“Eng-gak. Saya hanya mengintai aja,” jawab Willy lalu terkekeh sambil merogoh saku jas sebelah kanan.
“Sama aja. Kamu pulang sana. Aku sedang gak mood bercanda dan adu mulut sama yang lain,” usir Arya sambil mengarahkan Willy untuk menjauhi pintu rumahnya.
“Tunggu, Tuan. Tuan jangan terburu-buru mengusir saya. Saya tahu kalau sedang gak mood adu mulut karena pikiran sedang penuh masalah, kan? Selain dipecat dari pekerjaan, Tuan juga mendapatkan masalah dari mertua dan dua pria yang menyebalkan.” Willy terus berbicara sambil menoleh ke arah Arya yang memasang wajah masam di belakangnya.
Arya diam beribu bahasa saat Willy berbicara tentang dirinya. Dia benar-benar sudah mematai-matainya sampai mengetahui hampir seluruh permasalahannya. Arya menggaruk hidung dan rasanya ingin sekali memukul tangan kanan ayahnya yang banyak bicara.
Kekesalan dalam diri ditahan dengan menarik dan membuang napas perlahan lalu meletakkan kedua tangan di depan dada. Ia masih tidak banyak bicara dan hanya memandangi wajah Willy yang sangat menyebalkan.
“Kenapa Tuan menatap saya seperti itu? Apakah saya ganteng?” tanya Willy sambil merapikan rambut dan menampakkan senyuman lebar.
“Gak. Kamu pergi dari sini dengan cara halus atau kasar? Aku dari tadi sudah menahan amarahku untuk gak memukulmu.” Arya mengancam Willy untuk diperlakukan halus atau kasar.
Willy membuang wajah sekilas seraya merapikan pakaian dan menundukkan kepala sekilas. Dia tiba-tiba menyodorkan telapak tangan yang berisi kartu hitam dengan chip emas yang tidak ada batasan limit. Arya mengernyitkan dahi saat melihat Willy yang tiba-tiba diam dan menegangkan urat leher.
Arya merasa aneh dengan sikapnya itu. Bola mata merayap ke arah bawah dan melihat tangan mengulur ke arahnya. Ia melihat kartu berwarna hitam yang tidak memiliki batasan limit dan hanya ada tiga orang yang memiliki kartu ini.
“Apa ini? Kenapa kamu mengeluarkan dan menunjukkan kartu ini? Bukannya kartu ini gak bisa didapatkan oleh siapa pun?” tanya Arya bingung.
“Memang. Tuan muda sudah tahu kartu yang saya pegang ini. Kartu ini memang gak bisa dimiliki oleh siapa pun dan hanya orang tertentu saja, tapi selama ini masih ada tiga orang yang memilikinya. Orang ketiga adalah Tuan.”
“Aku dapat juga? Bagaimana bisa? Aku bukanlah orang kaya dan hanya karyawan di Bar hotel mewah,” tanya Arya yang tidak percaya dengan Willy.
“Dapat, Tuan. Tuan sudah menjadi pewaris tunggal di berbagai perusahaan besar Tuan besar. Setelah Tuan besar mengalihkan namanya untuk berbagai perusahaan dan sisanya dalam pengurusan, Tuan besar mengurus ini. Tuan besar sangat sayang sama Tuan muda.”
Arya mematung dan darah terasa berhenti mengalir di seluruh tubuh. Ia tidak bisa berbicara apa pun tentang usaha sang Ayah yang mengurus segalanya, padahal telah terjadi peristiwa besar di antaranya dan Ayah.
‘Apakah benar, Ayah mengurusnya atau bisa saja kartu itu hitam itu adalah milik Ibu? Bagaimana bisa Ayah luluh atas peristiwa besar di antara mereka? Apakah dengan kesadarannya bisa langsung sadar dan luluh sampai memindahkan nama dirinya menjadi namaku di berbagai perusahaan dan masih ada sisa perusahaan yang dialihkan kepadanya? Jika memang itu benar, artinya orang pertama adalah Ayah, kedua adalah Ibu dan ketiga adalah aku,” batin Arya yang menerawang perkataan Willy sambil memandangi kartu hitam.
Arya kaget bukan main karena kartu hitam tidak bisa dibuat oleh sembarang orang dan membutuhkan keakuratan data untuk mendapatkannya. Ia masih tidak percaya dengan kenyataan yang ada.
“Ambil ini, Tuan. Tuan bisa menggunakan apa pun dari kartu ini. Tuan juga bisa membalas mereka dengan menggunakan ini. Kartu ini bisa menjadi kekuatan Tuan untuk membalas orang-orang yang merendahkan Tuan dengan sesuka hatinya. Bisa balas dengan perbuatan sengsara hingga memalukan,” kata Willy yang berusaha memanas-manasi telinga Arya.
Arya masih mematung dan pikirannya memutar kejadian beberapa jam yang lalu terutama di Bar hotel mewah yang direndahkan dan dipermalukan di hadapan banyak orang karena ucapan kakak ipar dan ucapan Keanu yang melecehkan istrinya. Belum selesai memutar kejadian beberapa jam yang lalu, suara Willy tiba-tiba menyambar hingga mengalihkan pandangannya ke arahnya.
“Jangan dipikirkan lagi, Tuan muda. Perusahaan besar Tuan muda yang memiliki nama Amerta San Group menjadi saham terbesar di perusahaan Stagle Group dan Sentosa Group. Tuan bisa membalas Tuan Krisna dan Keanu semau Tuan menggunakan cara apa pun. Jadi, Tuan bisa bebas memperalat mereka dan cara apa pun lah yang bisa membuatnya kapok dan sampai meminta ampun kepada Tuan,” ujar Willy yang menyarankan cara membalas dendam kepada Keanu dan Krisna.
Senyuman miring terlukis di wajah Arya sambil menganggukkan kepala. Jika seorang Arya melakukan hal seperti itu artinya adalah ia setuju dengan ucapan tangan kanan ayahnya. Namun, cara pembalasan kepada mereka tidak akan seperti itu.
Arya mengambil kartu hitam lalu mendekatkan wajah ke wajah Willy. “Aku ambil ini.”
“Iya, Tuan. Apakah Tuan sudah memaafkan Tuan besar dan kembali ke rumah?” tanya Willy yang sedikit menjauh dari wajahnya.
“Aku mengambil kartu ini bukan berarti sudah memaafkannya, butuh waktu untuk itu,” jawab Arya lalu menjauhkan wajahnya dari wajah Willy.
“Baiklah. Aku akan memberitahu Tuan besar dan mengabarkan ke seluruh dunia bahwa Tuan muda telah kembali dan akan mengurus sekaligus menangani semua perusahaan Tuan besar,” kata Willy yang bersiap pergi dari rumah Arya.
“Tunggu dulu. Pak Willy, jangan menyampaikan kepada seluruh dunia, tapi sampaikan kepada Ayah dan jajaran eksekutif yang menjadi rekan kerja Ayah. Jika Pak Willy memberitahu dan membuat pengumuman seperti itu maka aku yang menjadi bahaya dan akan terbongkar,” pinta Arya yang memperkecil suaranya sambil menatap tajam.
“Baik, Tuan. Saya akan menjalankan perintah Tuan. Saya pulang dulu dan kalau ada apa-apa bisa hubungi saya,” pamit Willy sambil membungkuk hormat.
Arya membalas membungkuk hormat. Willy berbalik badan dan melangkah hingga mendekati pagar rumahnya. Namun, langkahnya terhenti dan kembali ke Arya.
Arya heran melihat tingkah Willy yang tidak berubah sama sekali. Jika dia kembali lagi artinya ada yang lupa disampaikan atau mengulang permintaan yang sama. Ya, kebiasaan yang sudah membuatnya hapal meskipun telah pergi dari rumah selama beberapa tahun.
“Ada apa? Apa yang lupa disampaikan kepadaku?”
“Tuan, kapan pulang ke rumah? Tuan besar menunggu kehadiran Tuan muda di rumah. Apakah Tuan muda gak bisa pulang ke rumah sebentar saja?” tanya Willy dengan nada memohon.
Arya menghela napas panjang. “Apakah kamu gak mendengar perkataanku tadi? Apakah aku harus mengulangnya lagi?” tanya Arya yang menahan rasa kesalnya.
“Pulanglah sebentar saja, Tuan. Tuan besar sakit,” mohon Willy yang membungkuk hormat.
“Sakit? Sakit apa?” Arya kaget mendengar kabar Ayah sakit.
Hai, teman-teman, yuk, ikuti perjalanan Arya yang sering ditindas, direndahkan dan dipermalukan. Teman-teman bisa beri komen, rate bintang 5, ikuti dan hadiah. Happy reading :)
Arya membulatkan bola mata ketika Soeparman sudah berada di atas panggung bersama Cahaya dan terdapat Willy di belakang mereka. Ia tidak mengetahui hal yang dilakukan oleh ayahnya.“Bagaimana bisa Ayah ada di atas panggung? Apa yang terjadi?” tanya Arya yang tetap berusaha mengecilkan suaranya.“Tuan besar memaksa di belakang panggung, Tuan muda,” jawab salah satu pengawal.“Yang lain menyebar karena pengawal mereka ada di sini!” seru Arya sembari berjaga-jaga dengan mengawasi pengawal Stagle.Sorot mata seluruh tamu beralih ke suara Soeparman yang menggema di Aula dengan menampakkan keterkejutannya saat melihat tubuh Soeparman yang berdiri sehat sambil menatap mereka.“Ba-bagaimana Anda bisa berdiri di situ, Pak?” tanya salah satu tamu undangan.“Bisa saja.”“Apakah kematian Anda palsu?”“Ya, kematian dia palsu. Artinya adalah kalian dibohongi oleh Raja bisnis,” sahut Baidi yang menggebu-gebu dan terlihat untuk menghasut semua orang di Aula.“Kenapa Anda memalsukan kematian? Apa tuju
Hari pertemuan dengan para pengusaha pun tiba. Sekitar pukul enam malam, hotel mewah penuh dengan pengusaha terkenal yang merupakan rekan bisnis Soeparman. Beberapa pengawal bertugas di pintu depan untuk menyambut dan mengarahkan tamu undangannya. Sisanya bertugas di dalam Aula, mengoperasikan laptop dan membawa acara.Arya berada dalam Aula hotel untuk mengawasi keadaan dan memantau kedatangan Keanu, Baidi dan rekan bisnisnya dengan setelan berwarna hitam, memakai kumis dan terpasang alat pendengar di telinga untuk berkomunikasi dengan banyak orang yang bekerja sama dengannya.“Bagaimana kondisi di lantai bawah, apakah sudah terlihat Keanu, Baidi bersama dua pria dan dua wanita?” tanya Arya yang mengecilkan suaranya.“Belum, Tuan muda. Saya melihat Bapak Sentosa sedang berjalan kemari bersama Mas Krisna dan menantunya.”“Bagus. Bagaimana dengan kondisi Tuan besar, Cahaya dan satu orang yang menyamar sebagai Soeparman nanti?” tanya Arya sembari memerhatikan keadaan sekitarnya dan ters
“Mungkin urusan pekerjaannya sudah kelar, Tuan muda.”“Bisa jadi. Mudah-mudahan, firasatku salah soal ini.”Arya memandangi Stefano yang berbicara dengan Keanu bersama kekasihnya lalu Keanu memasuki Apartemen. Ia sedikit menunduk dengan posisi badan bersandar semakin ke bawah di kursi mobil selama sepuluh detik.Setelah semuanya aman, ia menyalakan dan menjalankan mobilnya. Ia menatap jalanan yang penuh dengan kendaraan itu dengan senyuman yang penuh dengan rencana yang matang untuk dilakukan kepada keluarga Stagle dan rekan bisnisnya yang bekerja sama untuk menjalankan bisnis gelap yang merajalela.Arya sudah memiliki bukti kuat untuk membalas dendam dengan cara yang lebih kejam dari sebelumnya. Ia bekerja sama dengan banyak pihak, termasuk Polisi.Puluhan menit berlalu, ia tiba di rumahnya bersama dua pengawal dan Willy. Mereka memasuki rumah dengan melangkah santai dan dada tegap. Semua telah berjalan dengan lancar dan diluar dugaannya.Soeparman dan Cahaya menghampirinya yang baru
“Jawab aja dengan ramah, jangan sampai ketahuan.”Arya mendengar suara tertawa Ryan ketika pria itu terlihat sekali bahwa sedang mengincar atau menunggu mangsa baru yang akan menjadi korban selanjutnya untuk dijadikan budak pemuas napsu belaka.“Sepupuku masih kuliah dan sedang kuliah di sini sehingga saya berniat untuk membelikannya, dari pada menyewa rumah terus dan membayar setiap tahun, lebih baik di sini,” jawab Ryan yang terlihat mencairkan suasana.“Iya, itu lebih bagus karena uang tahunan yang biasa digunakan untuk membayar uang sewa rumah, lebih baik ditabung dan lebih aman di sini juga kalau untuk kuliahan dan yang belum menikah juga,” kata pria brewokan yang mencoba untuk merayu Ryan.“Iya, dia juga katanya mau bekerja kalau ada waktu senggang karena kasihan dengan orang tuanya yang hampir setiap bulan mengeluarkan banyak uang sehingga memilih untuk mandiri,” balas Ryan yang memancing pria itu untuk mengatakan hal apa pun mengenai bisnis gelap keluarga Stagle.“Nah, bagus i
Bel rumah berbunyi keras sebanyak tiga kali hingga membuat semua orang yang berkumpul di halaman belakang rumah terdiam dan menoleh ke arah pintu rumah dengan bahu yang terangkat. Arya dan Cahaya saling memandang lalu membuyarkan suasana yang sedikit tegang di antara mereka.“Tenang, tidak ada yang tahu rumah ini kecuali kurir,” kata Arya sambil terkekeh lalu berdiri dan melewati beberapa orang menuju pintu rumah.Arya mengintip dari lubang kecil yang terletak di tengah pintu rumah untuk memastikan sosok yang ada di depan agar tidak terjebak oleh siapa pun dan apa pun. Seseorang yang berada di luar tampak meletakkan dua kotak yang berukuran sedang dan besar. Ia membuka pintu rumah itu karena pria yang berdiri di depan pintu adalah kurir.“Paket untuk Pak Arya.”“Ya, saya sendiri. Terima kasih.”“Sama-sama, Pak. Jangan lupa unboxing kalau mau buka paketnya.”Arya tersenyum sambil mengangguk lalu mengangkat satu kardus berukuran sedang dan dibantu oleh pengawalnya yang mengangkat satu k
Willy terlihat menghela napas panjang dan menunjukkan ekspresi khawatir sekaligus bingung ketika keinginan Arya tetap dilakukan dan menggunakan rencana awal. Entah apa yang membuatnya berubah kepikiran padahal telah menyetujuinya.“Kenapa? Apa ada yang mengganggu pikiran Pak Willy?” tanya Arya yang mengetahui ekspresi itu.“Saya tiba-tiba takut untuk menjalankan rencana awal yang telah disusun oleh Tuan besar dan Tuan muda karena kebanyakan para pengusaha sudah datang dan melihat jenazah yang dikira itu Soeparman, Raja Bisnis. Jika tetap menjalankan itu nanti mereka pikir pasti melakukan penipuan dan mendapatkan keuntungan dari hal ini.”Willy menjelaskan yang ditakutkan olehnya. Ia tidak ingin merusak reputasi Raja bisnis yang telah dibangun lama olehnya dan tidak ingin memutus hubungan rekan-rekannya yang sudah dipercaya.Arya memegang lengan Willy sembari menatap lamat dan mengelusnya pelan. Setelah menjelaskan kekhawatiran padanya, ia memahami yang ditakutkan olehnya. Namun, Arya