menjadi penjaga Arya mengikuti Willy. Sedangkan, penjaga lain bersamanya dan diminta untuk mengantarkannya ke apotik untuk membeli obat untuk mengobati lukanya di wajah dan sudut bibir. Harapan yang sangat diluar memang terjadi sehingga harus menyusun rencana yang sangat cantik dan tidak bisa diduga oleh siapa pun. Ia masuk ke dalam mobil mewah yang dikemudikan oleh penjaganya. Tatapan Arya menatap tajam ke jalanan sambil mengepalkan tangan erat. Ia memutar pikiran untuk memikirkan cara yang terbaik un
“Saya sudah menemukan rumah untuk Tuan dan sudah dibayar juga, ditambah sertifikat rumah sudah di tangan. Saya share lokasi, ya, Tuan.” “Oke, share aja.” Arya mematikan panggilan masuk dari Willy yang memberi kabar bahwa ia telah mendapatkan rumah untuk huniannya. Hunian yang tidak ada campur tangan Ayah. Tidak lama, nada pendek berbunyi dan handphone bergetar. Sebuah pesan masuk dari Willy. Ia membuka pesan dengan ikon jarum payung dan tulisan lokasi. Sebuah ikon dengan tulisan peta diklik olehnya dan melihat nama jalan yang ada pada layar handphone untuk memastikan alamat rumah yang dibagikan. Jemari memperbesar tulisan pada peta digital lalu ditunjukkan kepada Antrawan. “Kamu tau lokasi ini?” tanya Arya sambil menatapnya lamat. “Tau. Lokasi itu ada di daerah Jawa Barat dan lebih tepatnya yang memiliki banyak gunung dan salah satu gunung menjadi legenda dan ada di tengah kota Bandung.” “Bagus. Jalanan ini gak jauh dari jalan Tol, kan?” “Tidak. Depan jalan itu sudah Jalan Tol.
Willy menghentikan langkahnya dan mengalihkan tangan yang sudah memegang gagang pintu. Pandangan pun teralihkan ke lantai sekilas dan tampak memikirkan bahwa Arya sudah memaafkan sosok ayahnya yang menyalahkan di masa lalu atas kejadian Kakak kandung tidur dengan ibu tiri. Senyuman terlukis tipis di bibir Willy, tetapi sebelum berucap telah disanggah oleh Arya. “Pak Willy jangan berpikir bahwa aku sudah memaafkan Ayah. Aku belum memaafkannya karena butuh waktu dan proses untuk sembuh, Pak. Jadi, senyuman itu disimpan aja,” ujar Arya secepat kilat. “Saya tahu, Tuan muda. Saya tersenyum karena … Tuan muda sudah mulai sedikit peduli dengan Tuan besar,” balas Willy lembut sambil menatap Arya yang duduk di sofa. Bola mata Arya membulat besar saat mendengar ucapan Willy yang menyatakan dirinya bahwa telah sedikit perhatian dan peduli dengan sang Ayah. Arya berdehem lalu meletakkan alat canggih di nakas dan melangkah ke lantai dua. Belum sempat menaiki anak tangga, langkah Arya tertahan d
Tiga pesan foto dari nomor tak dikenal membuat darah Arya naik dalam hitungan detik. Tiga foto merupakan foto Cahaya yang mengenakan pakaian mini dengan belahan dada yang terlihat jelas dengan raut wajah yang murung dan masam, terdapat banyak minuman keras dengan berbagai macam merk dan tahun di meja, Arman yang terlihat senang sambil bersulang dengan Keanu dan ayahnya. Tidak lama, pesan dari nomor tak dikenal mengirim sebuah foto yang menunjukkan Cahaya meminum air minuman keras dalam pangkuan Keanu sambil dipeluknya. Sontak, tangan Arya mengepal erat hingga bergemetar. “Nomor siapa ini? Kenapa dia mengirim beginian kepadaku?” Arya mengomel sambil meletakkan handphone di atas sofa. Ketika Arya mengomel sambil marah-marah, ia teringat dengan ucapan Willy yang akan membantunya dalam memberikan informasi tentang siapa pun yang merendahkan, menculik dan mencaci makinya. Namun, jika benar itu adalah kerjaan Willy maka akan segera menghubungiku tanpa memberiku sebuah pesan yang tidak be