Share

Bab 7. Malam yang Luar Biasa

Menyadari apa yang akan terjadi, Gilang cepat menggeser gelas-gelas yang berisi minuman jus sehingga gelas yang berisi obat tadi tertukar tanpa sepengetahuan waiters.

"Maaf, hehehe ..."

Gilang, mengucapkan permintaan maafnya kepada waiters, dengan sikap yang aneh.

Waiters hanya mengangguk tanpa peduli apapun kemudian pergi menuju meja Mario, lalu memberikan pesanannya.

Dia tidak curiga jika gelas jus yang dibawa bukan gelas yang berisi obat, sedangkan yang jus bercampur dengan obat justru ada di nampan yang lain.

Di tempat duduknya, Saras tampak gelisah.

Dia sudah tidak nyaman ada di tempat pesta yang tidak jelas seperti ini, akhirnya mengajak sang suami pulang. "Mas Gilang, kita pulang sekarang, yuk!" ajaknya dengan berbisik.

Diana, yang mendengar ajakan tersebut tentu saja marah. "Apa? Kita baru saja datang, kamu tidak punya sopan santun!"

"Benar kata mamamu, Saras. Kenapa terburu-buru? Acaranya baru saja dimulai," timpal Surya—mencari muka dengan dukungannya terhadap Diana.

"Jangan pulang dulu, aku ada kejutan untuk kalian."

Mario tiba-tiba bersuara. Dia tentu saja tidak mau jika Saras pulang sebelum keduanya menjadi “dekat”.

Hanya saja, Saras tampak tak peduli. "Aku, mau pulang saja. Mama, masih mau di sini tidak apa-apa," putusnya.

"Saras, kita baru saja–"

"Maaf, Ma. Saras, tahu Mama ingin menyenangkan orang yang mengundang. Tapi Saras, merasa tidak nyaman. Tolong, biarkan Saras pulang," potong Saras–tidak mau berbasa-basi lagi.

"Tunggu sebentar. Setidaknya, minumlah dulu!" Mario, berusaha menahan Saras, supaya tidak pulang sebelum meminum jus khusus yang sudah dipesannya tadi.

Saras sontak membuang nafas kasar.

Namun, ia tetap meminum jus tersebut sebagai bentuk sopan santun. Begitu juga dengan Diana, meminum jus yang baru saja dihidangkan waiters di depannya.

Di sisi lain, Mario sudah tidak sabar menunggu reaksi dari obat yang dicampur dalam jus tersebut.

Dia ingin segera mendapatkan Saras, meskipun harus dengan cara yang licik.

Anehnya, Dianalah yang justru tampak gelisah.

Mario tentu merasa terkejut. 'Ini tidak benar! Bagaimana mungkin, Saras tidak bereaksi? Sedangkan Diana ... oh tidak! Ini tidak benar!'

Pria itu panik setelah sadar bahwa rencananya gagal. Namun, ia berusaha untuk tidak menunjukkannya.

Di sisi lain, Diana mulai tidak sadar dengan tingkah lakunya sendiri…

"Eh, kamu tampan sekali, Sayang," godanya pada Mario, “ayo! Kita bisa bermain-main dengan panas, sepuasnya! Aku pasti akan membuatmu puas, Sayanggg ... ugh!"

Wanita itu bahkan mulai menggapai tangan Mario!

Mario sontak mendorong tubuh Diana yang tiba-tiba menempel padanya.

Dia tampak kesal, sehingga berbicara dengan suara keras meminta Diana supaya menyingkir dan tidak bicara seenaknya saja.

"Apa yang kamu pikirkan, Nyonya Diana? Kamu melakukan tindakan yang sangat tidak pantas! Bagaimana bisa kamu melakukan hal ini? Dasar brengsek!"

Surya, yang baru saja datang bersama dengan Gilang tampak bingung.

Dia berusaha menggapai tubuh Diana, yang tiba-tiba bertingkah aneh.

"Kamu, kenapa?" tanya Surya bingung dan kesal menjadi satu.

"Urus kekasihmu!" geram Mario dengan suara keras.

Saras yang tidak tahu apa-apa–juga heran dengan perubahan mamanya. Tapi, Gilang tertawa dalam hati, mengetahui kebenaran tentang situasi ini.

"Ayo pergi Diana, ikut denganku!" ucap Surya–menarik tangan Diana supaya menjauh dari Mario.

"Aku, tidak mau. Aku, mau dia. Aku, ingin dipuaskan. Apakah kamu, bisa? Ahhh!" ocehnya tak jelas.

"Apa …?"

Surya, tidak melanjutkan kalimatnya. Dia melirik ke arah Mario, dengan kode. Setelahnya, matanya melirik ke arah gelas jus sudah habis.

Mario, yang tahu kode lirikan mata Surya, menepuk keningnya sendiri. "Sial! Brengsek!" umpatnya.

Sebagai pemain, berondong Diana itu jelas tahu apa yang sedang terjadi.

"Kamu tahu, mengapa tiba-tiba Diana melakukan hal itu? Dia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri karena apa? Apa kamu sengaja?" tuduhnya.

Mario tentu saja tidak terima. "Brengsek! Kamu pikir aku sengaja melakukannya pada kekasih tuamu?"

Mereka berdua saling berdebat dalam ketegangan yang tidak terlihat oleh siapapun, termasuk Saras yang sedang sibuk menenangkan Gilang.

Berbeda dengan Diana. Hawa panas yang berbeda di sekujur tubuhnya membuatnya mulai bertingkah seperti jalang yang merengek-rengek pada pelanggannya!

"Ck! Aku, tidak tahu. Aku, hanya bermaksud ingin bermain-main dengan Saras. Tapi, waiters tadi ... argh sial!"

Tangan Mario terkepal erat, menandakan bahwa dia sedang marah besar.

Sayangnya, dia tidak bisa meluapkan emosinya sekarang. Ada Saras dan dua temannya yang lain, yang tidak boleh mengetahui kebenaran tentang situasi ini.

"Urus kekasihmu! Aku, akan mengurus waiters tadi."

Mario pun bergegas ke arah pantry–mencari keberadaan waiters yang tadi diberi tugas. Bahkan, dia juga sudah memberikan imbalan yang cukup besar sebagai ucapan terima kasih.

"Emh, Saras. Kamu, di sini dulu, ya? Aku, ada perlu dengan mamamu." Surya juga ikut pamit pada Saras.

Tapi sebelum Saras menanggapi, Surya langsung pergi bersama dengan Diana.

Gilang memerhatikan itu semua dengan tatapan datar.

"Kenapa semua pergi? Tadi, aku yang pamit pergi tidak boleh," ucap Saras kebingungan.

Seketika, pria itu pun tersenyum.

"Makan, mau makan!" rengek Gilang, berusaha mengalihkan perhatian Saras dari kekacauan yang terjadi.

Karena pesanan makanan sudah terhidang, sedangkan semua orang pergi dan tinggal mereka berdua, akhirnya Saras mengangguk mengiyakan permintaan Gilang yang minta makan.

Mereka belum sempat makan malam.

Seandainya menunggu makan setelah sampai di rumah, belum tentu juga ada makanan. Gilang bisa saja juga sudah tidur dalam perjalanan pulang.

Tidak peduli jika harus membayar mahal tagihan hidangan di meja, Saras segera menyuapi Gilang dan memastikan suaminya itu senang dan kenyang.

***

Di mobil yang dikendarai oleh Surya, Diana masih bertingkah.

Semua baju sudah dilepaskan, sehingga kini setengah telanjang.

"Panas, ini panas. Apa yang terjadi? Ayo, puaskan aku!" gumamnya meracau.

Surya hanya menggeleng beberapa kali, sebab ia tidak pernah berpikir akan kejadian ini.

"Sayang, sentuh aku! Puaskan, aku! Ah, brengsek!" pekik wanita itu berusaha agar Surya mau menyentuhnya.

"Diam, Diana! Kamu, mengacaukan segalanya!" bentak Surya kesal.

Dia sudah berharap banyak. Seandainya Mario berhasil mendapatkan Saras dan menikahinya, semua hutang-hutangnya yang ada pada Mario akan dianggap lunas.

"Kamu, harus menanggung akibatnya. Aku, tidak mau rugi, Diana!"

"Apa? Aku, tidak gagal.Kita belum melakukannya, jadi cepat sentuh aku!" racau Diana–masih tidak sadar dengan maksud perkataan Surya.

"Ah, sial tua bangka! Seharusnya kamu tidak mengacaukan segalanya!"

Kemarahan Surya, akan dilampiaskan pada Diana. Dia akan menghajar wanita itu malam ini.

Setelah selesai berkata demikian, Surya membelokkan mobilnya ke gerbang sebuah hotel melati yang ada di pinggir jalan.

"Aku, pastikan kamu tidak bisa berjalan besok!" gerutunya, "anakmu dan menantumu akan kuurus lain kali."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status