Home / Urban / Menantu Tak Ternilai / Menjadikanmu Ratu

Share

Menjadikanmu Ratu

Author: Falisha Ashia
last update Huling Na-update: 2025-04-30 17:29:04

Tindakan yang dilakukan oleh Anders bisa saja membuatnya dalam masalah. Melukai warga sipil dapat membuat seorang tentara dihukum. Entah itu dimutasi, penundaan kenaikan pangkat, atau bahkan dipecat.

“Silakan saja jika kamu mau melapor. Aku nggak peduli. Aku sudah mengingat wajah semua orang yang ada di sini. Sangat mudah bagiku untuk menghabisi kalian semua dan anggota keluarga kalian!”

Michael pun terbungkam. Dia tidak lagi banyak bicara. Keputusannya untuk melaporkan apa yang dilakukan Anders, akan dia pikirkan nanti.

Bastian langsung menghampiri Alexa dan memeriksa suhu tubuhnya.

“Apa dia baik-baik saja?” tanya Anders.

“Dia hanya mabuk saja. Terlalu banyak minum. Aku akan membawa dia pulang dan mengurusnya. Terima kasih karena sudah membantuku, Jenderal! Maaf merepotkan!” ucap Bastian.

“Tidak perlu sungkan. Saat aku mendapat telepon dari Charlie, aku sedang berada di dekat sini. Jadi nggak merepotkan sama sekali,” kata Anders.

Lagi-lagi Charlie. Ini membuat Bastian semakin yakin kalau dia saat ini memiliki kekuatan yang besar.

Bayangkan, seorang brigadir jenderal yang menguasai wilayah timur Jakarta, berada di pihaknya.

“Kapanpun kamu membutuhkan bantuanku, hubungi saja, jangan ragu!” ucap Andres, tersenyum.

“Baik Jenderal!”

Bastian kemudian membopong tubuh istrinya untuk dibawa pulang.

“Silakan, Pak Bastian. Gunakan lift saja untuk menuju basement. Di sana ada mobil operasional klub, aku akan mengantarmu pulang,” ucap Larry, seraya membungkukkan badannya.

Bastian hanya menganggukkan kepalanya. Dan mereka pun pulang dengan diantar oleh Larry.

Sesampainya di depan rumah, Larry membuka pintu mobil bagian belakang untuk Bastian.

“Kamu langsung kembali ke Red Light Club saja!” seru Bastian ketika keluar mobil sambil membopong tubuh Alexa.

“Baik Pak!” ucap Larry sambil membungkukkan badan. “sekali lagi, maafkan saya yang tidak becus mengurus klub sehingga kejadian ini bisa terjadi.”

Bastian tidak memberikan respon apapun. Dia hanya berjalan masuk ke dalam rumah sembari membopong sang istri.

Amy membuka pintu rumah karena mendengar suara mesin mobil berhenti di depan rumah. Dia mengira kalau itu adalah mobil James.

“Alexa!” Amy terkejut melihat anaknya sedang pingsan. Dia pun langsung memegang wajah Alexa.

Kemudian wanita itu mendongak seraya bertanya, “Apa yang kamu lakukan kepada anak?”

Rasa benci terhadap Bastian sudah mendarah daging. Dia pun berpikir semua hal buruk yang terjadi kepada Alexa adalah salah Bastian.

“Ini karena James yang mencekoki Alexa dengan minuman keras hingga dia mabuk berat seperti ini,” terang Bastian seraya berjalan masuk menuju ke kamarnya.

Amy mengikuti langkah Bastian setelah menutup pintu terlebih dahulu.

“Apa maksudmu dengan menyalahkan James? Jelas-jelas dia yang membantu Alexa untuk menyelesaikan tanggung jawab yang diberikan oleh neneknya,” kata Amy.

Bastian membaringkan Amy di kasur kamarnya dan menyelimutinya.

“Biarkan dia tidur. Kita bicara di luar saja!” seru Bastian sembari melangkahkan kakinya keluar kamar.

Amy mengikutinya.

“Bagaimana dengan kerjasamanya? Apa Alexa berhasil?” tanya Amy.

Bastian membalikan badan dan menghadap ibu mertuanya itu.

“James sengaja membuat Alexa mabuk. Setelah berhasil, dia memberikan Alexa kepada pria tua untuk keuntungan pribadinya. Aku nggak bisa membiarkan Alexa dinodai oleh mereka. Jadi kerjasama itu batal,” jelas Bastian.

“Apa? Kamu membatalkan kerjasama itu? Kamu sudah gila! Kerjasama itu, satu-satunya yang bisa menyelamatkan perusahaan.”

Amy memejamkan mata dengan kepala mendongak sambil bergerak memutar.

“Kamu ini benar-benar, ya! Sudah menjadi benalu, tidak berguna dan sekarang kamu menghancurkan perusahaan. Benar-benar kamu, ya!” geram Amy.

Wanita tua itu menunjuk wajah Bastian seraya berkata, “Kamu ceraikan Alexandra secepatnya. Aku muak melihat kamu selalu membuat masalah!”

Setelah mengatakan itu, Amy pun melangkahkan kakinya masuk ke kamarnya.

Bastian mengembuskan napasnya dengan sekali entakan.

Dia sadar kalau dia sudah membuat perusahaan Winata Sentosa di ujung tanduk dan membuat Alexa dalam masalah di kemudian hari. Tapi dia tidak punya pilihan. Kesucian istrinya adalah sesuatu yang sangat penting.

Seorang wanita cantik dengan wajah mirip dengan Alexa namun dengan pipi yang sedikit tembam dan rambut yang hitam, melihat dari kejauhan. Dia adalah Sintia Winata, adiknya Alexandra.

“Yang kamu lakukan sudah benar.” Sintia berkata dengan dingin. Lalu dia kembali masuk ke dalam kamarnya.

Di Keluarga Winata, satu-satunya orang yang tidak menghinanya hanyalah Sintia. Wanita yang lebih suka menyendiri itu bahkan orang kedua yang menyetujui pernikahan Alexandra dengan Bastian setelah sang ayah.

Bastian tersenyum. Kemudian dia berjalan ke halaman belakang dan duduk di kursi taman.

Kejadian hari ini benar-benar menguras tenaga, pikiran, emosi dan tampak semu. Sulit baginya untuk percaya kalau kini dirinya sudah berbeda.

Bastian kemudian mengeluarkan ponselnya dan mengecek kembali email yang berisi daftar ribuan perusahaan yang bernaung di bawah Big Dom corp.

Sebelumnya dia pernah melihat sekilas perusahaan-perusahaan itu ketika dia mencari PIN akses kamera pengawas di Red Light Club. Namun kali ini, saat dibaca dengan cermat, Bastian kaget bukan kepalang. Pasalnya dia melihat perusahaan-perusahaan yang ada di daftar kesemuanya adalah perusahaan besar yang populer. Dan banyak perusahaan yang berada di Jakarta.

Namun dari semua itu, ada satu nama yang menarik perhatiannya. Perusahaan itu bergerak di industri makanan.

Mondlicht Branchen

Sebuah perusahaan yang memproduksi makanan ringan yang sedang viral dan mendunia, Pommes Frites.

“Benarkah ini?” tanya Bastian pada dirinya sendiri.

Banyak perusahaan dunia yang ingin bekerjasama dengan perusahaan itu untuk menjual produk Pommes Frites di negara mereka. Sama halnya dengan di Indonesia. Namun sejauh ini, hanya ada 3 negara di luar Uni Eropa yang bekerja sama dengan mereka.

Bastian pun langsung teringat dengan keinginan Alexandra yang pernah diceritakan wanita itu beberapa waktu yang lalu kalau dia ingin menjadi distributor makanan ringan berbahan dasar kentang itu di Indonesia. Dia pun ingin mewujudkan impian sang istri.

“Kalau Winata Sentosa bisa bekerjasama dengan Mondlicht Branchen, mungkin perusahaan itu akan mendapat banyak investor dan tumbuh dengan baik seperti waktu dulu.”

Membayangkan bagaimana bahagianya Alexandra jika kerjasama itu terjalin, membuat Bastian begitu bersemangat.

Kemudian Bastian pun mencari kontak perusahaan tersebut. Dan ketika dia menemukannya, Bastian pun langsung memilih email sebagai tempat untuk mengirim pesan karena dianggap lebih formal.

“Saya Bastian Dominic. Presiden direktur Big Dom corp. sekaligus komisaris utama dan pemegang saham terbesar. Saya meminta perusahaan Mondlicht Branchen untuk mendistribusikan produk Pommes Frites di Indonesia dan bekerjasama dengan perusahaan lokal untuk mendistribusikannya. Saya harap mendapat balasan yang cepat.”

Setelah selesai menulis pesan itu, Bastian pun langsung mengirimnya.

Bastian kemudian mendongak menatap langit yang bertabur bintang. Sangat indah sekali.

“Aku akan membuatmu bersinar, jauh lebih terang dari bintang-bintang. Aku juga akan membuatmu menjadi ratu di dunia ini,” gumam Bastian, penuh tekad.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menantu Tak Ternilai   Kamulah Pewarisku!

    Aula utama keluarga Dominic dipenuhi oleh bayangan orang-orang besar malam itu. Lampu gantung berkilau dingin, memantulkan cahaya pada wajah-wajah yang tegang. Di kursi panjang bagian depan, duduk para pewaris, pengurus, dan keluarga inti, sementara di belakang, para penasihat dan penjaga menunggu dengan napas tertahan.Suasana begitu kaku hingga suara jam dinding pun terdengar menyeramkan.Patrick duduk diam, tangannya mengepal di bawah meja. Nico menunduk, sementara Bernard, dengan jas hitamnya yang rapi dan mata penuh perhitungan, berdiri di tengah aula seolah itu miliknya.“Jadi, semua sudah sepakat,” ujar Bastian dengan suara tenang, memecah keheningan. “Kepemimpinan Dominic Group akan kembali pada garis utama keluarga. Bukan pada dewan bayangan yang memanfaatkan nama Dominic demi keuntungan pribadi.”Beberapa kepala menunduk, yang lain berbisik tak berani menatapnya. Tapi Bernard hanya tertawa kecil, nada suaranya penuh ejekan.“Sepakat? Kau bicara seolah dunia ini tunduk padamu

  • Menantu Tak Ternilai   Pertemuan Besar

    Langit sore di atas kediaman besar keluarga Dominic berwarna kelabu, seolah ikut menunduk menyambut hari yang akan menorehkan sejarah baru. Angin membawa aroma hujan, berdesir lembut di antara pepohonan tua yang mengelilingi halaman batu.Satu per satu mobil hitam berhenti di depan tangga marmer megah. Dari mobil pertama keluar Patrick, mengenakan setelan armani gelap. Tatapannya kosong, tapi langkahnya pasti. Ia tahu, di balik pintu besar itu, masa depan seluruh dinasti Dominic sedang dipertaruhkan.Mobil berikutnya tiba tak lama kemudian. Dari dalam muncul Bernard Dominic, lelaki paruh baya dengan sorot mata tajam dan wajah dingin penuh percaya diri. Di tangannya tergenggam tongkat kepala singa simbol otoritas yang selama ini menandai siapa pengendali kekuasaan keluarga. Ia menatap langit sebentar, lalu berbisik pelan,“Sekarang waktunya, Sectio. Aku akan menuntut hakku.”Beberapa detik kemudian, Nico datang. Ia tampak canggung, langkahnya ragu-ragu di antara batu basah. Tak satu pu

  • Menantu Tak Ternilai   Api Dalam Bayangan

    “Bagaimana?” tanya Charlie dengan nada tegang begitu Noel kembali ke meja. Tatapannya tajam, menunggu laporan tentang dua pria berbaju hitam yang sejak tadi mereka curigai.Noel menarik napas pelan, menatap keluar jendela restoran. “Fix. Mereka anak buah Patrick. Aku yakin seratus persen. Dan aku khawatir, mereka sedang menyiapkan sesuatu yang lebih besar dari sekadar pengawasan.”Charlie mengernyit. “Maksudmu?”“Mereka ingin menggunakan Amber sebagai umpan,” ucap Noel dingin. “Memaksa Tuan Dominic menyerahkan kekuasaan kepada Bernard.”Ucapan itu menggantung berat. Patrick bukan orang yang bergerak tanpa rencana—dan jika Bernard turun tangan, berarti ini bukan sekadar persaingan keluarga, tapi perang terbuka.“Kita harus bertindak,” kata Charlie akhirnya.Noel mengangguk. “Tangkap mereka sebelum mereka sempat menyentuh Amber. Tapi setelah itu, kita bungkam mereka. Kalau Bernard tahu Patrick menemui Amber, reputasi keluarga Dominic bisa hancur sebelum Bastian sempat bergerak.”Charlie

  • Menantu Tak Ternilai   Pertemuan

    Patrick memacu mobilnya menuju restoran yang telah disepakati. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya sejak tadi, terbayang Amber dengan gaun merah yang ia minta semalam.Namun di belakang mobilnya, dua anak buah Bernard membuntuti. Kamera mereka terus aktif, mengirimkan foto dan video ke ponsel sang tuan.“Patrick menuju restoran,” laporan singkat masuk.Bernard memijat pelipisnya di dalam mobil. Wajahnya mengeras.“Terus pantau. Aku ingin tahu siapa yang ia temui sampai berani berbohong soal sakitnya.”Beberapa menit kemudian, ia menerima video baru, Patrick tampak sehat dan bersemangat, jauh dari pura-pura lemas yang ia tunjukkan tadi pagi. Bernard mendesis pelan.“Kalau kau berkhianat padaku, Patrick… aku sendiri yang akan menguburmu.”Patrick sampai di restoran dan mencari-cari sosok Amber. Sekilas panik, takut gadis itu sudah pulang karena menunggu terlalu lama. Tapi suara lembut dari arah kanan membuatnya menoleh.“Di sini,” sapa Amber sambil melambaikan tangan.Gaun merah itu m

  • Menantu Tak Ternilai   Tidak Benar-benar Percaya

    Patrick menggigit bibir setelah panggilan Bernard terputus. Ia segera menghubungi Amber, menunda kencan pertama yang sudah direncanakan. Rasanya sial: rencana yang manis harus tertunda karena gangguan besar.“Halo, Amber,” sapanya saat sambungan tersambung. “Maaf, aku hampir sampai, tapi ada urusan mendesak. Aku harus putar balik dulu.”Amber panik. “Ada apa? Kamu tidak kecelakaan, kan? Atau banmu pecah?”“Tidak. Hanya ada masalah yang harus segera kuselesaikan. Daripada kepikiran waktu bertemu, lebih baik aku urus dulu.” Patrick berbohong tipis, menutup fakta: Bernard akan datang ke rumahnya.“Kalau begitu aku panggil montir saja, ya? Bisa ganti ban di situ.” Amber mencoba membantu.“Ide bagus. Maaf sudah janji menjemputmu, tunggu sebentar, aku akan segera kembali.” Setelah memutus, Patrick menyetel napas, memacu mobil ke arah rumah.Di jalan ia melajukan mobil, menerabas lampu merah; fokusnya hanya satu: sampai lebih dulu di rumah sebelum Bernard tiba. Di kepala berputar skenario ba

  • Menantu Tak Ternilai   Permainan Yang Berawal Dari Kebohongan

    Mereka tengah membicarakan Amber ketika pintu ruang kerja terbuka. Wanita itu muncul tergesa, belum berganti pakaian, namun sudah mengenakan make up. Wajahnya terlihat berseri, seolah menahan antusias yang tak bisa disembunyikan.“Ada apa lagi?” tanya Bastian heran. “Kau sudah dua kali ke sini hari ini.”Amber tersenyum canggung. “Hanya ingin memastikan kalau aku benar-benar diizinkan menemui Patrick.”Charlie dan Bastian saling pandang. Tatapan mereka berkata hal yang sama: ada sesuatu yang berubah dari Amber.“Tentu saja,” jawab Bastian akhirnya. “Kau sudah mendapat izin. Kenapa bertanya lagi?”Amber mengangkat bahu ringan. “Hanya ingin memastikan. Aku akan merasa lebih tenang kalau dengar langsung.”Ia tersenyum manis sebelum keluar ruangan.Begitu pintu tertutup, Bastian menarik napas panjang. “Sikapnya benar-benar aneh. Aku yakin dia menyembunyikan sesuatu.”Charlie mengangguk. “Apa aku perlu membuntutinya?”Bastian sempat ragu. “Kalau dia tahu, bisa-bisa marah.”“Lalu bagaimana

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status