Share

5. Cerai!

Penulis: lyns_marlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-06 23:27:57

Sementara itu di Kediaman Ronald Wijaya.....

"Baru tiga hari yang lalu kamu kakak transfer. Masa sudah habis lagi?" tanya Ronald heran.

"Habis dong kak! Uang jajan yang kakak kasih, tidak ada artinya dibandingkan dengan uang jajan teman-temanku di kampus," protes Irene. "Mereka bahkan memakai mobil sendiri pergi ke kampus, sementara aku harus bergantian dengan Pamela."

"Jadi maksudmu ingin pergi kuliah dengan mobil sendiri," tebak Pamela.

"Iya dong!"

Pamela mencibir. "Dasar otak sombong. Masih untung dikasih uang jajan sama kak Ronald, kuliah juga kamu tidak ada prestasinya. Datang ke kampus cuma buat ngecengin cowok-cowok."

"Hati-hati kamu kalau bicara!" bentak Irene tersinggung.

"Memang kenyataanya begitu! Lihat saja penampilanmu sekarang," tunjuk Pamela pada baju Irene. "Ke kampus seperti mau pergi ke klub malam. Seksi bener!" ledeknya.

Wajah Irene memerah. Aliran darahnya terasa mendidih. "Kurang ajar kau!"

"Apa?! Kenapa?! Marah?! Memang begitu kenyataannya! Kamu ini paling boros dalam urusan uang. Kak Ronald itu banting tulang mencari uang buat kita semua setelah papa meninggal, tapi kakak dengan seenaknya menghambur-hamburkan uang! Apa kakak tidak kasihan dengan kak Ronald?!"

"Perusahaan yang Kak Ronald pegang sekarang, itu juga punya papa! Jadi, aku ada hak untuk minta uang!" teriak Irene semakin emosi menatap nyalang pada Pamela.

"Irene! Pamela! Tutup mulut kalian!" teriak Mama tak kalah kencang dari suara Irene. "Apa yang kalian ributkan?"

Irene menatap Pamela penuh amarah, begitu juga sebaliknya, Pamela menatap Irene dengan tidak kalah sewot.

"Bocah ini yang mulai ma!" tunjuk Irene pada Pamela.

"Kau yang mulai!" Pamela tak mau kalah.

"Ada apa dengan kalian berdua ini?! Kenapa selalu ribut kalau sedang berkumpul?! Kamu juga Irene, apa tidak bisa mengalah sedikit pada adikmu?!" bentak mama sewot.

Pamela mendelik puas pada kakaknya. Merasa di atas angin karena mama membelanya.

"Dan kamu juga Pamela, bicara yang sopan pada kakakmu. Biar bagaimanapun, dia adalah kakakmu yang harus kamu hormati."

Giliran Irene yang meledek Pamela dengan menjulurkan lidahnya. "Rasain gentong!"

Ronald hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kedua adiknya yang tidak pernah bisa akur.

"Kalian ini sudah besar, kenapa seperti anak kecil? Selalu saja bertengkar!" tegur mama kesal. "Apa harus salah satu dari kalian mama masukin ke asrama?"

"Tidak! Aku tidak mau!" jawab Irene dengan cepat. "Pamela saja yang masuk asrama."

"Eh, sembarangan! Aku juga tidak mau, kakak saja yang masuk asrama biar ada sedikit pengiritan di rumah ini," jawab Pamela.

"Makin kurang ajar mulutmu itu!" amarah Irene yang sudah mereda, tersulut kembali mendengar ucapan adiknya.

"Stooop! Hentikan!" teriak mama kencang habis kesabaran. "Kalian berdua yang akan mama masukan ke asrama kalau kalian tidak bisa berhenti!"

Ronald melihat arloji di tangannya. "Ini sudah siang, aku harus segera berangkat ke kantor. Pagi ini ada meeting penting."

"Ronald, jangan lupa transferannya," Mama mengingatkan putranya.

"Iya ma, tenang saja. Nanti aku akan minta sekretarisku untuk transfer ke rekening mama."

"Ok, thank you."

"Lalu aku?" tanya Irene.

"Uang sakumu baru tiga hari yang lalu aku transfer. Tunggu satu minggu lagi, baru ditransfer," jawab Ronald.

"Tidak bisa begitu kak! Satu minggu itu sangat lama," rengek Irene. "Bagaimana aku bilang pada teman-temanku nanti, kalau mereka mengajak aku jalan ke mall."

"Bilang saja tidak punya duit! Begitu saja repot," jawab Pamela bangun dari duduknya.

"Berisik!"

Pamela mendelik pada Irene. "Aku ikut dengan kak Ronald. Tak sudi duduk satu mobil dengan orang serakah!"

"Bagus! Aku jadi bebas, duduk sendirian di dalam mobil. Tidak menghirup udara yang sama dengan bocah tengil!" balas Irene langsung pergi begitu saja melewati Ronald yang telah membuatnya kesal karena tidak diberi uang.

"Irene!" panggil mama begitu melihat pakaian yang dipakai anak gadisnya sangat ketat dengan rok mini yang pendek sekali. "Irene!"

"Ada apa lagi sih?" tanya Irene kesal menghentikan langkahnya, membalikan badannya melihat Melanie.

"Kamu itu mau ke kampus, mau belajar, tapi kenapa pakaianmu seperti itu? Cepat ganti!"

"Apa yang salah dengan pakaianku?!" sergah Irene.

"Itu roknya pendek sekali!" tunjuk mama geram.

"Ini tidak pendek ma, biasa saja," jawab Irene melihat roknya sendiri.

"Cepat ganti!"

"Ini sudah siang, tidak ada waktu untuk ganti baju lagi!" jawab Irene ketus. "Dosen yang masuk mata pelajaran pertama bisa membunuhku, jika aku terlambat masuk," Irene langsung pergi dengan terburu-buru.

"Irene!" panggil Nyonya Melani dengan suara menggelegar.

Yang dipanggil tak sedikitpun menghiraukan teriakan mamanya.

"Dasar bocah keras kepala!" geram Nyonya Melani melihat putrinya tak menghiraukan panggilannya.

"Ma," Ronald mengelus lembut bahu Nyonya Melanie. "Sudah, biarkan saja. Irene masih muda, mama jangan terlalu tegang begitu. Nanti tensinya bisa naik."

Mama menghela napas. "Anak itu memang keras kepala."

"Nanti juga Irene akan berubah. Mama jangan khawatir," Ronald tak hentinya menenangkan hati mamanya.

"Anak itu memang selalu membuat mama sakit kepala!"

Ronald tidak menjawab. Namun dalam hati, ia setuju.

Inikah yang selama ini dirasakan Adeline?

Mengapa dulu ia tak percaya atau mencoba mendengarnya?

Ronald menggelengkan kepala. Meski demikian, bukankah Adeline harusnya berkata padanya lebih tegas padanya, sampai dia mau percaya?

Bukannya malah pergi dengan selingkuhannya!

"Oh, iya Ronald, kamu sudah menceraikan benalu itu kan? Mama tak sudi punya menantu sepertinya. Apa coba yang bisa wanita itu banggakan?! Hanya bikin malu keluarga Wijaya saja!"

Ucapan sang ibu membuat Ronald tak nyaman. "Ma!" tegurnya.

"Ck! Dari awal pernikahan, mama tidak setuju kamu memperistrinya! Kalau bukan karena kamu yang memohon-mohon agar mama memberikan restu, cuiiih .... sampai matipun mama tidak akan setuju kamu menikah dengan wanita itu!"

"Kamu dengar mama!" Melanie melihat putranya hanya diam mematung. "Mama tidak mau mendengar alasan apapun! Secepatnya, kamu ceraikan wanita murahan itu! Wanita yang tidak tahu bibit, bebet dan bobotnya!"

Setelah itu, Melanie angkat kaki--tanpa memberi kesempatan putranya itu untuk membela diri.

Apa yang telah menjadi keputusannya adalah harga mati yang tak boleh dibantah!

"Rasakan," gumamnya, kesal. Entahlah, pokoknya dia benci dengan calon mantan menantunya itu!

Toh, dia yakin Adeline pasti akan hidup sulit bila jauh dari putranya! Iya, kan?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menantu Tak Dihormati Ternyata Putri Konglomerat!    49. Akhirnya Ku Menemukan Mu

    "Detektif?" "Iya," Jihan mengangguk. "Seorang detektif untuk mencari keberadaan Nyonya Adeline.""Kenapa aku tidak terpikirkan sampai ke situ?" gumam Ronald."Karena bapak terlalu fokus mencari nyonya Adeline dengan cara bapak sendiri," jawab Jihan. "Kalau begitu, aku akan mencoba minta bantuan temanku, siap tahu dia punya koneksi orang yang bisa membantuku mencari Adeline," ujar Ronald."Iya, pak. Semoga nyonya bisa cepat ditemukan."Jihan kemudian meletakkan beberapa map di atas meja. "Apa ini?" tanya Ronald."Berkas yang harus bapak tanda tangan, tapi sebelumnya bapak harus lihat lagi. Mungkin saja, saya ada kesalahan.""Iya, baiklah. Biar saya periksa lagi nanti," jelas Ronald. Setelah itu, Jihan langsung pergi meninggalkan ruangan Ronald. Kembali duduk di meja sekretarisnya. "Pak Ronald sekarang terlihat kusut dan tua. Kasihan banget," gumamnya."Siapa yang tua dan kusut?!"Jihan melonjak kaget. "Astaga!" Pria berpostur tubuh tinggi berdiri di belakang Jihan. "Hehehe. Kaget

  • Menantu Tak Dihormati Ternyata Putri Konglomerat!    48. Kesedihan Membawa Perubahan

    "Kak Adeline sudah pergi," jawab Irene. "Tadi bertemu di luar, ditempat parkir.""Kenapa tadi tidak bilang kamu ada di mall ini," sergah Ronald kesal. "Aku kan tidak tahu kakak ada di mall ini! Tadi waktu ditelpon cuma bilang lagi makan siang dengan Jihan!" sanggah Irene tidak mau disalahkan.Ronald mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Tadi Adeline dengan siapa?""Dengan seorang wanita!""Wanita?"Irene mengangguk. "Iya dan kak Adeline memanggil wanita itu mama," jelasnya lagi. "Betulkan Kevin?! Kau tadi mendengarnya bukan?" "Iya," jawab Kevin."Kamu mengenal wanita yang bersama Adeline?!" tanya Ronald. Irene menggeleng. "Tidak. Dilihat dari penampilannya, wanita itu bukan orang biasa. Wanita itu sangat anggun dan berkelas."Ronald terdiam."Mereka berdua terlihat sangat akrab," lanjut Irene. "Mungkin saja ,,, ""Apa?!" "Mungkin saja wanita itu calon mertuanya," sambung IreneDeg!Jantung Ronald berdetak kencang. Seketika hawa panas langsung menyelimuti seluruh tubuhnya. "Mungki

  • Menantu Tak Dihormati Ternyata Putri Konglomerat!    47. Pertemuan Tidak Disengaja

    "Bapak memang Bos yang sangat pengertian," puji Jihan. "Memuji kalau ada maunya." Ronald langsung masuk ke restoran."Yes!" Jihan tersenyum lebar mengikuti Ronald dari belakang. Ronald mencari meja yang nyaman dan strategis. "Kita duduk di mana?""Di sana saja!" tunjuk Jihan pada meja di sudut ruangan. Setelah mendapat meja yang cocok, Ronald pesan menu begitu juga dengan Jihan yang tidak hentinya tersenyum senang karena makan siangnya gratis.Tidak jauh dari meja Ronald, Adeline sedang asik mengobrol dengan Nyonya Adras, menceritakan tentang perjalanan hidupnya selama ini."Mama lega ternyata kamu di adopsi orang baik, tapi sayang sekali umur mereka tidak panjang. Mama tidak bisa mengucapkan terima kasih kepada orangtua angkat mu.""Iya. Mereka meninggal saat aku masih muda. Tapi aku tetap bersyukur telah mengenal mereka dan melindungiku dari panas dan hujan," jelas Adeline. "Mereka sangat menyayangi aku.""Andai mereka masih ada, mama pasti akan mengucapkan banyak terima kasih."

  • Menantu Tak Dihormati Ternyata Putri Konglomerat!    46. Wanita Itu Mertua Ku

    Seorang pegawai butik datang dengan membawa nampan kecil. "Ini juice pesanannya. Silahkan.""Terima kasih," jawab Nyonya Adras tersenyum ramah."Sama-sama, nyonya." Tak lama kemudian datang pegawai yang lain. "Maaf, nyonya, Nyonya Kati meminta anda datang ke ruangannya.""Saya?" Nyonya Adras menunjuk dirinya sendiri karena di situ juga ada Nyonya Melani."Iya. Mari ikut dengan saya, nyonya," jawab pegawai tersebut."Iya, baiklah." Nyonya Adras mengambil tas brandednya. "Maaf Nyonya Melanie, saya masuk dulu.""Iya, silahkan." Nyonya Adras pergi mengikuti pegawai butik masuk ke salah satu ruangan meninggalkan Melanie yang menatapnya tanpa berkedip."Benar-benar wanita berkelas, dari ujung kaki sampai ujung rambut semua barang yang dipakainya branded. Apalagi kalung diamond yang berkilauan itu, aku yakin harganya ratusan juta," gumam Melanie.Di dalam ruangan, Adeline sudah memilih beberapa pakaian yang cocok dengannya. "Ma, lihat ini. Apa cocok untukku?""Ini pakaian yang kamu pili

  • Menantu Tak Dihormati Ternyata Putri Konglomerat!    45. Sok Akrab

    "Sudahlah, lupakan dulu masalahmu itu. Sekarang, kamu bersiap-siap.""Bersiap-siap untuk apa?" tanya Adeline."Kita akan pergi belanja.""Mama mau beli apa?!" tanya Adeline. "Kita akan beli semua keperluan mu. Banyak yang harus kita beli. Kamu butuh baju dan perhiasan.""Aku tidak perlu semua itu. Bajuku juga banyak dan masih layak dipakai," jelas Adeline. "Ikuti saja apa yang mama katakan." "Tapi ma ,,,,"Nyonya Adras bangun dari duduk. "Tidak ada tapi-tapian."Adeline menghela napas, melihat wajah mamanya. "Baiklah, ma."Tidak membutuhkan waktu lama bagi keduanya untuk bersiap dan dalam waktu yang singkat telah sampai di mall. "Pak sopir, ini uang untuk beli kopi. Tunggu di dimanapun yang kau mau, tapi jangan terlalu jauh. Aktifkan selalu ponselnya," ucap Nyonya Adras pada sopir pribadinya."Baik, nyonya.""Ayo, Adeline. Kita akan membeli semua keperluanmu."Nyonya Adras dan Adeline ke luar dari dalam mobil. Adeline hanya mengikuti apa yang dikatakan mamanya. Walau terasa mas

  • Menantu Tak Dihormati Ternyata Putri Konglomerat!    44. Jalan Terbaik

    Semua orang langsung menoleh ke arah pintu. "Selamat pagi kak Ronald," sapa Pamela.Ronald duduk di kursi tempat biasa. "Pagi," jawabnya. "Siapa tadi yang tukang selingkuh?""Istrimu," jawab Melani.Tidak ada ekspresi dari Ronald, dengan santainya mengoles roti pakai mentega. "Bibi, minta kopi seperti biasa, jangan terlalu manis.""Iya, tuan.""Kakak kurang tidur ya?" tanya Pamela."Kenapa?""Mata kakak seperti panda, ada lingkaran hitamnya," jawab Pamela."Tapi tetap ganteng, kan?" "He-he-he. Iya tetap ganteng." Pamela terkekeh. "Kak ....""Kenapa?" "Uang jajanku belum ditransfer sudah telat tiga hari," jelas Pamela."O ya? Pasti kakak lupa," jawab Ronald mengambil ponsel yang ada di saku jasnya. "Ini kakak transfer."Tak lama terdengar bunyi notif pesan dari ponsel Pamela. "Terima kasih kak.""Belajar yang rajin. Kalau kamu juara kelas tahun ini, nanti kakak kasih hadiah."Mata Pamela berbinar. "Hadiah?""Iya, kamu boleh minta apapun" jawab Ronald sambil menguyah roti."Hadiahnya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status