Beranda / Urban / Menantu Quadrilion Berkaki Palsu / Mendatangi Kediaman Keluarga Sentosa

Share

Mendatangi Kediaman Keluarga Sentosa

Penulis: Angdan
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-03 12:11:45

              Tangan mungil dan mulus dicium lembut. Arya tersenyum tipis sambil menggeleng pelan lalu duduk di samping Cahaya. Ia hanya menjawab dengan gelengan kepala pelan. Ia tidak mengungkapkan hal yang sebenarnya terjadi agar tidak menambah beban hidupnya yang sudah cukup berat di kantor.

              “Bagaimana gak apa-apa? Wajahmu luka-luka begini dan kayaknya … darah kamu banyak, Mas. Kamu tunggu di sini, aku ambil obat dulu buat ngobatin lukamu.” Cahaya cemas dengan kondisi wajah suaminya yang habis mengeluarkan banyak darah.

              Arya menundukkan pandangan sambil memandangi sepuluh jemari tangan yang darahnya masih ada di setiap jari seraya diusap perlahan. Lalu, jemari yang terluka disembunyikan dengan membalikkan posisi telapak tangan.

              Cahaya kembali dengan membawa obat salep, wadah berisi es batu dan kain handuk kecil. Luka lebam yang ada di wajah dikompres pelan oleh sang istri tercinta. Arya merasa bersalah darinya karena tidak berkata jujur kepadanya.

              Namun, kebohongan yang hanya digerakkan menggunakan anggukan kepala harus dilakukan olehnya demi membuat Cahaya tidak khawatir dengannya. Semua disebabkan oleh Krisna, kakak Cahaya dan Keanu.

              “Bagaimana wajah kamu bisa begini, Mas? Apa yang kamu lakukan? Kamu habis berantem?” tanya Cahaya yang mulai berisik menanyakan banyak hal kepadanya.

              “Aku baik-baik saja, Sayang. Aku hanya saja terbentur lantai saat membersihkan lantai, intinya adalah gak berhati-hati dalam bekerja,” jawab Arya sambil terkekeh.

              “Dasar. Lain kali, kamu harus hati-hati. Kamu membuatku khawatir, Sayang,” ujar Cahaya lalu menatap Arya lamat dengan alis tertaut.

              “Iya. Aku lain kali berhati-hati.”

              Tangan Cahaya tidak berhenti bergerak untuk menekan es batu yang dilapisi kain handuk sambil ditekan di luka lebam selama beberapa menit. Tidak ada kalimat yang keluar dari di antara selama lima menit.

              Keheningan di ruang tamu pun membuat tetesan air di kran kamar mandi terdengar jelas hingga wajahnya diberi salep perlahan. Arya mendesis pelan sambil merintih sedikit merintih kesakitan.

              “Pelan-pelan, Sayang.”

              “Iya, Mas. Aku pelan-pelan. Bagaimana kerjaan kamu hari ini? Meskipun jatuh, apakah pekerjaannya beres? Hmm?” Cahaya mengecup kening Arya sekilas setelah mengobati luka lebam di wajah.

              “Selesai, dong.”

              “Lalu, gimana reaksi orang-orang kalau kamu jatuh waktu membersihkan lantai?” Cahaya penasaran dengan reaksi orang yang ada di tempat kerja suaminya.

              “Biasa aja soalnya aku langsung berdiri,” jawab Arya lalu tertawa.

              “Dasar kamu, Mas. Kamu malu, ya?” ledek Cahaya sambil tersenyum lebar.

              “Gak. Gimana hari kamu? Lancar?”

              “Lancar, tapi atasanku hari ini menyebalkan. Aku serba salah kalau mengerjakan semua tugasku hari ini, Mas. Pokoknya menyebalkan dan membuatku kepalaku hampir pecah, tau gak? Ingin sekali rasanya mengumpat dan keluar dari kerjaan, tapi aku sadar bahwa gak bisa seperti itu dan gaji juga lumayan.”

              Arya terdiam mendengar keluh kesah Cahaya tentang pekerjaan yang tidak ada benarnya dan selalu salah ketika sudah direvisi sampai ingin berhenti dari pekerjaannya. Kasihan sekali Cahaya. Ia sampai tertegun mendengar keluh kesahnya karena merasa belum tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sampai mengurungkan niat yang memang seharusnya dilakukan dari dulu.

              Namun, berhubung keadaan ekonomi yang kurang harus bekerja sama untuk menambah pemasukan di rumah tangga. Arya menelan air saliva dan tidak bisa mengatakan sekata patah pun untuk menenangkannya. Hanya jemari yang mengelus lengan dan memeluk dari samping.

              Saat Arya berbincang santai setelah mengobati luka lebam sambil berpelukan, nada dering panjang terdengar keras di keheningan ruang tamu pada malam hari. Cahaya mengambil handphone yang ada di meja dan melihat nama Arman Sentosa, Ayah Cahaya. Pandangan saling berbalik dan memandangi satu sama lain.

              Cahaya mengangkat panggilan masuk dari sang Ayah. “Halo, Ayah. Ada apa? Tumben Ayah telepon jam delapan begini?” tanya Cahaya yang heran dengan ayahnya.

              “Kamu datang ke sini sekarang juga, gak usah pakai tapi!” seru Arman nada marah.

              “Tunggu, ada apa sebenarnya, Yah? Kenapa Ayah menyuruhku ke sana sekarang juga? Kalau besok pagi gak apa-apa?” Cahaya negosiasi dengan ayahnya yang menyeru datang ke rumah malam ini.

              “Tanya saja sama suamimu itu. Kamu jangan negosiasi dengan Ayah kalau memintamu sekarang yang artinya sekarang juga!” jawab Ayah dengan nada tinggi.

              Bola mata membulat saat sang Ayah menjawab pertanyaannya yang ternyata ada hubungannya dengan Arya. Jemari mematikan panggilan masuk darinya lalu meletakkan handphone di atas meja.

              “Apa yang terjadi, Mas? Kenapa Ayah sampai menyuruh untuk datang ke sana malam ini juga?” tanya Cahaya pelan sambil menatap tajam.

              Perbuatan yang disembunyikan olehnya demi menutupi kekhawatirannya, akhirnya terbongkar. Cepat atau lambat memang pasti terbongkar sehingga mau tidak mau harus mengatakan yang sejujurnya, tetapi hanya bagian yang tidak menyinggung dirinya.

              “Aku sebenarnya dipecat hari ini karena memukul kakakmu,” beber Arya yang tidak mengatakan sepenuhnya.

              “Astaga, Mas. Kenapa kamu seperti ini? Kamu tahu, ‘kan kalau kakimu gak bisa dibuat nendang dan apa yang membuatmu sampai tersulut begitu?” Cahaya heran dengan perbuatan suaminya yang bisa tersulut emosi.

              Cahaya sampai tidak habis pikir dengan sikap Arya yang bisa tersulut emosinya, padahal ia adalah orang yang sabar. Seorang pria yang sabarnya tidak ada batasnya. Satu sisi Cahaya kecewa dengan sikap suaminya yang memukul Krisna.

              Tanpa banyak lama setelah Cahaya menanyakan perbuatan yang dilakukan olehnya, mereka bergegas ke rumah keluarga besar Cahaya menggunakan ojek daring. Arya memandangi jalanan dan tidak ada percakapan satu pun di antaranya. Namun, keheningan di dalam mobil dipecahkan oleh Cahaya.

              “Apa yang membuatmu sampai tersulut emosi, Mas?” tanya Cahaya yang memandangi Arya.

              Arya menoleh ke arah Cahaya dengan memasang wajah datar sambil menghela napas panjang. Ia masih membungkam lalu menoleh ke arah jalanan karena percuma saja menjelaskan kejadian di Bar beberapa jam yang lalu.

              “Apa pun yang kamu lakukan di sana sampai membuat Kak Krisna terluka, kamu harus minta maaf pokoknya nanti, Mas,” kata Cahaya yang keinginannya tidak bisa diganggu gugat demi kebaikan sang suami.

              Selama perjalanan, tiba-tiba hujan turun dengan deras dan terdapat nada dering pendek dan getaran di handphone. Ia melihat nomor tak dikenal yang tertera pada layarnya. Jemari membuka dan memesan pesan yang dikirim olehnya.

              [Tuan Arya, apakah benar ini nomornya, Tuan?]

              Setelah membaca pesan singkat untuk memastikan nomor handphone miliknya, ia membuka aplikasi pendeteksian nomor yang tak dikenal. Nomor yang mengirim pesan dimasukkan ke dalam aplikasi itu. Hitungan detik diketahui pemilik nomor handphone.

              ‘Pak Willy? Bagaimana dia bisa tahu nomorku? Padahal aku sudah mengganti nomor,’ batin Arya bertanya-tanya dan tanpa disadari telah tiba di depan rumah dengan desain klasik dan terdapat patung kuda di halaman depan. Rumah itu adalah milik keluarga besar Sentosa.

              Arya keluar dari mobil dan melangkahkan kaki menuju pintu besar. Cahaya hendak membuka pintu pun pintu terbuka sendiri dan tatapan para pelayan masih sama seperti dulu, tidak ramah dan memandang rendah. Mereka disambut keluarga besar Sentosa di ruang tamu dengan ekspresi yang ditekuk dan ditodong pertanyaan.

              “Apa yang kamu lakukan di Bar sampai muka Krisna babak belur? Hah?” bentak seorang lelaki paruh baya duduk di sofa dengan kaki yang menopang di satu kaki.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menantu Quadrilion Berkaki Palsu   138. Akhir yang Berbuah Manis

    Arya membulatkan bola mata ketika Soeparman sudah berada di atas panggung bersama Cahaya dan terdapat Willy di belakang mereka. Ia tidak mengetahui hal yang dilakukan oleh ayahnya.“Bagaimana bisa Ayah ada di atas panggung? Apa yang terjadi?” tanya Arya yang tetap berusaha mengecilkan suaranya.“Tuan besar memaksa di belakang panggung, Tuan muda,” jawab salah satu pengawal.“Yang lain menyebar karena pengawal mereka ada di sini!” seru Arya sembari berjaga-jaga dengan mengawasi pengawal Stagle.Sorot mata seluruh tamu beralih ke suara Soeparman yang menggema di Aula dengan menampakkan keterkejutannya saat melihat tubuh Soeparman yang berdiri sehat sambil menatap mereka.“Ba-bagaimana Anda bisa berdiri di situ, Pak?” tanya salah satu tamu undangan.“Bisa saja.”“Apakah kematian Anda palsu?”“Ya, kematian dia palsu. Artinya adalah kalian dibohongi oleh Raja bisnis,” sahut Baidi yang menggebu-gebu dan terlihat untuk menghasut semua orang di Aula.“Kenapa Anda memalsukan kematian? Apa tuju

  • Menantu Quadrilion Berkaki Palsu   137. Pengungkapan Stagle dan Rekannya

    Hari pertemuan dengan para pengusaha pun tiba. Sekitar pukul enam malam, hotel mewah penuh dengan pengusaha terkenal yang merupakan rekan bisnis Soeparman. Beberapa pengawal bertugas di pintu depan untuk menyambut dan mengarahkan tamu undangannya. Sisanya bertugas di dalam Aula, mengoperasikan laptop dan membawa acara.Arya berada dalam Aula hotel untuk mengawasi keadaan dan memantau kedatangan Keanu, Baidi dan rekan bisnisnya dengan setelan berwarna hitam, memakai kumis dan terpasang alat pendengar di telinga untuk berkomunikasi dengan banyak orang yang bekerja sama dengannya.“Bagaimana kondisi di lantai bawah, apakah sudah terlihat Keanu, Baidi bersama dua pria dan dua wanita?” tanya Arya yang mengecilkan suaranya.“Belum, Tuan muda. Saya melihat Bapak Sentosa sedang berjalan kemari bersama Mas Krisna dan menantunya.”“Bagus. Bagaimana dengan kondisi Tuan besar, Cahaya dan satu orang yang menyamar sebagai Soeparman nanti?” tanya Arya sembari memerhatikan keadaan sekitarnya dan ters

  • Menantu Quadrilion Berkaki Palsu   136. Penataan Aula Hotel

    “Mungkin urusan pekerjaannya sudah kelar, Tuan muda.”“Bisa jadi. Mudah-mudahan, firasatku salah soal ini.”Arya memandangi Stefano yang berbicara dengan Keanu bersama kekasihnya lalu Keanu memasuki Apartemen. Ia sedikit menunduk dengan posisi badan bersandar semakin ke bawah di kursi mobil selama sepuluh detik.Setelah semuanya aman, ia menyalakan dan menjalankan mobilnya. Ia menatap jalanan yang penuh dengan kendaraan itu dengan senyuman yang penuh dengan rencana yang matang untuk dilakukan kepada keluarga Stagle dan rekan bisnisnya yang bekerja sama untuk menjalankan bisnis gelap yang merajalela.Arya sudah memiliki bukti kuat untuk membalas dendam dengan cara yang lebih kejam dari sebelumnya. Ia bekerja sama dengan banyak pihak, termasuk Polisi.Puluhan menit berlalu, ia tiba di rumahnya bersama dua pengawal dan Willy. Mereka memasuki rumah dengan melangkah santai dan dada tegap. Semua telah berjalan dengan lancar dan diluar dugaannya.Soeparman dan Cahaya menghampirinya yang baru

  • Menantu Quadrilion Berkaki Palsu   135. Rencana Kecil yang Berhasil

    “Jawab aja dengan ramah, jangan sampai ketahuan.”Arya mendengar suara tertawa Ryan ketika pria itu terlihat sekali bahwa sedang mengincar atau menunggu mangsa baru yang akan menjadi korban selanjutnya untuk dijadikan budak pemuas napsu belaka.“Sepupuku masih kuliah dan sedang kuliah di sini sehingga saya berniat untuk membelikannya, dari pada menyewa rumah terus dan membayar setiap tahun, lebih baik di sini,” jawab Ryan yang terlihat mencairkan suasana.“Iya, itu lebih bagus karena uang tahunan yang biasa digunakan untuk membayar uang sewa rumah, lebih baik ditabung dan lebih aman di sini juga kalau untuk kuliahan dan yang belum menikah juga,” kata pria brewokan yang mencoba untuk merayu Ryan.“Iya, dia juga katanya mau bekerja kalau ada waktu senggang karena kasihan dengan orang tuanya yang hampir setiap bulan mengeluarkan banyak uang sehingga memilih untuk mandiri,” balas Ryan yang memancing pria itu untuk mengatakan hal apa pun mengenai bisnis gelap keluarga Stagle.“Nah, bagus i

  • Menantu Quadrilion Berkaki Palsu   134. Pergerakan Agent Arya

    Bel rumah berbunyi keras sebanyak tiga kali hingga membuat semua orang yang berkumpul di halaman belakang rumah terdiam dan menoleh ke arah pintu rumah dengan bahu yang terangkat. Arya dan Cahaya saling memandang lalu membuyarkan suasana yang sedikit tegang di antara mereka.“Tenang, tidak ada yang tahu rumah ini kecuali kurir,” kata Arya sambil terkekeh lalu berdiri dan melewati beberapa orang menuju pintu rumah.Arya mengintip dari lubang kecil yang terletak di tengah pintu rumah untuk memastikan sosok yang ada di depan agar tidak terjebak oleh siapa pun dan apa pun. Seseorang yang berada di luar tampak meletakkan dua kotak yang berukuran sedang dan besar. Ia membuka pintu rumah itu karena pria yang berdiri di depan pintu adalah kurir.“Paket untuk Pak Arya.”“Ya, saya sendiri. Terima kasih.”“Sama-sama, Pak. Jangan lupa unboxing kalau mau buka paketnya.”Arya tersenyum sambil mengangguk lalu mengangkat satu kardus berukuran sedang dan dibantu oleh pengawalnya yang mengangkat satu k

  • Menantu Quadrilion Berkaki Palsu   133. Pemakaman Palsu

    Willy terlihat menghela napas panjang dan menunjukkan ekspresi khawatir sekaligus bingung ketika keinginan Arya tetap dilakukan dan menggunakan rencana awal. Entah apa yang membuatnya berubah kepikiran padahal telah menyetujuinya.“Kenapa? Apa ada yang mengganggu pikiran Pak Willy?” tanya Arya yang mengetahui ekspresi itu.“Saya tiba-tiba takut untuk menjalankan rencana awal yang telah disusun oleh Tuan besar dan Tuan muda karena kebanyakan para pengusaha sudah datang dan melihat jenazah yang dikira itu Soeparman, Raja Bisnis. Jika tetap menjalankan itu nanti mereka pikir pasti melakukan penipuan dan mendapatkan keuntungan dari hal ini.”Willy menjelaskan yang ditakutkan olehnya. Ia tidak ingin merusak reputasi Raja bisnis yang telah dibangun lama olehnya dan tidak ingin memutus hubungan rekan-rekannya yang sudah dipercaya.Arya memegang lengan Willy sembari menatap lamat dan mengelusnya pelan. Setelah menjelaskan kekhawatiran padanya, ia memahami yang ditakutkan olehnya. Namun, Arya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status