Tangan mungil dan mulus dicium lembut. Arya tersenyum tipis sambil menggeleng pelan lalu duduk di samping Cahaya. Ia hanya menjawab dengan gelengan kepala pelan. Ia tidak mengungkapkan hal yang sebenarnya terjadi agar tidak menambah beban hidupnya yang sudah cukup berat di kantor.
“Bagaimana gak apa-apa? Wajahmu luka-luka begini dan kayaknya … darah kamu banyak, Mas. Kamu tunggu di sini, aku ambil obat dulu buat ngobatin lukamu.” Cahaya cemas dengan kondisi wajah suaminya yang habis mengeluarkan banyak darah.
Arya menundukkan pandangan sambil memandangi sepuluh jemari tangan yang darahnya masih ada di setiap jari seraya diusap perlahan. Lalu, jemari yang terluka disembunyikan dengan membalikkan posisi telapak tangan.
Cahaya kembali dengan membawa obat salep, wadah berisi es batu dan kain handuk kecil. Luka lebam yang ada di wajah dikompres pelan oleh sang istri tercinta. Arya merasa bersalah darinya karena tidak berkata jujur kepadanya.
Namun, kebohongan yang hanya digerakkan menggunakan anggukan kepala harus dilakukan olehnya demi membuat Cahaya tidak khawatir dengannya. Semua disebabkan oleh Krisna, kakak Cahaya dan Keanu.
“Bagaimana wajah kamu bisa begini, Mas? Apa yang kamu lakukan? Kamu habis berantem?” tanya Cahaya yang mulai berisik menanyakan banyak hal kepadanya.
“Aku baik-baik saja, Sayang. Aku hanya saja terbentur lantai saat membersihkan lantai, intinya adalah gak berhati-hati dalam bekerja,” jawab Arya sambil terkekeh.
“Dasar. Lain kali, kamu harus hati-hati. Kamu membuatku khawatir, Sayang,” ujar Cahaya lalu menatap Arya lamat dengan alis tertaut.
“Iya. Aku lain kali berhati-hati.”
Tangan Cahaya tidak berhenti bergerak untuk menekan es batu yang dilapisi kain handuk sambil ditekan di luka lebam selama beberapa menit. Tidak ada kalimat yang keluar dari di antara selama lima menit.
Keheningan di ruang tamu pun membuat tetesan air di kran kamar mandi terdengar jelas hingga wajahnya diberi salep perlahan. Arya mendesis pelan sambil merintih sedikit merintih kesakitan.
“Pelan-pelan, Sayang.”
“Iya, Mas. Aku pelan-pelan. Bagaimana kerjaan kamu hari ini? Meskipun jatuh, apakah pekerjaannya beres? Hmm?” Cahaya mengecup kening Arya sekilas setelah mengobati luka lebam di wajah.
“Selesai, dong.”
“Lalu, gimana reaksi orang-orang kalau kamu jatuh waktu membersihkan lantai?” Cahaya penasaran dengan reaksi orang yang ada di tempat kerja suaminya.
“Biasa aja soalnya aku langsung berdiri,” jawab Arya lalu tertawa.
“Dasar kamu, Mas. Kamu malu, ya?” ledek Cahaya sambil tersenyum lebar.
“Gak. Gimana hari kamu? Lancar?”
“Lancar, tapi atasanku hari ini menyebalkan. Aku serba salah kalau mengerjakan semua tugasku hari ini, Mas. Pokoknya menyebalkan dan membuatku kepalaku hampir pecah, tau gak? Ingin sekali rasanya mengumpat dan keluar dari kerjaan, tapi aku sadar bahwa gak bisa seperti itu dan gaji juga lumayan.”
Arya terdiam mendengar keluh kesah Cahaya tentang pekerjaan yang tidak ada benarnya dan selalu salah ketika sudah direvisi sampai ingin berhenti dari pekerjaannya. Kasihan sekali Cahaya. Ia sampai tertegun mendengar keluh kesahnya karena merasa belum tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sampai mengurungkan niat yang memang seharusnya dilakukan dari dulu.
Namun, berhubung keadaan ekonomi yang kurang harus bekerja sama untuk menambah pemasukan di rumah tangga. Arya menelan air saliva dan tidak bisa mengatakan sekata patah pun untuk menenangkannya. Hanya jemari yang mengelus lengan dan memeluk dari samping.
Saat Arya berbincang santai setelah mengobati luka lebam sambil berpelukan, nada dering panjang terdengar keras di keheningan ruang tamu pada malam hari. Cahaya mengambil handphone yang ada di meja dan melihat nama Arman Sentosa, Ayah Cahaya. Pandangan saling berbalik dan memandangi satu sama lain.
Cahaya mengangkat panggilan masuk dari sang Ayah. “Halo, Ayah. Ada apa? Tumben Ayah telepon jam delapan begini?” tanya Cahaya yang heran dengan ayahnya.
“Kamu datang ke sini sekarang juga, gak usah pakai tapi!” seru Arman nada marah.
“Tunggu, ada apa sebenarnya, Yah? Kenapa Ayah menyuruhku ke sana sekarang juga? Kalau besok pagi gak apa-apa?” Cahaya negosiasi dengan ayahnya yang menyeru datang ke rumah malam ini.
“Tanya saja sama suamimu itu. Kamu jangan negosiasi dengan Ayah kalau memintamu sekarang yang artinya sekarang juga!” jawab Ayah dengan nada tinggi.
Bola mata membulat saat sang Ayah menjawab pertanyaannya yang ternyata ada hubungannya dengan Arya. Jemari mematikan panggilan masuk darinya lalu meletakkan handphone di atas meja.
“Apa yang terjadi, Mas? Kenapa Ayah sampai menyuruh untuk datang ke sana malam ini juga?” tanya Cahaya pelan sambil menatap tajam.
Perbuatan yang disembunyikan olehnya demi menutupi kekhawatirannya, akhirnya terbongkar. Cepat atau lambat memang pasti terbongkar sehingga mau tidak mau harus mengatakan yang sejujurnya, tetapi hanya bagian yang tidak menyinggung dirinya.
“Aku sebenarnya dipecat hari ini karena memukul kakakmu,” beber Arya yang tidak mengatakan sepenuhnya.
“Astaga, Mas. Kenapa kamu seperti ini? Kamu tahu, ‘kan kalau kakimu gak bisa dibuat nendang dan apa yang membuatmu sampai tersulut begitu?” Cahaya heran dengan perbuatan suaminya yang bisa tersulut emosi.
Cahaya sampai tidak habis pikir dengan sikap Arya yang bisa tersulut emosinya, padahal ia adalah orang yang sabar. Seorang pria yang sabarnya tidak ada batasnya. Satu sisi Cahaya kecewa dengan sikap suaminya yang memukul Krisna.
Tanpa banyak lama setelah Cahaya menanyakan perbuatan yang dilakukan olehnya, mereka bergegas ke rumah keluarga besar Cahaya menggunakan ojek daring. Arya memandangi jalanan dan tidak ada percakapan satu pun di antaranya. Namun, keheningan di dalam mobil dipecahkan oleh Cahaya.
“Apa yang membuatmu sampai tersulut emosi, Mas?” tanya Cahaya yang memandangi Arya.
Arya menoleh ke arah Cahaya dengan memasang wajah datar sambil menghela napas panjang. Ia masih membungkam lalu menoleh ke arah jalanan karena percuma saja menjelaskan kejadian di Bar beberapa jam yang lalu.
“Apa pun yang kamu lakukan di sana sampai membuat Kak Krisna terluka, kamu harus minta maaf pokoknya nanti, Mas,” kata Cahaya yang keinginannya tidak bisa diganggu gugat demi kebaikan sang suami.
Selama perjalanan, tiba-tiba hujan turun dengan deras dan terdapat nada dering pendek dan getaran di handphone. Ia melihat nomor tak dikenal yang tertera pada layarnya. Jemari membuka dan memesan pesan yang dikirim olehnya.
[Tuan Arya, apakah benar ini nomornya, Tuan?]
Setelah membaca pesan singkat untuk memastikan nomor handphone miliknya, ia membuka aplikasi pendeteksian nomor yang tak dikenal. Nomor yang mengirim pesan dimasukkan ke dalam aplikasi itu. Hitungan detik diketahui pemilik nomor handphone.
‘Pak Willy? Bagaimana dia bisa tahu nomorku? Padahal aku sudah mengganti nomor,’ batin Arya bertanya-tanya dan tanpa disadari telah tiba di depan rumah dengan desain klasik dan terdapat patung kuda di halaman depan. Rumah itu adalah milik keluarga besar Sentosa.
Arya keluar dari mobil dan melangkahkan kaki menuju pintu besar. Cahaya hendak membuka pintu pun pintu terbuka sendiri dan tatapan para pelayan masih sama seperti dulu, tidak ramah dan memandang rendah. Mereka disambut keluarga besar Sentosa di ruang tamu dengan ekspresi yang ditekuk dan ditodong pertanyaan.
“Apa yang kamu lakukan di Bar sampai muka Krisna babak belur? Hah?” bentak seorang lelaki paruh baya duduk di sofa dengan kaki yang menopang di satu kaki.
Seorang lelaki paruh baya yang membentak Arya adalah Dwiky Sudarmadji, paman Cahaya, kakak ipar Arman Sentosa. Lelaki paruh baya itu terlihat tidak terima dengan perbuatannya yang memukul keponakan kesayangan. Ya, Krisna adalah keponakan kesayangan sejak kecil. “Paman coba tanya saja Mas Krisna. Dia dulu yang memulai,” jawab Arya sambil menatap Krisna yang duduk di sofa dengan bersandar di kepala sofa. “Kamu jangan mengelak. Jelas-jelas kamu yang salah di sini. Seharusnya, kamu bisa menjelaskan semuanya di sini ketika diminta pertanggung jawaban!” sungut Dwiky sampai menggebrak meja. “Dia pasti ngelak soalnya sudah ketahuan. Mana ada maling yang ngaku kalau sudah tertangkap basah,” sindir Bella sambil menatap sinis dari atas sampai bawah. “Aku memang gak salah. Dia yang salah. Aku kerja di sana dan dia jatuh sendiri,” sanggah Arya dengan intonasi penekanan. “Halah.” Dwiky tidak percaya dengan sanggaha
“Eng-gak. Saya hanya mengintai aja,” jawab Willy lalu terkekeh sambil merogoh saku jas sebelah kanan. “Sama aja. Kamu pulang sana. Aku sedang gak mood bercanda dan adu mulut sama yang lain,” usir Arya sambil mengarahkan Willy untuk menjauhi pintu rumahnya. “Tunggu, Tuan. Tuan jangan terburu-buru mengusir saya. Saya tahu kalau sedang gak mood adu mulut karena pikiran sedang penuh masalah, kan? Selain dipecat dari pekerjaan, Tuan juga mendapatkan masalah dari mertua dan dua pria yang menyebalkan.” Willy terus berbicara sambil menoleh ke arah Arya yang memasang wajah masam di belakangnya. Arya diam beribu bahasa saat Willy berbicara tentang dirinya. Dia benar-benar sudah mematai-matainya sampai mengetahui hampir seluruh permasalahannya. Arya menggaruk hidung dan rasanya ingin sekali memukul tangan kanan ayahnya yang banyak bicara. Kekesalan dalam diri ditahan dengan menarik dan membuang napas perlahan lalu meletakkan kedua tangan
“Sakit kanker paru-paru. Tuan besar sudah mengidap penyakit itu bertahun-tahun, tapi disembunyikan dari istri kedua, Kakak Tuan dan Tuan muda,” ungkap Willy yang tidak berani menatap Arya. Arya tertegun dan mematung saat mendengar kabar Ayah yang mengidap penyakit yang mematikan. Penyakit yang sudah lama ada di tubuhnya dan hanya tangan kanan-nya yang mengetahui penyakitnya. Bagaimana bisa Ayah Arya menyembunyikan penyakit mematikan itu? Apakah semua karena memajukan bisnis hingga besar agar anaknya bisa meneruskan bisnis yang sudah dirintis olehnya? “Pulanglah, Tuan muda,” mohon Willy dengan posisi yang masih sama. “Bapak Willy pulanglah. Aku mau istirahat dan jangan memintaku seperti itu. Aku bukan orang jahat,” balas Arya sambil mengembalikan posisi Willy dengan tegak dan membalikkan badannya sekaligus mengantarkan hingga depan rumah. Willy pergi dari rumah Arya menggunakan mobil berwarna hitam sport deng
Arman Sentosa tertawa sambil melirik dan mengusap tangan Cahaya yang sedari tadi diam tanpa kata dengan memasang wajah masam yang tidak menyukai pertemuan di antara mereka. Pertemuan yang bertujuan untuk menjodohkannya dengan lelaki yang tidak pernah dicintai olehnya. Keluarga Stagle memang berteman lama sampai bekerja sama antar perusahaan dengan saling menanam dan berbagi dari hasil saham. Keuntungan perusahaan Sentosa semakin meningkat karena dukungan dari keluarga Keanu yang terkenal bisa mendongkrak perkembangan bisnis yang bekerja sama dengannya. Perkembangan usaha Sentosa sangat sukses karena adanya Stagle dibalik seluruh kinerja bisnis yang menghasilkan puluhan milyar. Arman Sentosa merasa utang budi karena didukung dan diberi saham yang banyak dari perusahaan Stagle sehingga menjodohkannya dengan Keanu Stagle. “Kalau saya setuju aja dengan perjodohan ini karena mereka berdua cocok dan bisa menghasilkan turunan yang berpo
Cahaya masih menangis sesenggukkan sambil memeluk erat tubuhnya. Ia tidak menjawab pertanyaannya, padahal sudah mengetahui tentang kejadian di restoran mewah. Walaupun sudah mengetahui semuanya, Arya tetap ingin tahu jawaban dari sang istri dengan jujur atau tidak. Arya membiarkan Cahaya untuk meluapkan rasa kekesalan, kemarahan dan kecewa kepadanya dengan memeluk erat. Isak tangis Cahaya semakin mereda setelah puluhan lama memeluk dirinya. Ia hanya membutuhkan pelukan dan sandaran pundak untuk meluapkan semuanya. Cahaya menyeka air mata lalu melepas pelukannya perlahan dari tubuh atletis Arya. Ia menatap wajah suaminya yang tampan, berkarisma dan simpatik dengan lamat sambil dielus perlahan. Wajah yang tidak pernah bosan untuknya meskipun telah berbuat kesalahan. “Paras yang rupawan ini tidak akan terlupakan olehku dan akan selalu ada dalam benak dan hatiku. Kamu yang sudah memenangkan hatiku sampai tidak ada ruang untuk siapa p
Arya membuka mata perlahan dengan lebar lalu duduk di atas sofa sambil mengusap mata. Ia melihat Cahaya yang sibuk memindahkan koper di ruang tamu. Sontak, Arya terkejut dengan situasinya yang memindahkan tiga koper. “Apa yang kamu lakukan?” “Aku memindahkan koper, Mas. Kamu cuci muka dulu setelah itu pergi dari rumah ini dan jangan menunda lagi. Kamu semalam ketiduran makanya kita cepat pergi dari sini sebelum Ayah datang ke rumah ini,” jawab Cahaya yang bersiap untuk pergi dari rumahnya. “Iya, aku semalam ketiduran dengan berniat menunggu waktu untuk membangunkanmu.” “Gak apa-apa. Kamu cuci muka aja sekarang dan jangan ditunda lagi karena mereka pasti akan tiba dalam beberapa jam ke depan. Jadi, bergerak cepat, Mas.” Arya bergegas mencuci muka dan menggosok gigi yang telah disiapkan oleh Cahaya lalu membawa semua perlengkapan untuk dimasukkan ke dalam tas ransel agar tidak membuka koper lagi. Setela
“Iya, semua salah Ayah dan Keanu. Keanu yang gak tahu diri, padahal dia tahu kalau aku sudah punya suami, tapi merengek ke ayahnya untuk dijodohkan denganku. Aku pun gak sudi menikah dengannya. Dia mata keranjang, Ayah. Bahkan, dia pernah tidur dengan teman kantorku dengan cara dipaksa lalu dibayar dengan jumlah yang gak sesuai dengan permintaannya di awal.” Cahaya mengungkapkan sesuatu yang buruk tentang Keanu di depannya dengan ngotot sambil meneteskan air mata. Arman dan Arya terkejut saat mendengar pengungkapan yang dilakukan oleh Cahaya. Keanu yang dianggap baik dan sopan terhadapnya ternyata, memiliki sikap dan sifat yang buruk yang tidak akan pernah menjadi kriteria menantunya. Namun, saat Arman melihat Keanu yang menggeleng dan bersikap biasa aja dianggap olehnya semua yang dikatakan anaknya adalah dusta. “Kamu lihat Keanu, Cahaya. Dia menggeleng yang artinya gak melakukan hal itu. Kamu jangan kemakan omongan siapa pun karena bisa aja d
“Saya hanya memantau aja dari kejauhan, Tuan karena saya lebih banyak menemani Tuan besar dalam mengelola perusahaan dan membantu untuk mengantarnya dalam mengurus pindah nama perusahaan yang dialihkan untuk Tuan. Jadi, mereka ditugaskan untuk menemani Tuan muda agar berguna dan masalah gaji dari saya.” “Biarkan saya yang menggaji mereka. Kamu cepat carikan saya rumah!” seru Arya sambil menoleh ke arah Willy dan dua pria lainnya. “Ba-baik, Tuan muda.” Willy dan salah satu pria yang menjadi penjaga Arya mengikuti Willy. Sedangkan, penjaga lain bersamanya dan diminta untuk mengantarkannya ke apotik untuk membeli obat untuk mengobati lukanya di wajah dan sudut bibir. Harapan yang sangat diluar memang terjadi sehingga harus menyusun rencana yang sangat cantik dan tidak bisa diduga oleh siapa pun. Ia masuk ke dalam mobil mewah yang dikemudikan oleh penjaganya. Tatapan Arya menatap tajam ke jalanan sambil mengepalkan tangan erat. Ia memutar pikiran untuk memikirkan cara yang terbaik un