Menyadari apa yang akan terjadi, Gilang cepat menggeser gelas-gelas yang berisi minuman jus sehingga gelas yang berisi obat tadi tertukar tanpa sepengetahuan waiters.
"Maaf, hehehe ..."Gilang, mengucapkan permintaan maafnya kepada waiters, dengan sikap yang aneh.Waiters hanya mengangguk tanpa peduli apapun kemudian pergi menuju meja Mario, lalu memberikan pesanannya.Dia tidak curiga jika gelas jus yang dibawa bukan gelas yang berisi obat, sedangkan yang jus bercampur dengan obat justru ada di nampan yang lain.Di tempat duduknya, Saras tampak gelisah.Dia sudah tidak nyaman ada di tempat pesta yang tidak jelas seperti ini, akhirnya mengajak sang suami pulang. "Mas Gilang, kita pulang sekarang, yuk!" ajaknya dengan berbisik.Diana, yang mendengar ajakan tersebut tentu saja marah. "Apa? Kita baru saja datang, kamu tidak punya sopan santun!""Benar kata mamamu, Saras. Kenapa terburu-buru? Acaranya baru saja dimulai," timpal Surya—mencari muka dengan dukungannya terhadap Diana."Jangan pulang dulu, aku ada kejutan untuk kalian."Mario tiba-tiba bersuara. Dia tentu saja tidak mau jika Saras pulang sebelum keduanya menjadi “dekat”.Hanya saja, Saras tampak tak peduli. "Aku, mau pulang saja. Mama, masih mau di sini tidak apa-apa," putusnya."Saras, kita baru saja–""Maaf, Ma. Saras, tahu Mama ingin menyenangkan orang yang mengundang. Tapi Saras, merasa tidak nyaman. Tolong, biarkan Saras pulang," potong Saras–tidak mau berbasa-basi lagi."Tunggu sebentar. Setidaknya, minumlah dulu!" Mario, berusaha menahan Saras, supaya tidak pulang sebelum meminum jus khusus yang sudah dipesannya tadi.Saras sontak membuang nafas kasar.Namun, ia tetap meminum jus tersebut sebagai bentuk sopan santun. Begitu juga dengan Diana, meminum jus yang baru saja dihidangkan waiters di depannya.Di sisi lain, Mario sudah tidak sabar menunggu reaksi dari obat yang dicampur dalam jus tersebut.Dia ingin segera mendapatkan Saras, meskipun harus dengan cara yang licik.Anehnya, Dianalah yang justru tampak gelisah.Mario tentu merasa terkejut. 'Ini tidak benar! Bagaimana mungkin, Saras tidak bereaksi? Sedangkan Diana ... oh tidak! Ini tidak benar!'Pria itu panik setelah sadar bahwa rencananya gagal. Namun, ia berusaha untuk tidak menunjukkannya.Di sisi lain, Diana mulai tidak sadar dengan tingkah lakunya sendiri…"Eh, kamu tampan sekali, Sayang," godanya pada Mario, “ayo! Kita bisa bermain-main dengan panas, sepuasnya! Aku pasti akan membuatmu puas, Sayanggg ... ugh!"Wanita itu bahkan mulai menggapai tangan Mario!Mario sontak mendorong tubuh Diana yang tiba-tiba menempel padanya.Dia tampak kesal, sehingga berbicara dengan suara keras meminta Diana supaya menyingkir dan tidak bicara seenaknya saja."Apa yang kamu pikirkan, Nyonya Diana? Kamu melakukan tindakan yang sangat tidak pantas! Bagaimana bisa kamu melakukan hal ini? Dasar brengsek!"Surya, yang baru saja datang bersama dengan Gilang tampak bingung.Dia berusaha menggapai tubuh Diana, yang tiba-tiba bertingkah aneh."Kamu, kenapa?" tanya Surya bingung dan kesal menjadi satu."Urus kekasihmu!" geram Mario dengan suara keras.Saras yang tidak tahu apa-apa–juga heran dengan perubahan mamanya. Tapi, Gilang tertawa dalam hati, mengetahui kebenaran tentang situasi ini."Ayo pergi Diana, ikut denganku!" ucap Surya–menarik tangan Diana supaya menjauh dari Mario."Aku, tidak mau. Aku, mau dia. Aku, ingin dipuaskan. Apakah kamu, bisa? Ahhh!" ocehnya tak jelas."Apa …?"Surya, tidak melanjutkan kalimatnya. Dia melirik ke arah Mario, dengan kode. Setelahnya, matanya melirik ke arah gelas jus sudah habis.Mario, yang tahu kode lirikan mata Surya, menepuk keningnya sendiri. "Sial! Brengsek!" umpatnya.Sebagai pemain, berondong Diana itu jelas tahu apa yang sedang terjadi."Kamu tahu, mengapa tiba-tiba Diana melakukan hal itu? Dia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri karena apa? Apa kamu sengaja?" tuduhnya.Mario tentu saja tidak terima. "Brengsek! Kamu pikir aku sengaja melakukannya pada kekasih tuamu?"Mereka berdua saling berdebat dalam ketegangan yang tidak terlihat oleh siapapun, termasuk Saras yang sedang sibuk menenangkan Gilang.Berbeda dengan Diana. Hawa panas yang berbeda di sekujur tubuhnya membuatnya mulai bertingkah seperti jalang yang merengek-rengek pada pelanggannya!"Ck! Aku, tidak tahu. Aku, hanya bermaksud ingin bermain-main dengan Saras. Tapi, waiters tadi ... argh sial!"Tangan Mario terkepal erat, menandakan bahwa dia sedang marah besar.Sayangnya, dia tidak bisa meluapkan emosinya sekarang. Ada Saras dan dua temannya yang lain, yang tidak boleh mengetahui kebenaran tentang situasi ini."Urus kekasihmu! Aku, akan mengurus waiters tadi."Mario pun bergegas ke arah pantry–mencari keberadaan waiters yang tadi diberi tugas. Bahkan, dia juga sudah memberikan imbalan yang cukup besar sebagai ucapan terima kasih."Emh, Saras. Kamu, di sini dulu, ya? Aku, ada perlu dengan mamamu." Surya juga ikut pamit pada Saras.Tapi sebelum Saras menanggapi, Surya langsung pergi bersama dengan Diana.Gilang memerhatikan itu semua dengan tatapan datar."Kenapa semua pergi? Tadi, aku yang pamit pergi tidak boleh," ucap Saras kebingungan.Seketika, pria itu pun tersenyum."Makan, mau makan!" rengek Gilang, berusaha mengalihkan perhatian Saras dari kekacauan yang terjadi.Karena pesanan makanan sudah terhidang, sedangkan semua orang pergi dan tinggal mereka berdua, akhirnya Saras mengangguk mengiyakan permintaan Gilang yang minta makan.Mereka belum sempat makan malam.Seandainya menunggu makan setelah sampai di rumah, belum tentu juga ada makanan. Gilang bisa saja juga sudah tidur dalam perjalanan pulang.Tidak peduli jika harus membayar mahal tagihan hidangan di meja, Saras segera menyuapi Gilang dan memastikan suaminya itu senang dan kenyang.***Di mobil yang dikendarai oleh Surya, Diana masih bertingkah.Semua baju sudah dilepaskan, sehingga kini setengah telanjang."Panas, ini panas. Apa yang terjadi? Ayo, puaskan aku!" gumamnya meracau.Surya hanya menggeleng beberapa kali, sebab ia tidak pernah berpikir akan kejadian ini."Sayang, sentuh aku! Puaskan, aku! Ah, brengsek!" pekik wanita itu berusaha agar Surya mau menyentuhnya."Diam, Diana! Kamu, mengacaukan segalanya!" bentak Surya kesal.Dia sudah berharap banyak. Seandainya Mario berhasil mendapatkan Saras dan menikahinya, semua hutang-hutangnya yang ada pada Mario akan dianggap lunas."Kamu, harus menanggung akibatnya. Aku, tidak mau rugi, Diana!""Apa? Aku, tidak gagal.Kita belum melakukannya, jadi cepat sentuh aku!" racau Diana–masih tidak sadar dengan maksud perkataan Surya."Ah, sial tua bangka! Seharusnya kamu tidak mengacaukan segalanya!"Kemarahan Surya, akan dilampiaskan pada Diana. Dia akan menghajar wanita itu malam ini.Setelah selesai berkata demikian, Surya membelokkan mobilnya ke gerbang sebuah hotel melati yang ada di pinggir jalan."Aku, pastikan kamu tidak bisa berjalan besok!" gerutunya, "anakmu dan menantumu akan kuurus lain kali.""Hai, tekan dada bagian jantungnya!" seru penjaga, pada napi yang berikan bantuan pertama."Egh! Eh, tetap gak bisa, pak!" teriak napi tersebut, merasa putus asa.Napi-napi lainnya berusaha memberikan pertolongan pertama pada Mario, tetapi sayangnya, kondisinya sudah terlalu parah.Meskipun upaya mereka lakukan sebaik mungkin, Mario akhirnya meregang nyawa dalam keadaan yang menyedihkan. Suasana sel berubah menjadi hening dan penuh duka cita.Pagi harinya, berita kematian Mario telah menyebar ke seluruh lapas. Para napi terkejut dan bingung dengan kejadian tersebut. Beberapa berbisik-bisik dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."Gak nyangka," kata napi yang memiliki kamar di seberangnya Mario."Tapi, apakah tidak ada yang mencurigakan sebelumnya?" tanya yang lain."Apa? Sepertinya tidak ada. Mario, bersikap seperti biasanya tidak ada yang terlihat aneh." Napi yang kebetulan satu ruangan dengan Mario, memberikan jawaban.Beberapa dari mereka mencoba mendekati Rico, yang
"Hai, Bos Mario. Saya mendengar Anda cukup terkenal di dunia ini," sapa Rico, yang mencoba mendekati Mario."Heh, siapa yang memberi tahu tentang itu, bocah?" sahut Mario dengan nada sombong."Oh, banyak orang di sini. Mereka bilang Anda punya reputasi yang hebat," terang Rico yang mulai berakting.Kekasih Diana itu memang sengaja menyanjung Mario, agar pria itu percaya padanya. Dengan demikian, ia bisa dengan mudah melakukan rencana yang sudah dibuat oleh Gilang untuknya.Gilang harus berhati-hati, karena rencananya melibatkan tindakan ilegal dan berbahaya. Langkah ini bisa memiliki konsekuensi serius, termasuk hukuman pidana bagi Gilang sendiri jika dia ketahuan terlibat dalam rencana tersebut.Tapi Gilang juga yakin jika Rico mampu melakukan semua hal yang sudah dipersiapkan untuk balas dendam pada Mario."Hm, tergantung perspektif orang sih. Bagaimana denganmu, bocah? Bagaimana kau bisa di sini?" Mario bertanya pada Rico."Hahaha ... Sama seperti banyak dari kita di sini, terjebak
"Mama!" Setu Saras, melihat keadaan mamanya yang tidak sadarkan diri."Sayang?" Rico ikutan panik.Situasi semakin rumit. Rico yang memberikan keputusan penting dalam hubungan percintaannya, membuat Diana terkejut dan akhirnya kehilangan kesadaran.Gilang dan Saras saling berpandangan, tak tahu harus berbuat apa. Mereka berdua sangat terpukul dengan kondisi Diana yang seperti ini, namun mereka tetap berusaha untuk menangani situasi dengan bijak.Mereka segera memanggil bantuan dan berusaha meredakan keadaan. Semua ini tidak mudah, tetapi mereka harus bersikap tenang dan bijaksana untuk menghadapi masalah ini.Setelah beberapa saat, Diana akhirnya sadar. Gilang dan Saras masih berusaha menjaga ketenangan."Mama Diana? Mama Diana?" panggil Gilang, mencoba menyadarkan Mama mertuanya."Ma, bangun, Ma!" lirih suara Saras, dengan menekan-nekan telapak tangan mamanya."Kita bawa ke rumah sakit, saja!" ajak Gilang, mengingat kondisi Diana.Saras hanya mengangguk lemah, masih terlihat terpukul
"Hai, sayang. Uluh-uluh ... Mama kangen sama kamu dan Rafi," ungkap Diana, Begitu tiba di rumah Gilang. Wanita itu datang keesokan harinya, setelah mendapatkan undangan dari Gilang kemarin. Diana dan kekasihnya datang ke rumah Gilang, sesuai dengan permintaan dari Gilang."Apa kabar, Ma? Bagaimana keadaan, Mama? Sudah benar-benar sehat?" tanya Saras."Emh ... Mama__""Ma, urusan dengan keluarga korban bagaimana? Mereka tidak mempermasalahkan lagi, kan?"Saras langsung mengajukan beberapa pertanyaan secara bersamaan, tidak memberikan kesempatan pada mamanya untuk menjawabnya satu persatu terlebih dahulu."Mari, kita duduk dulu! Aku juga ingin berbincang-bincang dengan kalian berdua," terang Gilang, mengajak kedua orang yang baru saja datang untuk duduk di ruang tamu."Tentang apa?" Kekasih Diana mengajukan pertanyaan - seperti merasakan tidak nyaman."Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin berbincang-bincang saja," terang Gilang menjelaskan agar Rico tidak curiga.Diana melirik ke arah Sa
"Sayang, mmmhhh ... aku ingin mencari tahu lebih mengenai kekasih muda mama. Aku merasa curiga dengan niatnya mau bersama dengan mama," terang Gilang."Ya, mas. Mungkin sebaiknya kita mencari tahu lebih lanjut agar tidak ada masalah di kemudian hari," jawab Saras, yang tidak pernah setuju dengan kelakuan mamanya.Mereka kemudian bekerja sama untuk mencari informasi mengenai kekasih muda Diana, untuk memastikan bahwa tidak ada yang akan merugikan mama mertuanya dalam hubungan tersebut.Mereka berhasil mengumpulkan beberapa informasi tentang kekasih muda Diana. Ternyata, pria tersebut memang seorang model yang cukup sukses. Namun, Gilang masih merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres."Sayang, aku masih merasa curiga. Mungkin sebaiknya aku bicara langsung dengan mama Diana, atau bagaimana ya?" Gilang meminta pendapat isterinya."Iya, mas. Aku rasa itu adalah langkah yang baik," ujar Saras setelah berpikir.Gilang kemudian menghubungi Diana dan meminta untuk bertemu dengan kekasih mudan
"Saat ini tim sedang melakukan riset pasar potensial, Mas. Kami akan segera menyusun strategi untuk memasuki pasar baru." Akhirnya Ryan memberikan jawaban."Bagus, Ryan. Pastikan kita memiliki rencana yang matang sebelum melangkah lebih jauh," puji Gilang dengan menepuk Bunda asistennya tersebut."Saya akan memastikan semuanya terencana dengan baik, Mas." Ryan mengangguk patuh.Begitulah Ryan, yang selalu melakukan tugas dari Gilang tanpa banyak protes. Ia akan berusaha untuk melakukan semuanya dengan sebaik mungkin.Gilang juga tidak pernah ragu, apalagi kecewa dengan kinerja Ryan selama ini. Asistennya itu adalah orang yang sangat setia dan jujur. Jadi, tentunya Gilang selalu bisa menjadikan Ryan sebagai andalannya."Bagus, Ryan. Teruskan kerja kerasmu. Kita harus terus berkembang dan menghadapi setiap tantangan dengan baik." Gilang berbicara dengan nada bangga."Tentu, Mas. Saya dan tim, siap untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan ini." Ryan menggangguk - memastikan.Gilang